Lihat ke Halaman Asli

Apa yang Bisa Diharapkan dari KIS (Red:JKN)? (Sebuah Kisah Nyata yang Menyakitkan)

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Apa yang bisa diharapkan dari KIS (red: JKN)??

(sebuah kisah nyata yang menyakitkan)

Pertanyaan itu muncul diraut kusam kakak perempuan saya. Tidak ada wajah semangat diraut muka nya. Dalam dua minggu terakhir ini sudah dua peristiwa yang dia alami menyangkut pelayanan kesehatan. “saya bingung dek, kan waktu itu Caca (nama anak bungsunya) sakit perut” katanya. “Saya sudah semangat ingin mendaftarkan Caca ikut menjadi peserta BPJS, ga apa-apa lah iuran!!” ujar nya. “Saya ingin Caca seperti kakak-kakaknya yang lain, mendapatkan jaminan kesehatan seperti ASKES”, lanjutnya. “Tapi saya jadi berubah pikiran ni, setelah mengalami peristiwa kemaren”, ujarnya. “Emang kenapa kak?”, saya bertanya. Selanjutnya kakak saya bercerita panjang lebar tentang kejadian yang menimpanya. Ketika anaknya sakit perut, dia langsung membawa ke RSUD setempat. Di Instalasi Gawat Darurat (UGD), anaknya langsung diberikan pelayanan. Dan yang mengejutkan ternyata dokter menyarankan untuk ke poliklinik bedah, konsultasi dengan dokter bedah karena ada benjolan di usus anaknya. Berhubung poliklinik saat itu sangat ramai, kakak saya berinisiatif untuk pergi ke rumah sakit swasta terdekat. Dan sangat disayangkan ternyata rumah sakit swasta itu tidak bekerjasama dengan BPJS sehingga mau tidak mau kakak saya harus mempersiapkan mental apabila diagnosa tersebut benar. Ternyata ketika diperiksa dokter Rumah Sakit Swasta, anak kakak saya mengidap diare akut. Dokter menyarankan untuk minum obat dan kembali lagi dua hari kemudian apabila tidak sembuh. Ternyata diagnosa dokter di Rumah Sakit Swasta benar, dua hari kemudian anak kakak saya sembuh dan bisa sekolah kembali.

Semangat untuk mendaftarkan ke BPJS masih ada sampai ketika satu minggu setelah peristiwa itu, kakak saya mengalami kekecewaan kedua kali. Mata kiri kakak saya terasa gatal dan ada gumpalan putih kecil dipinggir bola mata hitamnya. kemudian kakak saya pergi ke puskesmas setempat. Lebih dari dua jam mengantri karena begitu banyaknya yang sakit tibalah giliran kakak saya. Seperti pasien yang lain, kakak saya di tensi dengan hasil 120/90. Dokter di puskesmas memberikan kakak saya obat “Captopril” yang notebene itu adalah obat penurun tekanan darah. Kakak saya bingung, kenapa mata yang gatal malah tekanan darah yang diobati?. Padahal kakak saya tidak merasa pusing atau pun menunjukkan gejala tekanan darah tinggi.

Keraguan muncul setelah mengalami kedua peristiwa itu, apakah benar jaminan kesehatan berupa Kartu Indonesia Sehat nanti akan menyehatkan? Atau justru orang yang sehat menjadi sakit karena ini?
Tulisan ini terhenti beberapa hari, kejadian kegagalan pasien BPJS dalam mengklaim hak mereka terulang kembali. Salah satu sahabat saya mengalami ini, ketika istrinya akan melahirkan dan ternyata bayinya dalam keadaan sungsang. Dokter yang biasa menangani menyarankan agar di operasi cesar. Karena teman saya hanya menyiapkan biaya untuk persalinan normal, maka dia bertanya kepada rumah sakit swasta ternama yang biasa menangani persalinan kalangan menengah keatas dimana dia dan istrinya biasa ANC. Rumah sakit tersebut dengan ramah menjelaskan bahwa rumah sakit sudah bisa menerima pasien BPJS.

