Lihat ke Halaman Asli

Terima Kasih Timnas U-19

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14132734911725965154

[caption id="attachment_328986" align="alignleft" width="300" caption="Tim "][/caption]

Tim nasional Indonesia under 19 (Timnas U-19) sudah tersingkir dari pentas Piala Asia U-19 di Myanmar. Meskipun menyisakan 1 pertadingan melawan Tim Uni emirat Arab, Timnas dipastikan pulang lebih awal. Evan Dimas dkk tergabung dalam grup B bersama Australia, Uzbekistan dan Uni Emirat Arab. Fase penyisihan Indonesia kalah 3-1 dengan Uzbekistan dan 1-0 dari Australia.

Entah kenapa, dalam gelaran Piala Asia U-19 ini kemampuan Evan Dimas dkk "tidak tampak". Penulis menduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi, grogi (nervous) atau kecapekan. Jika grogi, kita memahami karena 20 tahun lebih kita absen dalam Piala Asia U-19. Maka mafhum jika pemain mengalami rasa grogi pertama tampil di pentas internasional. Lantas apa guna pertandingan persahabatan dengan klub sepakbola Eropa dan pertandingan pra Piala Asia U-19 (piala Sultan Brunei) ? Tetap berguna, namun perlu diingat sangat berbeda aura pertandingan persahabatan dengan pertandingan sesungguhnya. Semua atlet akan merasakan aura pertandingan persahabatan berbeda dengan sesungguhnya. Dari situ juga bisa menimbulkan rasa capek baik fisik maupun mental. Bisa dibayangkan mereka menjadi tempat bergantung bangsa Indonesia. Memikul beban harapan 230 juta rakyat Indonesia tidak mudah dan sangat berat. Meskipun pelatih menyarankan agar bermain lepas tanpa beban. Pemain dan jajaran pelatih timnas U-19 juga menyadari bahwa sepakbola Indonesia sedang dalam kondisi terpuruk.

Tidak perlu, kita mencari kambing hitam dan menyalahkan timnas U-19. Kita tetap harus mengapresiasi mereka yang sudah berjuang demi nama bangsa. Sebagai bangsa juga sudah saatnya kita menghargai sebuah proses. Timnas U-19 memberikan banyak pelajaran mulai dari tergalinya bakat terpendam anak bangsa dari seluruh pelosok nusantara, proses menyatukan dalam sebuah tim dan spiritualitas pemain. "Pasukan sujud syukur" bukan untuk pamer tetapi mengajarkan pada kita semua akan kehadiran Tuhan. Setiap melakukan gol atau selesai pertandingan mereka melakukan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Evan Dimas dkk masih berusia 18-19 tahun dari latar belakang budaya, sosial, agama yang berbeda, wujud bhineka tunggal ika yang nyata. Kita harus terus memberikan dukungan untuk mereka dan memberikan wadah turnamen yang bersih. Mereka harus dijauhkan dari kontaminasi perpecahan dan permusuhan antar klub seperti sekarang. Bahwa sebuah tim sepakbola perlu disiapkan bukan selalu berharap keajaiban untuk menjadi tim pemenang. Tim perlu dibangun dengan kejujuran, bukan mengkorupsi dengan titipan. Penulis yakin jika Timnas U-19 dipertahankan dengan memberikan wadah yang tepat di kompetisi lokal, tinggal menunggu waktu untuk menuju pentas piala dunia. Begitu pun di sektor lain, perlu menghargai proses untuk membangung bangsa dengan menajemen yang tertata. Bukan bongkar pasang tidak karuan dengan rasa like dan dislike seperti yang terjadi dewasa ini. Pelajaran berharga dari Timnas U-19, sebuah proses yang panjang dan tidak instan. Terima kasih Timnas U-19.

(sumber foto: tribunnews)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline