BUPATI!!!BIARKAN GARUT DIJAJAH KOREA. Itulah ungkapan kekecewaan warga perum Qoryah Thoyyibah Muhammadiyah kepada bupati Garut, Rudy Gunawan yang kabarnya akan melakukan peletakan batu pertama pembangunan pabrik sepatu. Puluhan warga, melibatkan ibu dan anak-anak berlangsung sejak jam 13 Kamis (28/8) menunggu bupati yang akan lewat jalan raya Garut-Bandung. Tepat depan mulut gerbang perumahan samping Pom bensin Tutugan, Leles mereka berpanas-panasan.
Rasa kecewa mereka tercetus dalam orasi dan berbagai tulisan dalam aksi. Bukan hanya bupati yang jadi sasaran aksi protes warga. Tetapi juga PT Changshin Reksa Jaya milik bangsa Korea jadi gugatan mereka. Bahkan nada kekecewaan tampak orasi dan tulisan "Changshin Arogan", "PT Changshin Hengkang Atau Kami yang Hengkang?!".
Lebih serem nada keras warga aksi menyatakan "BUPATI!!! BIARKAN GARUT DIJAJAH KOREA."
Setelah beberapa jam menunggu bupati yang baru dilantik 10 bulan ini, jam setengah tiga mobil bupati tampak datang. Secara cepat warga menghadangnya sehingga mobil sempat berhenti, mereka meminta bupati turun dan berdialog. Karena pengamanan dari kepolisian Garut setelah insiden beberapa menit itu mobil bupati dipersilahkan warga untuk menuju lokasi proyek.
Aksi protes warga sebagai luapan kekecewaan bahkan kemarahan karena mereka merasa diabaikan oleh sikap bupati yang dua bulan ini menagih janji kelanjutan aksi penolakan sejak bulan Juni. Surat yang ditujukan pada bupati tanggal 3 Juli dan 18 Agustus, diabaikan begitu saja oleh bupati.
Kegeraman warga pun ditujukan kepada PT Changshin karena perusahaan milik Korea itu bersikap arogan, tidak mengindahkan permintaan bupati alam surat bernomer 530/1548/BPMPT pada poin 5 yang menyebutkan pihak PT Changshin diminta terus melakukan sosialisasi pada masyarakat sekitar lokasi proyek dan negosiasi pembebasan tanah/bangunan dengan pihak perumahan Qoryah Thoyyibah.
Ketidakseriusan bupati dalam mendengar dan menindaklanjuti aspirasi rakyat yang sudah tiga bulan bahkan sudah melakukan audiensi dengan DPRD Garut ini yang menimbulkan kecewa warga. Mereka menilai dalam satu urusan seperti ini saja bupati tidak serius menyelesaikannya, bagaimana kinerja bupati ke depannya?
Seorang warga, Susan (30) dengan nada keras menyatakan," PT Changshin yang Hengkang atau Kami yang hengkang?!". Ketidakseriusan sikap bupati dinyatakan pula oleh Wawan.
Selain orasi, para demonstran ini membagi-bagian PERNYATAAN AKSI PENOLAKAN. Diantaranya menyatakan Menuntut PT Changshin melakukan proses negosiasi dengan warga melalui Forum Warga seperti diinstruksikan bupati. Jika terus memaksa diresmikan proyek ini, berarti PT Changshiun telah melanggar hukum karena mengabaikan permintaan bupati tsb.
Tuntutan lainnya menuntut bupati berperan aktip, serta menuntut jaminan keselamatan keamanan dari PT Changshin dan pemerintah Garut atas dampak yang akan terjadi di masa depan yaitu banjir, longsor, Darurat Air bersih, Limbah dan dampak lingkungan lainnya akibat pabrik yang direncanakan seluas 40 Ha itu.
Dengan tegas tokoh masyarakat, Ketua Forum Warga sekaligus Koordinator Aksi Solihin (56) menyatakan," KAmi tetap menuntut pemberhentian proyek ini. IMB proyek pabrik initak boleh dilakukan sampai jelas sikap PT Changshin dengan seluruh masyarakat yang akan merasakan dampak kerusakan lingkungan akibat pabrik." Solihin yang selama tiga bulan terus mengawal aksi penolakan inidengan tegas mengatakan," Sikap arogan PT Changshin menunjukan bentuk penjajahan atas rakyat."
Antusias warga melakukan aksi damai ini karena mereka takut sekali dengan resiko masa depan berkepanjangan. Karena lokasi pabrik ini bukan sekedar disewa tapi dibeli oleh PT Milik bangsa Korea ini. Sementara tempat tinggal mereka yang aman dan nyaman selama bertahun-tahun ini terancam sebab lokasi proyek ini berdempetan langsung dengan perumahan. Awal rekasi penolakan pun karena terjadi getaran hebat dirasakan warga pada 8 Juni lalu. Lokasi perumahan seluas 3 Ha ini dikepung oleh proyek pabrik yang luasnya 40 Ha dengan bentuk tapal kuda.
Meskipun kecewa karena tak bisa berdialog dengan bupati.
Warga bubar pada sore hari. Koordiantor aksi menyatakan," Tak apa-apa tak terjadi dialog hari ini (28/8), karena kami pun sudah ada agenda lanjutan untuk bisa bertemu bupati pada (2/9). Dan kami warga sudah meminta dampingan hukum kepada Pimpian Daerah Muhammadiyah Garut dan Majelis yang membidanginya." Hal ini dikarenakan perumahan Qoryah Thoyyibah ini ada di bawah binaan organisasi Muhammadiyah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H