Lihat ke Halaman Asli

Menimbang Akal Sehat Hitung-hitungan ala Pertamina?

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13888181491757309357

[caption id="attachment_303807" align="aligncenter" width="426" caption="Foto; Kompas.com"][/caption] Lengkap sudah penderitaan kami-kami ini sebagai rakyat jelata mu, wahai negara. Sore kalo hujan lebat, kami kebanjiran. Malam harinya listrik padam tanpa sebab yang jelas. Besok pagi nya pergi di pasar, eh, sembako harganya selangit, jadi susah makan. Dan terakhir, disusul gas elpiji 12 kg dinaikan oleh PT Pertamina. Sudah harganya naik, stok pun langka di cari. Lengkap sudah! "Ya Tuhan, jangan naikan lagi harga gas elpiji ya. Please, Tuhan. Kami umat mu, sudah cukup menderita dengan kondisi saat ini." begitulah doa Mak Juleha dalam hati, si penjual nasi di warung dekat rumah kami. Portal Kompas.com, Kamis (2/1/2014), menurunkan berita soal kenaikan harga gas elpiji sebesar 68 persen ini. Beritanya klik di sini. Dalam pemberitaannya, Kompas.com menyebutkan bahwa negara mengalami ketekoran hingga Rp 6 trilyun pertahun, sebagai solusinya PT Pertamina pun 'terpaksa' menaikan harga gas elpiji 12 kg. Perlu di simak baik-baik. Mari kita cermati Hasil Keputusan PT Pertamina menaikan harga gas elpiji non subsidi 12 kg ini. Keputuan itu merupakan usaha PT Pertamina menahan laju kerugian negara akibat tingginya harga pokok LPG di pasaran, serta serangan dari anjloknya nilai tukar rupiah di bursa saham. Rinciannya sebagai berikut, harga elpiji ini naik beriringan dengan meningkatnya pemakaian elpiji non subsidi kemasan 12 kg tahun 2013 yang mencapai 977.000 ton. di sisi lain harga pokok perolehan elpiji rata-rata meningkat menjadi US$ 873, serta nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar.Artinya, ada keseimbangan yang tak normal pada harga masuk dan harga keluar gas elpiji itu, alias jual rugi. PT Pertamina membeli dengan harga pokok yang tinggi, lalu menjualnya dibawah harga pokok akibat turunnya nilai mata uang rupiah. Adanya selisih harga jual dan harga pokok ini menyebabkan Pertamina mengalami kerugian mencapai Rp 5,7 Trilyun. Ketika saya mencoba menganalisa. Walau ini hanya analisa dengan logika awam. Saya coba membaca logika akal sehat PT Pertamina dalam menghitung-hitung menaikan harga gas elpiji 12 kg. Inilah yang saya temukan: Pertama, Keputusan PT Pertamina ini merupakan tindak lanjut atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan hasil pemeriksaan pada bulan Februari 2013. PT Pertamina menanggung kerugian atas penjualan gas elpiji non subsidi selama tahun 2011 hingga oktober 2012 sebesar Rp 7,73 trilyun. BPK berpikir, ini adalah sebuah kerugian negara yang cukup besar. Kedua, dengan konsumsi Elpiji non subsidi kemasan 12 Kg tahun 2013 yang mencapai 977.000 ton, di sisi lain harga pokok perolehan Elpiji rata-rata meningkat menjadi USD 873, serta nilai tukar Rupiah yang melemah terhadap dolar, maka kerugian Pertamina sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 5,7 triliun. Kerugian tersebut timbul sebagai akibat dari harga jual Elpiji non subsidi 12 Kg yang masih jauh di bawah harga pokok. Harga yang berlaku saat ini merupakan harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yaitu Rp 5.850 per Kg, sedangkan harga pokok perolehan kini telah mencapai Rp 10.785 per Kg. Dengan kondisi ini maka Pertamina selama ini telah 'jual rugi' dan menanggung selisihnya. Ketiga, Pertamina mengakui telah mengalami kerugian penjualan gas elpiji kemasan 12 kg yang telah mencapai Rp 22 trilyun dalam enam tahun terakhir. Mereka juga mengaku terus mengalami kesulitan dalam mengembangkan bisnis perusahaan jika kejadian ini tidak segera dihentikan dan berlanjut di masa datang. Hal ini, tentu saja,  berdampak pada terganggunya pasokan kebutuhan gas bagi masyarakat. Keempat, Tak salah sasaran. Kondisi ini tak banyak berpengaruh pada daya beli masyarakat. Konsumen elpiji non subsidi kemasan 12 kg ini adalah kalangan menengah, dan kalangan atas. Sedangkan untuk kalangan ekonomi lemah dan rumah tangga, pemerintah sudah menyediakan LPG 3 kg dengan harga yang lebih murah. Umumnya masyarakat menggunakan gas elpiji 12 kg ini untuk kebutuhan selama 1 sampai 1,5 bulan. Kenaikan ini memberi dampak tambahan pengeluaran rumah tangga sampai dengan Rp 47.000 per bulan atau Rp 1.566 perhari-nya. Semoga PT Pertamina bisa membereskan hal ini sesegera mungkin, dan masyarakat tak perlu panik atau khawatir yang berlebihan. PT Pertamina juga perlu menetapkan kepastian harga agar tidak terjadi kebingungan dimasyarakat soal nilai harga gas elpiji 12 kg ini. Salam buat PT Pertamina dan pak Dahlan Iskan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline