Pendahuluan: Jejer Pancala
Alkisah, seorang raja dari negeri Pancala bernama Prabu Drupada sedang mengadakan sidang paripurna kabinet. Hadir para pembesar kerajaan lengkap bersama kerabat dalam kerajaan, tidak ketinggalan keluarga dekat raja yaitu permaisuri beserta putrinya. Selesai melakukan berbagai evaluasi capaian program kerja, raja melontarkan sebuah gagasan. Dalam rangka menggairahkan cabang olah raga (cabor) panahan, raja bermaksud mengadakan kompetisi atau lomba panahan berhadiah sangat besar, yaitu mempersunting putri raja yang sedang menginjak usia dewasa. Untuk itu raja memerintahkan menteri informasi untuk mengumumkan melalui web dan akun-akun media sosial resmi kerajaan supaya menjangkau calon-calon peserta dari kalangan atlit terbaik.
Peraturan Lomba yang Sulit
Sekretariat kerajaan pun tentu sibuk mempersiapkan acara besar, sebagaimana titah raja di depan sidang paripurna yang dihadiri hampir semua pembesar kerajaan. Aspek legal dasar hukum sebagai pegangan pengadaan lomba tentu harus dipersiapkan. Panitia pelaksana pun disusun, umumnya untuk menangani perhelatan besar, mereka terdiri dari para personil secara lintas lembaga dan kementerian.
Tak kalah penting adalah susunan panitia pengarah (steering committee) yang bertugas memberi arahan dan evaluasi rencana dan jalannya lomba agar sesuai tujuan semula. Paduka raja berkenan duduk sebagai ketua panitia pengarah supaya maksud dan tujuan lomba sesuai dengan kehendak dan suasana kebatinan beliau sebagai pemilik ide awal.
Berbagai detail acara pun disusun oleh panitia pelaksana sesuai arahan, berikut personil yang bertanggung jawab dan tentu disertai anggaran yang harus disiapkan pada setiap mata acara. Garis waktu (timeline) ditambahkan untuk mempermudah para pelaksana saat berlangsung acara, sekaligus agar mempermudah koordinasi antar seksi dan personil.
Seksi komunikasi hanya salah satu urusan yang cukup pelik terkait pemberitaan mengingat jarak yang cukup jauh dan melintasi batas-batas kerajaan. Belum seluruh jaringan jalan dan sarana telekomunikasi mampu menjangkau secara merata ke semua wilayah, bahkan di wilayah perkotaan pun masih sangat terbatas. Bisa dimaklumi apabila adopsi teknologi digital masih sangat memprihatinkan disebabkan oleh berbagai hal mendasar, terutama aspek ketersediaan lembaga dan tenaga ahli yang kompeten.
Perhelatan demikian tidak bisa dihindari turut memobilisasi berbagai bahan dan makanan, baik untuk para peserta maupun panitia penyelenggara. Hitung-hitungan berapa jumlah hewan dipotong, berapa siwur (ukuran volume) beras harus dimasak, sayur-mayur, bumbu-bumbu sesuai selera lokal maupun manca kerajaan, dan bahan pelengkap lain, adalah tugas-tugas rutin institusi urusan pangan kerajaan. Rakyat biasa pun sudah lazim dikerahkan membantu secara sukarela di ujung-ujung rangkaian konsumsi, yaitu memasak dan penyajian.
Sesampai draf teknis pelaksanaan lomba dari panitia pelaksana di meja tim pengarah, terjadi beberapa koreksi yang bersifat mayor. Raja menghendaki bahwa busur yang digunakan pada perlombaan adalah busur pusaka dari kerajaan Pancala, para peserta tidak boleh menggunakan busur panah masing-masing. Busur kerajaan ini sangat berat, dan sangat berbeda dengan busur panah biasa, dan tidak bisa dibandingkan dengan busur buatan pabrik sekarang. Panitia pun menambahkan persyaratan ini di dalam peraturan lomba.
Peraturan kedua, peserta lomba harus membidik target melalui sebuah baskom yang dituang minyak. Jadi peserta tidak melihat dan membidik langsung pada target, tetapi membidik melalui permukaan minyak yang ada di baskom. Duh, bagaimana ini. Sama saja seorang peserta harus ditutup mata pada saat membidik target. Namun karena kehendak raja memang demikian, maka para panitia tidak bisa tidak harus menulis dan menyebarkan peraturan demikian. Tak satu pun panitia berani mempertanyakan peraturan ini.
Raden Karna Memenangi Lomba
Tiba hari saat pelaksanaan lomba panahan. Kesempatan ini tentu sudah ditunggu-tunggu masyarakat kerajaan sebagai salah satu hiburan. Penonton datang berbondong-bondong mulai pagi sebelum acara dimulai. Di dalam acara semacam ini kerajaan sengaja membuat stan-stan yang dapat diisi oleh para penjual, mulai makanan. Minuman, sampai barang-barang kerajinan dan hasil seni. Beberapa lembaga kerajaan sengaja membagikan makanan secara gratis. Puluhan perusahaan milik kerajaan diperintahkan membuka stan-stan dan menggunakan dana-dana CSR (corporate social responsibility) yang masih tersisa untuk memberi layanan kepada masyrakat.