Singkat cerita teman saya berhasil mendapatkan kelengkapan sebagai pasien BPJS. Namun apa yang terjadi, ketika akan operasi tiba-tiba dokter yang menangani tidak jadi mengoperasi dan di over ke dokter jaga. Teman saya kaget dan bertanya kenapa? Jawaban rumah sakit adalah bahwa teman saya harus menerima dokter siapapun yang saat itu jaga. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah saat itu rumah sakit tidak menjelaskan kenapa dokter yang biasa ANC tidak bisa hadir disaat sudah mau dilakukan secar? Kemudian kenapa rumah sakit tidak bisa menunjukkan jadwal dokter jaga? Karena saat itu rumah sakit tidak mampu menjelaskan, akhirnya rumah sakit menawarkan untuk teman saya memberikan uang DP sebesar ¾ dari harga secar di rumah sakit tersebut. Dan bersedia menandatangani surat perjanjian pembayaran DP yang disinyalir itu adalah surat pernyataan bersedia membayar sebagai pasien umum.

Perdebatan terjadi antara teman saya dan pihak rumah sakit, teman saya tidak terima kenyataan dia harus membayar semua operasi secar. Sementara syarat-syarat untuk BPJS sudah dipenuhi semua dengan alasan dia sudah menandatangani surat pernyataan DP. Padahal tidak ada penjelasan apapun dari rumah sakit tentang itu. Teman saya bingung dengan peraturan rumah sakit yang terkesan tidak menerima pasien BPJS dan hanya mengharapkan dia menjadi pasien umum. Pihak rumah sakit menyalahkan BPJS yang memberi peraturan tidak menjelaskan kewajiban dokter secara detail. Akhirnya pupus sudah harapan teman saya menikmati haknya sebagai pasien BPJS.

Dari kejadian diatas, saya tidak mampu menyimpulkan apa yang salah dalam sistem JKN ini? Begitu banyak kasus yang telah terjadi seperti yang telah ditulis oleh Yaslis Ilyas dengan judul Rumah Sakit Menolak Program JKN? http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2014/12/04/rumah-sakit-menolak-program-jkn--708458.html
Kenapa sampai sekarang sepertinya Dewan Pengawas BPJS maupun Kemenkes belum melakukan tindakan apapun, malah terkesan masih sibuk menghimpun peserta tanpa memperhatikan bahwa sistem ini masih carut-marut. Saya tidak mengatakan bahwa ini adalah masih dalam masa transisi, karena sudah hampir setahun program ini namun saya belum mendengar ada yang merasa puas dengan adanya kartu KIS atau JKN ini.

Masyarakat sudah sangat sadar akan pentingnya kesehatan, ketika mereka sudah mendaftarkan diri menjadi peserta JKN tentu mereka tidak ingin pengorbanan ini sia-sia. Mereka ingin mendapatkan pelayanan sepantasnya seperti layaknya mereka telah mengorbankan diri untuk disiplin membayar iuran setiap bulannya. Maka berikut harapan saya sebagai masyarakat menengah yang paling termarginalkan di bumi Indonesia ini:
Pertama; Kemenkes maupun BPJS, tolong jangan sibuk mencari peserta tapi lamban berusaha memperbaiki sistem yang paling mendasar seperti sumber daya manusia (dokter, perawat, tenaga medis lainnya) baik kuantitas maupun kualitas. Tingkatkan sarana prasarana, tingkatkan pelayanan. Kami adalah manusia bukan untuk menjadi percobaan, peraturan-peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan JKN ini berikanlah keberpihakan kepada masyarakat bukan hanya bisnis oriented maupun politis.

Kedua; kepada Rumah Sakit, khususnya rumah sakit swasta. Berikan ruang kemanusiaan kepada kami, kesuksesan JKN ini tidak terlepas dari keikhlasan rumah sakit untuk membantu sesama. Ketika seseorang sudah memenuhi kewajibannya dalam membayar iuran dan sesuai peraturan, penuhi hak mereka. Jangan mengada-ada hanya karena ingin mencari keuntungan semata. Ingatlah berkah anda ada pada keikhlasan dan doa kami orang-orang yang sakit. Tidak ada seorangpun didunia ini menginginkan tubuhnya sakit, maka perhatikanlah mereka yang membutuhkan uluran tangan anda.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline