Lihat ke Halaman Asli

Calon Kepala Daerah Eks Napi (Nara Pidana)

Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrasi eks Napi (www.tempo.co)

Dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XII/2015 yang berisi pembatalan pasal 7 huruf g UU No 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah dianggap sudah mencederai semangat Anti Korupsi.


Disebutkan di pasal 7 huruf g No 8 tahun 2015, larangan kepada mantan narapidana (korupsi) untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Jelasnya, konsekwensi gugurnya pasal ini membuka ruang dan peluang kepada mantan eks napi (korupsi) untuk ikut pilkada. Tak pelak, hal ini tentu menyisakan persoalan baru.

Saya ambil contoh. Pertama, Pilkada Kota Manado. Nama Jimmy Rimba Rogi terjaring masuk bursa calon walikota Manado pada pilkada serentak nanti. Jimmy Rimba diusung oleh Partai Amanat Nasional (PAN). Jimmy pernah dipidana bersalah untuk kasus korupsi dan dihukum 5 tahun penjara serta denda Rp 200 juta rupiah. Dia didakwa terbukti korupsi APBD Kota Manado tahun 2006 dan 2007. [Baca di sini]

Kedua, Pilkada Kota Semarang. Soemarmo Hadi Saputro bersama Mahfudz Ali diusung partai Gerindra dan PAN sebagai calon walikota Semarang. Perlu diketahui, Soemarmo pernah ditangkap KPK karena terbukti terlibat kasus korupsi dan mendekam di ‘Hotel Prodeo’ LP Cipinang untuk merenungi kesalahannya. [Baca disini]

Isu ini segera menjadi tranding topic yang menarik untuk diperdebatkan. Apalagi bila menyimak sikap pro dan kontra menangapi masalah ini. Saya akan ambil dua komentar, yakni: Surya Paloh sebagai elit politik dan wapres JK.

Surya Paloh berkomentar bahwa para eks tapol ini memiliki hak hukum yang sama. Dia juga menilai bahwa tak ada yang sempurna di bawah kolong langit ini. Apa salahnya memberikan kesempatan kedua kepada Eks Napi itu. [Baca di sini]

Kata kunci yang saya tangkap adalah: Kesempatan Kedua!

Saya sangat menghargai bahwa Surya Paloh memiliki niat yang bersih, tulus, suci dan jiwa pemaaf. Tapi niat saja, tidak cukup. Saya kira banyak hal-hal buruk terjadi dimulai dari niat yang baik. Apalagi para calon kepala daerah ini terbukti didakwa dan dipidana atas kasus korupsi. Kesempatan kedua adalah sebuah keniscayaan. Ini jelas-jelas usaha menggerogoti semangat anti korupsi dan mengubahnya menjadi semangat berkompromi.

Saya mencurigai intrik kompromi ini merupakan bentuk menyeret pelan-pelan komitmen semangat anti korupsi masuk ke zona politik. Yah, kalo sudah berkubang di zona politik, semua serba abu-abu alias tak jelas. Semua bisa dikompromikan. Padahal, komitmen anti korupsi jelas, korupsi wajib diperangi dan dan tak boleh lagi memberi ruang gerak pada pelakunya.

Wapres JK berkomentar lain. Calon kepala daerah yang eks napi rawan terjebak dengan kampanye hitam. Pak wapres JK lebih cenderung untuk menyerahkan keputusan ke tangan masyarakat. Ya, itu tergantung bagaimana masyarakat menilainya? [Baca disini]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline