Lihat ke Halaman Asli

[FR] Kisah Sedekah dan Malam Lailatul Qadar

Diperbarui: 15 Juli 2015   09:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Illustrasi sedekah.


Azan magrib berkumandang. Ketika aku hendak menikmati hidangan buka puasa. Sayup-sayup terdengar bunyi pintu diketuk di depan rumah. Ketukan itu makin keras dan kasar saja. Karena penasaran, ku intip dari balik kaca jendela. Samar-samar terlihat, seorang pengemis tua bertubuh kurus, kotor dan berjanggut putih. Pakaiannya compang camping, coba melempar senyum padaku.

Ku buka pintu dan ku dekati.

“Ada apa kek?”

“Sedekahnya, nak! Kakek belum makan dari pagi”

Suaranya agak parau dan kasar. Aku kaget. Kakek itu malah tersenyum. Melihat dandanannya, aku tak percaya pada orang ini. ‘Orang tua aneh. Kok magrib-magrib minta sedekah. Tampangnya juga tak mirip pengemis’, rasa curiga timbul dalam hatiku.

Aku terdiam, sejenak. Terngiang ceramah pak ustadz malam kemarin. “Sedekah adalah keajaiban hati. Allah swt pasti membalasnya berlipat ganda dengan keajaiban pula!”

“Mana nak, mana sedekah untuk saya, kok malah diam!” Suaranya seperti memaksa. Pengemis itu menengadahkan tangannya di depan ku. Baru kali ini aku ketemu pengemis sebengal dan sekasar ini.

Ku celup saku celana. Uang yang keluar Rp 20.000, itu pun tinggal sehelai. Ku obrak-abrik lagi saku celana, berharap bisa ketemu uang receh koin. Pengemis itu memasang wajah memelas, berharap aku memberinya uang Rp 20.000 itu. Enak saja, ini uang buat makan besok!, bisikku dalam hati. Aku pergi ke kamar, mengambil uang dan kembali lagi, lalu memberikan uang koin Rp 500 bergambar burung garuda ke tangan pengemis tua itu.

“Kurang, nak!” tolak si pengemis.

“Sudah-sudah, itu sudah cukup!”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline