Lihat ke Halaman Asli

Spirit Ramadhan Bagi Umat Muslim Tanah Air

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Memasuki Bulan Ramadhan umumnya umat muslim telah mempersiapkan diri
jauh hari sebelumnya. Dari mulai bersih-bersih  rumah, bahkan kadang
sampai memindahtempatkan beberapa perabot rumah tangga agar suasana
rumah lebih terasa fresh dan kondusif untuk menyambut bulan suci. Dan
karenanya ibadah yang dilaksanakan menjadi terasa lebih ringan serta
enjoy. Tidak terasa berat karena suasana rumah yang berantakan ataupun
kotor. Memang, Ramadahan selalu memberi nuansa tersendiri bagi umat
muslim. Meskipun sehari-harinya keadaan dan lingkungan rumah selalu
rapi dan bersih, Tapi terasa ada suasana yang menspirit untuk
menjadikan lebih baik lagi dan lebih kondusif lagi.

Tidak hanya soal kebersihan dan ketenangan suasana rumah yang jadi
perhatian. Namun juga fisik dan mental. Karena bagi umat muslim,
ibadah Ramdahan mungkin merupakan ibadah yang terberat dan sangat
kental dengan aturan-aturan agama agar nilai-nilai ibadah menjadi
sempurna dan sebisanya tiada kesalahan yang dilakukan untuk mencapai
apa yang dinamakan dengan istilah KEMENANGAN.
Sebenarnya makna kemenangan disini biasanya tergantung dari persepsi
masing-masing orang bagaimana menginterpretasikannya. Namun bila kita
lihat dari sudut pandang agama, makna kemenangan yang dimaksud
tentunya lebih kepada mampu mengendalikan hawa nafsu dari segala
perbuatan yang dilarang agama, dan tetap bertahan untuk selalu dijalan
yang telah ditetapkan. Puncak dari perjalanan tersebut adalah Hari
Raya Kemenangan, yaitu Idul Fitri. Di negara kita umumnya lebih
dikenal dengan istilah Lebaran.

Lalu bagaimana agar umat muslim mampu mengkondisikan dirinya dalam
memasuki bulan full ibadah tersebut. Tentunya tidak semua orang mampu
melakukannya dengan sesempurna aturan agama. Maka niat dan spirit
sebaiknya lebih dulu diutamakan. Bukankah Nabi besar Muhammad SAW,
dalam salah satu Hadistnya yang terkenal, pernah bersabda, bahwa
segala sesuatu tergantung niatnya.
Maka kalau dilihat makna sabda Nabi tersebut sudah jelas, bahwa niat
merupakan fondasi utama dalam melakukan apapun, termasuk ibadah
Ramadhan. Tak perduli bagimanapun situasi dan kondisinya, bagi umat
muslim yang beriman, ibadah puasa seberat apapun haruslah tetap jalan.
Karena merupakan perintah dari Tuhan. Apalagi dalam salah satu
firmannya, Allah SWT juga sudah mewanti-wanti kepada hamba-NYA, bahwa
puasa itu adalah untuk-KU. Dan AKU sendiri yang akan membalas-NYA.

Terlepas dari soal makna religinya, sebenarnya ibadah puasa mengandung
spirit khusus, yakni spirit untuk saling berempati dan berbagi. Lewat
puasa, kita diajar untuk menahan segala hasrat yang mungkin selama ini
mudah saja bagi kita untuk mendapatkannya.
Misalnya dalam hal makan dan minum. Bagaimana kita yang sehari makan
tiga kali sehari dengan menu utama, selama satu bulan ini harus mampu
kita tahan, kita tekan dengan segala keikhlasan dan kesabaran hati.
Termasuk kebiasaan  lainnya seperti merokok, ngemil, jajan dsbnya.
Lebih utama lagi adalah, belajar untuk mengasah jiwa(batin). Tidak
mudah marah, bergunjing, bercanda keterlauan, mengejek dan mengumpat
orang lain, serta memendam perasaan denngki dan dendam.
Dalam soal makan minum, juga kita diajar bagaimana makna berdisiplin
soal waktu makan selama ibadah Ramadhan. Apa saja yang sebaiknya harus
kita makan agar hasil puasa kita menjadikan tubuh lebih fit dan
energik. Tidak lantas loyo karena asal makan, asal berbuka. Apa saja
dimakan. Bagi mereka yang kekurangan, mungkin hak ini masih bisa
dimaklumi. Karena tidak punya pilihan lain selain apa yang ada. Tapi
bagi mereka yang mmapu, apa salahnya untuk memperhatikan pola makan
yang lebih sehat? Agar pembersihan toksin dalam tubuh selama puasa,
juga dapat maksimal dengan dibantu cara makan kita dan juga pemilihan
bahan makanan. Termasuk seberapa banyak yang harus diasup. Yang
tentunya berbeda dengan kebiasaan kita makan minum sehari-hari.

Kebiasaan makan kita sehari-hari umumnya tak terkontrol dengan baik.
Maka kadang kita tak sadar sudah makan lebih dari tiga kali sehari.
Selain tugas organ pencernaan menjadi lebih berat karena kemasukan apa
saja yang kita makan, jiwa kitapun bisa menjadi tidak peka. Lewat
puasa, kita mengajarkan raga dan jiwa untuk bermeditasi.

Karena jiwa yang peka biasanya dihasilkan dari keprihatinan.
Keprihatinan yang dimaksud bukan hanya sebatas faktor ekonomi. Tapi
juga karena dari hasil latihan yang bersifat kebatinan. Melatih batin
salah satunya adalah lewat jalan berpuasa. Ingat dengan kisah-kisah
orang dahulu kala yang suka melakoni berbagai jenis puasa?
Misalnya ada leluhur kita yang suka melakoni puasa sesuai adat
istiadatnya. Seperti puasa mutih (hanya makan nasi dengan garam),
puasa Ngrowot (hanya makan umbi-umbian) atau puasa Pati Geni (menjauhi
cahaya dari luar).Biasanya lakon puasa seperti ini banyak dilakukan
oleh mereka yang berasal dari suku jawa atau sunda penganut kejawen.
Atau umat diluar kejawen yang ingin mencobanya. Apapun niatnya, yang
jelas makna puasanya tetap sama yakni menambah kepekaan batin, dan
spirit untuk membersihkan jiwa raga dari energi luar yang tiap saat
mengotori.
Lain kali akan saya bahas beragam puasa ini lebih jauh.

Orang jaman dulu dikenal sangat tekun dalam melakoni puasa. Bahkan ada
yang  ekstrim, yakni puasa 40 hari tanpa makan apapun.
Konon Sidharta Gautama seorang pangeran sebelum mewujud jadi Budhha,
terlebih dahulu melakuakan puasa yang maha berat. Begitu juga dengan
beberapa wali yang dikenal sebagai wali songo. Puasa yang dilakukan
untuk tujuan membersihkan bathin bagi orang-orang dahulu kala kadang
terdengar lebih berat dari puasa Ramadhan yang masih bisa berbuka di
malam hari, dan sahur di tengah malam jelang subuh seagai awal
mulainya puasa. Kita tidak tahu bagaimana nenek moyang kita sanggup
melakukannya.
Kembali pada niat, mungkin disitulah letak keteguhan yang dimilik oleh
orang-orang dimasa silam. Bukankah kalau niat sudah terpatri, hal
apapun akan dengan sukacita kita lewati?

Kembali lagi ke soal ibadah Ramadhan, puasa sebulan penuh tidaklah
mudah bila niat kita setengah hati. Tak jarang ditengah jalan kita
sengaja membatalkannya meskipun tak ada hal-hal yang mengharuskan kita
untuk membatalkannya. Karena puasa Ramadhan hakekatnya hanya ditujukan
bagi orang-orang yang sehat lahir bathin. Orang yang sakit, ibu hamil
dan menyusui, orangtua yang sudah sangat renta dan tak kuat lagi,
tidak lagi dikenai kewajiban. Namun kadang kita bisa melihat bahwa
spirit Ramadhan begitu kuatnya, hingga banyak juga orang yang merasa
sakitnya tidak parah tetap menjalankannya dengan suka cita. Orang tua
yang sepuh, masih teguh menjalankannya dengan khusyuk. Bahkan banyak
ibu hamil dan menyusui kadang tetap berpuasa dengan alasan bahwa
dirinya masih sanggup dan dokter memperbolehkannya sebatas kemampuan
dan selama tidak ada masalah dengan janin ataupun bayinya.

Nah, kalau orang-orang yang masuk dalam kategori yang tidak wajib
puasa Ramadhan saja masih kuat spiritnya untuk melaksanakan ibadah
puasa sebulan penuh dengan keikhlasan karena Allah, lalu bagaimana
dengan kita yang sehat tapi tidak bersedia untuk melakukan kewajiban
itu? Bahkan berniatpun mungkin tidak terfikir karena sudah
menganggapnya berat dan mengurangi produktivitas kerjanya. Bulan
Ramadhan semestinya tidak hanya menjadi bulan penuh berkah dari sisi
religi, tapi juga bulan detoksifikasi besar-besaran bagi kita yang
selama setahun penuh memenuhi tubuh kita dengan pola hidup yang asal
makan, asal minum, tidak disiplin waktu dan tidak pernah mengasah jiwa
untuk lebih peka karena fikiran disibuki untuk mencari uang demi
pemenuhan kebutuhan material.

Berpuasalah dengan rasa bahagia. Tidak asal menjalani kewajiban.
Jadikanlah puasa Ramadhan sebagai bentuk komunikasi kita pada Sang
Maha Pencipta. Jadikanlah puasa kita sebagai asah dan olah batin untuk
lebih peka pada kebutuhan tubuh dan juga kebutuhan orang lain yang
hidupnya jauh dibawah standar kesehatan. Karena hakekat puasa yang
baik adalah yang mencakup meditasi jasmani dan rohani. Agar jiwa raga
mencapai keseimbangan yang jauh lebih sempurna dalam memaknai puasa
itu sendiri. Dengan demikian kita menjadikan spirit Ramadhan sebagai
masukan energi positif bagi jiwa raga, dan meminimalisir serta
menghapus energi negatifnya. Untuk selanjutnya akan kita bahas lagi
sisi puasa dalam berbagia sudut.

Selamat berpuasa bagi sahabat kabarsehat, pembaca kabarsehat, dan umat
muslim pada khususnya. Salam sehat, semoga berkah adanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline