Dilansir dari Kompas, Kementerian Koperasi dan UMKM juga akan menargetkan setidaknya ada 10 Juta unit UMKM yang teregistrasi dalam sistem OSS di akhir tahun 2023. Data ini akan terus mengalami perubahan seiring dengan kenaikan jumlah UMKM yang mendaftar di OSS.
UMKM terus menjarah dunia perekonomian, namun hal ini justru bukanlah merupakan suatu hal yang negatif karena menurut Laporan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) mencatat pada 2022 kontribusi UMKM mencapai 60,3 persen terhadap PDB dan mampu menyerap 97 persen tenaga kerja di Indonesia. Yang artinya jumlah angka pengangguran pun menurun akibat tinggi nya daya tarik masyarakat untuk memulai usaha mikro ketimbang mencari pekerjaan. Sulitnya mencari pekerjaan dan ketidak inginan untuk bekerja di bawah tekanan menjadi faktor mereka lebih memilih untuk membuka usaha mikro. Hal ini jelas terjadi di lingkungan sekitar saya karena mulai membludak nya para pedagang usaha mikro, bahkan taman di lingkungan saya pun menjadi sasaran tempat untuk para pedagang memulai usaha nya.
Tentunya harapan mereka semua pun sama menjadi UMKM, yaitu mencari rezeki. Namun tak semua para pelaku UMKM itu pun selalu ramai didatangi pembeli, ada kala nya atau pun beberapa dari mereka yang seringkali mengeluh kan sepi nya dagangan mereka. Dari terjadinya hal tersebut sudah seharusnya para pelaku UMKM berbenah dan mencari solusi terbaik agar dagangan/usaha mereka tidak sepi dan pada akhirnya gulung tikar. Lalu saya memiliki beberapa program melalui pendekatan ilmu sosial untuk para pelaku UMKM agar setidaknya meminimalisir usaha nya yang sepi
1.Melakukan pemberdayaan para pelaku UMKM
Seperti permasalahan di atas, kurangnya ide, pemikiran, dan inovasi bisa menjadi momok menakutkan yang berakibat sepi nya pembeli yang berakhir usaha gulung tikar. Jadi pemberdayaan disini yang saya usulkan yakni berupa penyuluhan dan pelatihan untuk membuat inovasi terbaru agar dapat bersaing di dunia pasar. Seperti inovasi dalam bidang teknologi, gaptek atau gagap teknologi seringkali menjadi permasalahan pada orang tua yang tidak mengikuti perkembangan zaman.
Di zaman modern seperti ini teknologi sangat diperlukan mengingat banyaknya pesaing muda dalam dunia bisnis yang istilah nya lebih 'jago' dalam berselancar di dunia maya. Permasalahan di kalangan orang tua ini lah yang harus di atasi, jadi pemberdayaan disini dapat dilakukan sosialisasi untuk melakukan promosi melalu sosial media. Pertama dengan mengadakan penyuluhan tentang pentingnya mengikuti perkembangan teknologi lalu diikuti dengan pelatihan untuk mempromosikan jualan di sosial media. Namun tak hanya sebagai promosi, pelatihan ini pun juga mengajarkan para pelaku UMKM agar mencoba untuk berjualan melalu e-commerce, misalnya pelaku UMKM penjual pecel lele, ajarkan lah dengan berjualan lewat gofood, grabfood ataupun shopee food. Yang diharapkan nya target pasar nya pun tidak hanya orang di lingkungan sekitar penjual, namun dapat menyeluruh di luar lingkungan.
2.Peningkatan akses pembiayaan berupa KUR
Terkadang para pelaku UMKM seringkali kesulitan dalam membuat inovasi ataupun gebrakan baru karena terhalang nya modal, lalu program yang saya usulkan disini yakni peningkatan akses pembiayaan berupa pinjaman kredit KUR (Kredit Usaha Rakyat). KUR disini berarti pinjaman dengan bunga rendah, karena bertujuan untuk memperkuat kemampuan permodalan usaha dalam rangka pelaksanaan kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM.
Dengan dua program yang telah disebutkan tentunya saya berharap para pelaku UMKM dapat membuat inovasi terbaiknya tanpa kekurangan dana demi mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H