Indonesia mengoptimalkan kepercayaan Myanmar dan dunia internasional menyalurkan bantuan kemanusiaan ke warga muslim Rohingya. Pemerintah melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi Senin (4/9) kemarin bertandang ke Myanmar bertemu pemimpin sipil State Counsellor Myanmar Daw Aung San Suu Kyi.
Ada dua langkah cepat pemerintah Indonesia menjalankan prinsip kebijakan politik luar negeri bebas aktif. Pertama langkah diplomasi dengan berdialog dengan pemangku kebijaka di Myanmar dan kedua, penyaluran bantuan kemanusiaan. Langkah diplomasi pemerintah Indonesia bahkan mendapatkan sorotan dunia internasional. Sementara pemerintah Indonesia dengan beberapa organisasi kemasyarakatan (Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar/ AKIM) terus menggalang bantuan kemanusiaan untuk disalurkan ke korban konflik yang terjadi di Rakhine State, Myanmar.
Diplomasi Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi membawa formula 4+1 untuk Rakhine State yakni mengembalikan stabilitas dan keamanan; menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan; perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhinne State tanpa memandang suku dan agama; dan pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan kemanusiaan. Serta 1 elemen adalah pentingnya agar rekomendasi laporan Komisi Penasehat untuk Rakhine State segera diimplementasikan. AKIM sendiri berkomitmen membawa bantuan senilai US$ 2 juta berbentuk pendidikan, kesehatan, ekonomi dan relief.
Formula yang dibawa merupakan hasil dari diskusi panjang dengan semua elemen bangsa. Disini letak kedewasaan diplomasi Presiden RI Joko Widodo yang tidak sombong. Pelibatan stakeholder organisasi kemasyarakatan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan 10 ormas lainnya diberikan kesempatan memberikan pandangan dan masukan penyelesaian konflik yang terjadi di Rakhine State yang konon mempunyai kekayaan sumber daya alam melimpah.
Agar tidak sesat melihat yang terjadi menimpa saudara-saudara sesama manusia di Rakhine State harus membaca dan mengetahui secara mendalam sebab dan musabab terjadinya konflik sampai militer turun senjata. Paling jelas konflik terjadi bukan berlatar agama, Budha vs Islam. Ini menjadi bahan bakar kelompok saracen yang marak tersebar di dunia maya, bahkan sampai menipu Mantan Menkominfo TS yang salah mengunggah foto hoaks.
Penulis salut dengan usul Sekretaris Jenderal PBNU Kang Helmy Faishal Zaini yang mengatakan saat ini yang paling penting adalah bantuan kemanusiaan. Artinya, langkah diplomasi Menlu RI dilanjutkan dengan mengirim bantuan kemanusiaan para korban konflik Rohingya. Ikut mencerahkan dan membangun empati kemanusiaan masyarakat di Indonesia.
Copot Gelar Nobel Perdamaian Aung Sang Suu Kyi
Tokoh dunia sekelas Aung Sang Suu Kyi yang juga sebagai Conselor state harusnya bisa berbuat banyak. Persekusi yang dialami muslim rohingya pernah ia alami saat berjuang untuk demokrasi Myanmar. Namun mata dunia terbuka bahwa kenyataannya tokoh peraih nobel perdamaian dunia didaerahnya justru terjadi kejahatan kemanusiaan.
Untuk itu berbagai gerakan masyarakat dunia meminta majelis nobel untuk mencabut gelar nobel yang diberikan ke Aung Sang Suu Kyi. Hal itu tidak akan menciderai kewibawaan majelis nobel, justru akan memberikan kehormatan bahwa gelar nobel tidak abadi bisa dikoreksi.
Penulis secara pribadi menyayangkan tokoh peraih nobel tidak bertindak walau hanya menyampaikan statement hentikan penggunaan kekerasan atau persekusi. Meskipun kondisi sosial dan politik dalam negeri Myanmar tidak diketahui secara pasti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H