Konon, berulangkali si Baba bercerita kepada cucunya si Cecep tentang masa masa suksesnya saat masih sebagai pejabat kerajaaan Perikesit. Bagaimana dengan bangganya Baba bercerita tentang kepiawaiannya memutarbalikan kata kata sehingga para ponggawanya pada berdecak kagum. Bagaimana Baba berkilas balik tentang kemahirannya memanah, kemahirannya berburu dan kemahirannya bermain Gundu (maklum saat itu belum ada Golf atawa Tennis euy) yang membuatnya masuk dalam guiness book of record kerajaaan perikesit. Bagaimana dengan bangganya Baba menunjukkan bukti otentik kisah kisah suksenya saat masih sebagai pejabat, tak terhitung piagam, piala, souvenir dlsb. Tapi itu khan masa lalu, masa masa dimana batas etika - code of conduct masih maya, dan siapa tahu kalau cerita Baba itu benar adanya, atau barangkali hanya elaborasi cerita agar orang berdecak kagum akan eksistensinya sebagai mantan pejabat........,. Siapa tahu kalau Baba menikmati posisinya sebagai pejabat kerajaaan karena keakhliannya berdagelan, Siapa tahu kalau Baba menikmati masa masa suksenya karena keakhliannya meng-iyakan titah sang Patih . Siapa tahu kalau Baba saat itu selalu setor muka dan membongkok bongkok badannya didepan sang Patih . Siapa tahu ya siapa tahu .... Baba selalu bilang matur nuwun dan manggut manggut setiap kali dibentak sang Patih. Siapa tahu kalau si Baba adalah Portir pembawa koper sang Patih kala dalam perjalaanan Tour de kerajaan Perikesit. Siapa tahu kalu istri Baba, rutin membawa makanan upeti buat istri sang Patih sekedar "buat dicicipi", Siapa tahu kalau istri Baba berperan sebagi asissten luar dalam bagi istri sang Patih, agar dapat rekomnedasi. Siapa tahu ..... siapa tahu....... Baba pernah meringis menyesali masa hidup "jaya"nya sebagai "Pejabat kerajaaan Perikesit" Padahal semua orang tahu, Jabatan si Baba adalah dagelan yang hanya membuat orang ketawa senang. Ketawa senang karena "keluguannya" dan memang sukses dengan Dagelan hidupnya. Yang pada akhirnya hanya menjadi bahan tertawaan si Cecep....., buat kakeknya yang malang ....... si Baba. Dan si Cecep yang bosan mendengar cerita stereo type kakeknya ,tersenyum kecut, bosan .... ketawa ketir..... akhirnya nyeletuk agar Kakeknya segera melupakan kisah keakuannya-eksistensi diri masa lalunya seraya bersujud , Astagfirullah, Subhannallah, Walhamdulillah Walaailahaillahu Wallahuakbar. Khan usia sudah senja.... kenapa harus menoreh kisah lama yang penuh dengan jahiliah ? Mari simak puisi berhudul "maaf" berikut ini Maaf, Tak bisa kutulis banyak Tinta habis Tadi malam kugoresi langit dengan namamu...... Dikutip dari Renungan Kloset: Dari Cengkeh Sampai Utrecht (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003) puisi Rieke Diah Pitaloka, Shalom sxgani ----- unquote-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H