Lihat ke Halaman Asli

[Untukmu Ibu] Mandelaku yang Cantik dan Berkulit Coklat

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

oneeyeddoll.storenvy.com

117. Syafiq

Untuk seseorang yang sangat mencintai ibunya...

Mama, sudah tiga bulan tidak kulihat wajahmu. Terakhir kali aku melihatnya ketika kau menangis di bandara J saat mengantarkan keberangkatanku ke Cina untuk meneruskan kuliah. Sesungguhnya aku tidak ingin menangis di hadapanmu, Ma. Tetapi justru matamu berkaca-kaca memandang ke arahku. Terlihat sekali ada sesuatu yang berusaha kau tahan dan tak kuat kau menahannya. Aku tak bisa tak ikut menangis melihat wajah sedihmu Ma.

Ingin sekali kuhentikan air mata itu, tetapi yang kurasai mataku malah ikut-ikutan basah. Aku hendak menghentikan langkah, menatap sekali lagi mama dan keluarga sebelum berpisah, tapi rasa-rasanya aku tak sanggup untuk sekedar mengucapkan sampai jumpai atau melambaikan tangan. Kuputuskan untuk terus berjalan menuju pesawat yang seperti tidak sabar menungguku masuk. Kutekan sedalam-dalamnya perasaan sedihku. Tidak bisa. Ia memaksaku menoleh sekali lagi, dan wajah sedihmu, adik-adik, bebek terlihat sekali lagi, ayah nampak tak terpengaruh suasana itu, ia tetap berwajah dingin, tak ada senyum, juga tak ada tangis di wajahnya. Ia mempunyai perasaannya sendiri.

“Aku berangkat semuanya...” Bisikku dalam hati “Juga, kamu yang ada di sana, aku berangkat. Doakan.”

Mengapa menangis Ma. Belum pernah kulihat sebelumnya matamu berkaca-kaca begitu. Bukankah mama sendiri yang jauh-jauh hari sudah membesar-besarkan hatiku agar tidak terlalu sedih saat waktu untuk berpisah ini tiba. Kan mama sendiri yang mendorongku berangkat ke Cina. Lalu mengapa menangis Ma? Mungkin memang perlu. Perasaan seorang ibu yang aku belum bisa menyusunnya dengan utuh dalam bayanganku. Betapa sayang kau padaku Ma, aku bisa menakarkanya dari airmatamu. Aku bisa merasainya dari sengguk tangismu.

Aku ingin sedikit bercerita dan menyampaikan keadaanku padamu. Sebagaimana kau mengenalku semenjak cerik tangis pertamaku ketika keluar dari rahimmu, aku baik-baik saja Ma. Pukul delapan malam aku sampai di Bangkok, Thailand. Perjalanan singkat yang melelahkan. Kalau biasanya naik angkot atau bis aku mabuk, untungnya begitu ketika naik pesawat. Aku tidak mabuk Ma. Hanya sedikit pusing. Kupikir wajar-pengalaman pertama.

Perasaan yang mengeroyokku saat pertama kali sampai di Bangkok adalah kangen. Kangen semuanya; keluarga, rumah, suasana, dan Eskiv. Pernah kuceritakan tentang Eskiv sebelumnya Ma? Kurasa belum, tapi adik-adik sudah begitu hebohnya menggunjingkannya di rumah. Sedikit banyak mungkin kau sudah tahu tentangnya. Akan datang waktu bercerita tentangnya, tapi bukan di sini.

Malam itu aku tidur di bandara. Jadwal keberangkatan ke kota C di Cina adalah jam tujuh pagi. Malam terasa sangat lama. Aku tidak bisa tidur nyenyak. Perasaanku tidak tenang. “Pagi, segeralah datang”. Tepat pukul tujuh pagi aku berangkat menuju kota C di Cina.

Kugunakan waktu yang panjang di pesawat untuk tidur. Tak bisa kunikmati hidangan yang disajikan pramugari. Perasaanku masih belum tertata. Aku masih sedih Ma. Perjalanan ini terasa sama lamanya dengan satu malam di Bangkok. Kalau bisa aku ingin terbang keluar jendela dan balik lagi ke rumah. Rasa-rasanya aku belum siap berpisah dengan semuanya. Setiap jamnya kulewati dengan menguap. Ya hanya menguap lalu terlelap lagi. Aku baru terbangun ketika roda pesawat mendarat di bandara International C. Meski sedih, ada perasaan lega juga. Aku sudah sampai.

Mama, pertama kali kuinjakkan kaki di bumi Confucius itu adalah saat-saat paling berkesan dalam hidupku. Kebahagiaan dan rasa syukur memenuhi hatiku. Aku coba kesampingkan kesedihan yang masih terus menguntit. Kakiku bergetar. Hampir saja aku rubuh. Pertama kalinya kuinjakkan kaki selain di negeri sendiri. Uh, angin bertiup membawa udara sejuk. Kupejamkan mata barang setengah menit. “Akan kujalani dua tahun kedepan di bumi ini”.

Cukup lama aku menunggu jemputan di bandara. Bosan. Tidak ada yang bisa kulakukan sekarang, selain melihat orang yang lalu lalang. Ah, tiba-tiba aku ingat kau mama, ketika melihat gadis kecil yang merajuk manja kepada ibunya. Minta digendong. Ibunya repot membawa tas kulit berwarna coklat di tangan kirinya, sementara tangan kanannya menenteng koper. Ia berusaha membujuk putrinya untuk mengerti. Tapi dasar anak-anak, dia semakin keras menangis. Akhirnya ibunya mengalah. Meletakkan tas dan kopernya kemudian menggendong putrinya. Putrinya tersenyum manis sekali. Ganti aku yang kemudian malah menangis. Kangen sama mama. Tiba-tiba begitu rindu.

Seorang laki-laki muda berbaju putih melambai-lambai kepadaku. Sepertinya dia orang Indonesia. Aku berjalan menghampirinya.

“Calon mahasiswa kampus C?” Tanyanya

“Ya, Masnya orang Indonesia?” Kataku cepat.

“Ya, aku yang bertugas menjemput mahasiswa dari Indonesia. Maaf kalau menunggu lama.”

Dengan mobil sedan hitam yang sudah cukup tua, aku menuju asrama kampus C. ternyata jarak dengan kampus sendiri tidak terlalu jauh. Sangat dekat malah. Cuma 200 meteran.

Ma, sudah pernah kuceritakan betapa besar kampus baruku? Betapa bagusnya kamar asramaku? Juga betapa sepinya hatiku waktu itu. Jie1 Agnes, teman sekamarku dari S yang seharusnya berangkat bareng terpaksa menunda keberangkatan karena sakit. Kan mama juga tahuu itu. Selama dua hari aku belum bisa memberi kabar untukmu. Maaf jika membuatmu cemas dan khawatir. Selama dua hari itu aku hanya berkutat di kamar. Menangis sesering-seringnya. Kenapa aku menjadi cengeng begini Ma.

Disini, saat ini, saat kutulis surat ini untukmu, pertama kali kurasakan tubuhku berada dalam sebuah tempat dengan suhu nol derajat. Dingin. Dingin sekali. Jaket hitam tebal yang kubeli seharga 150 yuan2 di supermarket tengah kota yang saat ini kupakai sedikit membuatku hangat. Juga syal di leher dan sarung tangan. Pohon-pohon yang bulan lalu masih ceria sekarang terlihat pucat. Jalan-jalan selalu basah dari pagi hingga sore hari. Matahari menghilang. Langit seolah tak pernah berubah dari warna abu-abu. Sungai di depan kampus terlihat menyeramkan. Berkabut. Air sungai juga mulai berubah menjadi es.

Saat bangun tidur untuk sholat subuh adalah waktu paling berat. Rasanya ingin terus berada dalam selimut, Ma. Tanpa kulit bersentuhan dengan air. Dirumah bagaimana Ma? Memang rumah sendiri, Indonesia itu paling nyaman. Suhunya selalu lebih hangat dibanding disini.

Aku sudah punya teman, Ma. Ada anak Kazakstan yang lucu. Namanya Bota. Umurnya baru 16 tahun. Tapi sikapnya sangat dewasa. Yang satunya bernama Anni. Asli cina, cantik, manis dan baik hati. Semakin lama semakin kukenal budaya Negeri ini. Negeri yang katanya menyimpan banyak sekali cerita-cerita yang membuat rakyatnya begitu bangga terlahir disini.

Ah, aku jadi ingat cerita mama tentang Mandela. Perjuang yang belum lama ini berpulang. Dia membuat ceritanya sendiri dan membuat rakyatnya bangga menjadi orang Afrika Selatan.

Perlahan aku mulai sadar. Tak seharusnya aku terus bersedih. Tak seharusnya begitu. Barangkali memang aku terlalu mendramatisir keadaan. Aku terus memikirkan hal-hal yang membuat kawatir diriku sendiri semanjak menginjakkan kaki di sini.

Terimakasih Ma, untuk semangat yang terus-menerus kau berikan. Kan mama masih ingat pernah bercerita tentangnya? Cerita tentang Mandela itu seperti bermukim dalam diriku sampai sekarang.

Terbayang 27 tahun dilewati Mandela dalam penjara, melewati masa selama itu dengan tindak rasisme yang setiap hari diterimanya. Itu harga untuk sebuah cita-cita yang diperjuangkannya.

Aku tak perlu melalui itu semua. Aku tak perlu tinggal di penjara dengan kesedihan yang begitu berat macam itu. Betapa malunya aku kepada Mandela, Ma. Aku menangis hanya karena perpisahan ini, sedang Mandela tetap tegar menghadapi semuanya dan tak pernah tertakhlukkan jiwanya.

Di Pulau Robben, tempat dimana Mandela dipenjara. Disana ia menemukan seorang kawan bernama inspirasi dari sebuah puisi karya William Ernest Henley berjudul Invictus. Dan aku menemukan inspirasi macam itu dalam diri mama.

...

I am the master of my fate:

I am the master of my soul

“Ma, boleh kupunyai cita-cita semulia Mandela?” Tanyaku suatu ketika padamu.

“Tentu saja sayang. Dan mama akan selalu mendampingimu” Jawabmu tersenyum, sambil mengelus kepalaku lembut. Saat-saat seperti itu membuat jiwaku terasa begitu damai, Ma.

Tak akan kusia-siakan dua tahun di C. Saat pulang nanti. Ingin kubawa oleh-oleh seperti yang dibawa Bung Karno, Bung Hatta, Haji Agus Salim dan yang lain-lain saat dulu belajar di negeri Belanda. Mereka semua membawa sesuatu untuk disumbangkan kepada bangsanya. Tidak berlebihan kan Ma, kalau misalnya aku ingin menjadi Kartini masa kini?

Kesempatan belajar di negeri orang ini amat berharga. Karena mama. Apa yang dapat kulakukan untuk bangsa tercinta? Terus terang aku belum tau Ma. Saat ini baru sebatas mimpi dan cita-cita. Entah nanti sesuatu itu kecil atau besar, yang terpenting adalah aku tidak menjadi manusia yang sia-sia. Hidup sekali dan sia-sia itu kesialan yang menyedihkan.

Sebentar lagi aku ujian. Doakan ya Ma. Semoga semuanya lancar.

Mama, Mandelaku yang cantik dan berkulit coklat. Sungguh, tanpa engkau sedikitpun tiada ada artinya aku. Bagiku kau api yang berikan hangat begitu kuat pada beku nadi3.

Bantu aku menjaga cita-citaku itu dengan rimbunnya doa-doamu. Maafkan kalau seringkali membuatmu jengkel dan sedih. Sebandel-bandelnya aku, kau selalu tetap sayang padaku.

Ingin kutulis surat sepanjang-panjangnya buatmu. Tapi untuk sekarang cukup ini dulu ya. Ohiya Ma, banyak teman yang ngajak foto bareng aku. Mungkin karena aku berjilbab jadi mereka tertarik, mungkin juga aku satu-satunya mahasiswa di kampus yang berjilbab. Dari ribuan mahasiswa dari penjuru dunia. Selain itu aku juga cantik kan’ Ma? Hmm. Juga waktu di supermarket, di jalan, di rumah sakit waktu jenguk teman, banyak orang yang minta foto bareng.

Semoga mama sekeluarga senantiasa dijaga olehNya.

21 Desember 2013, C, Cina

___

1. Kakak perempuan (mandarin) 2.1 yuan sama dengan Rp. 2018 3. Lirik dalam salah satu lagu Iwan Fals berjudul ‘Emak’___sumber gambar: oneeyeddoll.storenvy.com___Baca karya temen-temen lain disiniGabung di facebook Fiksiana Community




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline