Meski tidak lagi hangat di media sosial, tapi polemik Program Kartu Pra Kerja yang sudah berjalan belakangan tetap berlangsung, khususnya di kalangan arus bawah. Tidak sedikit yang mengeluhkan proses dan pengelolaan program ini dinilai sekedar “iming-iming” pemerintah.
Kritikan, cercaan, cibiran dan ketidak percayaan masyarakat terhadap tujuan program Kartu Pra Kerja yang diluncurkan pemerintah pusat, justru menjadi kekhawatiran dan ketidak jelasan para peserta (pendaftar) yang sampai saat ini belum ada kepastian. Banyak pihak yang meminta agar program ini dihentikan karena tidak lagi punya manfaat bagi masyarakat.
Dalam pemberitaan; Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut; pemerintah sengaja memasukkan program Kartu Pra Kerja ke dalam sederet kebijakan Jaring Pengaman Sosial. Sebab wabah COVID-19 sudah menghantam seluruh sektor usaha yang berpotensi menimbulkan badai PHK.
Oleh karena itu program ini dimodifikasi fungsinya untuk sementara waktu. Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan para pekerja yang terkena PHK maupun dirumahkan sekaligus memberikan bantuan sebesar Rp 600 ribu per bulan selama 4 bulan
Paling tidak umpan (sebut: iming-iming) ini seolah-olah akan menyelesaikan masalah korban PHK. Menurut pemberitaan hingga 12 Mei 2020 jumlah tenaga kerja yang dirumahkan maupun terkena Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK) mencapai 1.722.958 orang.
Tentu yang ini hanya tampak dalam data wilayah perkotaan. Namun sebetulnya bila disisir lebih dalam lagi kemungkinan jauh lebih banyak lagi. Bayangkan para pekerja dari daerah-daerah dengan pengelolaan usaha yang secara tradisional juga tidak luput dari problem ini. Ini masih belum para pengangguran yang juga ikut berlomba dalam perebutan Kartu Pra Kerja.
Proses Kartu Para Kerja yang Tak Jelas.
Bila membaca sejumlah komentar di media tentang program ini, kerap jadi risih. Banyak pihak yang juga mendaftar dan terdaftar sebagai bagian dari program ini, dari gelombang I, II dan seterusnya ternyata masih terhambat karena tidak ada tindak lanjut, baik untuk pelatihan maupun bantuan senilai Rp. 600 ribu perbulan. Bahkan ada yang telah melengkapi data namun dihentikan begitu, tanpa kelanjutan.
Salah satunya, salah seorang korban Covid 19, yang sejak awal dibuka program ini telah mendaftarkan diri dengan harapan mendapat bantuan pemerintah lewar Kartu Pra Kerja, minimal bisa mengangkis hidupnya yang terpuruk, lantaran modal usaha yang dapat pinjaman dari bank tidak lagi bisa dikembalikan.
Ia bercerita, awal dibukanya program ini, 11 April 2020, ia lolos masuk pada Gelombang I. Namun setelah ditunggu ternyata dinyatakan tidak lolos dengan pesan “ Kamu masih belum berhasil: ( pendaftaran pada gelombang pilihanmu sudah memenuhi kuota, klik gabung pada gelombang lain yang tersedia dibawah …..”
Dengan ketidak lolosan itu, ia masih punya harapan, sebagaimana pesan “tidak perlu daftar lagi”, tentu bisa masuk pada Gelombang II. Setelah sekian waktu menunggu, Gelombang II muncul (27 April 2020), dan selanjutnya melengkapai data nomer rekening Bank BNI dan persiapan mengikuti pelatihan.