Lihat ke Halaman Asli

Dampak Perburuan Liar serta Kekacauan Ekosistem yang Dihadapi

Diperbarui: 20 Desember 2020   14:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumberfoto : Erni Suyanti (Liputan6.com)

Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia atau makhluk hidup yang mempunyai hubungan timbal balik serta saling mempengaruhi antara satu komponen dengan komponen lainnya. 

Berdasarkan UU no 32 tahun 2009, lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, serta makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.  Manusia termasuk bagian dari alam yang memiliki tugas menjaga keseimbangan ekosistem untuk keberlangsungan hidupnya.

Eksploitasi serta perburuan liar yang besar tanpa memikirkan efek buruk yang menyebabkan rusak nya lingkungan dan terganggunya ekosistem alam yang secara langsung berdampak negative pada kehidupan manusia. Dalam upaya perlindungan dan pengolahan konservasi keanekaragaman hayati serta ekosistemnya, salah satu pilar penting merupakan perlindungan terhadap spesies satwa serta tumbuhan liar. Adanya spesies endemik dalam satu kawasan konservasi ataupun kawasan lainnya dapat menjadi suatu indikator bahwa perlindungan serta pengelolaan kawasan tersebut berjalan dengan baik serta berkelanjutan. Negara Indoneia dikenal dengan negara mega diobersity. Catatan pusat monitoring konservasi dunia ( the World Conservation Monitoring Centre) memaparkan bahwa kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia antara lain 3.05 spesies amphibi, burung, mamalia dan reptile. Terdapat 31,1 % diantaranya endemik atau terdapat di Indonesia, dan 9.9 % nya terancam punah. Hasil dari kepunahan ini didapat dari tingkat perburuan liar yang tinggi di negara Indonesia sendiri.

Secara structural, ketentuan ekosistem terdapat dalam suatu keseimbangan tertentu, keseimbangan selalu dinamis, perubahan itu bisa berubah secara besar-besaran atau terkadang kecil. Keseimbanagn dapat terganggu jika komponen abiotik, biotik dan manusia dalam suatu ekosistem terganggu. Saat ini ancaman kepunahan terhadapa satwa diakibatkan oleh ekploitasi perburuan liar terhdap satwa menjadi ancaman kepunahan beberapa jenis spesies langka, dalam catatan WWF-Indonesia, sejak tahu 2012 terdapat 36 individu gajah dewasa ditemukan mati di kawasan hutan provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disebabkan oleh mayoritas gajah-gajah tersebut diracun untuk diambil gadingnya sebagai barang yang diperdagangkan. Sedangkan jumlah gajah yang mati karena perburuan liar adalah 208 individu dalam kurun waktu tahun 1999-2015.

Kejahatan yang diakibatkan manusia akibat perburuan satwa liar telah menimbulkan kerusakan yang amat besar mencakup kerusakan ekosistem yang berdampak pada pemutusan rantai makanan yang disebabkan kejahatan perdagangan dan peredaran satwa liar yang seharusnya menjadi organisme penyeimbang ekosistem rantai makanan. Ketika hewan predator yang berada di tingkatan konsumen tersier mulai kehilangan mangsanya, tentu rantai makanan menjadi acak dan tidak terorganisir, sehingga banyak hewan buas yang masuk ke kawasan perumahan warga dan mencari hewan ternak yang dijadikan penghasilan utama warga, hal ini juga mengancam jiwa hewan predator itu sendiri. Hal sebaliknya, ketika hewan yang menjadi predator tingkat konsumen tersier di alam liar mengalami penyempitan jumlah populasi, akan menyebabkan populasi satwa yang ada di tingkatan trofik bawahnya tidak terkontrol proses rantai makanan nya, sehingga kelebihan populasi yang tak terkendali juga dapat berujung rusaknya ekosistem karena ketidak seimbangan habitat yang ditimbulkan.  Pertumbuhan yang tak terkontrol terhadap populasi yang dikacaukan manusia ini akan menyebabkan antar spesies hasil introduksi itu bersaing, memangsa atau malah bisa memparasiti spesies-spesies satwa endemik.

Lalu perburuan liar juga menimbulkan kepunahan spesies endemik, Penghancuran habitat memengaruhi lebih dari 85% burung, amphibi dan mamalia yang terancam punah. International Union for the Conversation of Nature (IUCN) mengumpulkan hasil dari pengkajian saintifik terkait status konservasi spesies-spesies di seluruh dunia pada tahun 2015. Hasilnya anatar lain, kira-kira 13% dari 10.004 spesies burung dan nyaris seperempat dari 4.667 spesies mamalia yang dikaji terancam punah dan kira-kira 40% dari semua spesies amphibi berada dalam bahaya kepunahan. Bahaya kepunahan yang terjadi pada spesies akan menciptakan ketidak seimbangan alam terhadap habitat hutan dalam populasi satwa liar. Keaekargaman spesies tidak akan tercipta dan interaksi antar spesies berkurang, sehingga ekosistem yang berjalan tidak akan terjadi. Tindak kejahatan terhadap perdagangan serta peredaran satwa liar yang dilindungi di Indonesia diancam hukuman, tercantum dalam pasal 40 UU No.5/1990 dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun serta denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Apabila perbuatan itu dilakukan dengan kelalaian ancaman hukuman ddengan pidana kurungan paling lama 1 tahun serta denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Apabila putusan-putusan pengadilan akan kejahatan terhadap satwa liar tidak mempertimbangkan aspek dari dampak ekologi, dalam jangka waktu yang tidak lama lagi, satwa-satwa liar endemic akan punah dari Indonesia. Dampak terbesar akan menimpa bangsa Indonesia dan juga masyarakat dunia.

Sumber :

Erni Suyanti (Liputan6.com)

jhli.icel.or.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline