Lihat ke Halaman Asli

Harmonisasi SDM Kesehatan Era 2015

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

HARMONISASI SDM KESEHATAN ERA 2015

Tahun 2015 merupakan era baru bagi dunia kesehatan, dimana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit akan menghadapi pasar global. Pasar dimana tenaga kerja asing bebas memasuki pangsa tenaga kerja di Indonesia. Memasuki pasar bebas ini, rumah sakit milik pemerintah maupun milik swasta yang notabene pemiliknya adalah warga negara Indonesia harus mampu bersaing dengan rumah sakit asing. Masyarakat tidak melihat siapa pemiliknya namun mereka akan melihat mutu rumah sakit itu sendiri.

Mutu pelayanan kesehatan di Indonesia perlu berbenah diri. Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penyelenggaraannnya sesuai dengan standar dan kode etik profesi (Azrul Azwar, 1996). Agar tercipta mutu pelayanan kesehatan yang tinggi maka diperlukan harmonisasi antar sumber daya manusia yang ada di lingkup pelayanan kesehatan itu sendiri. Harmonisasi berarti adanya kesepahaman kerja antar pimpinan puncak atau direksi, direktur pelaksana, manajer, pelaksana medis (dokter, perawat, bidan, apoteker, analis kesehatan) serta pelaksana non medis (penyuluh, adminstratur). Rumah sakit dalam menjalankan perannya perlu menjadi sebuah organisasi pembelajar. Apa itu organisasi pembelajar? Organisasi pembelajar adalah organisasi dimana elemen-elemen nya mau saling memahami dan menjadi murid dan guru antar mereka sendiri. Setiap organisasi dalam hal ini rumah sakit dapat menjalankan perannya dalam melayani masyarakat karena adanya interaksi dari sumber daya manusia yang ada didalamnya. Sehingga penekanan pada cara berfikir dan interaksi antar individu penting, bagaimana individu mampu mempelajari kebenaran-kebenaran yang ada di individu lain. Bagaimana cara mengakui bahwa apa yang disampaikan oleh orang lain adalah benar dan patut dilaksanakan. Tentu tidak saja dengan mendesain ulang struktur formal dari organisasi tapi pola-pola interaksi dari individu diperbaiki dengan cara menerapkan sistem pembelajaran yang meliputi penerapan displin visi bersama, berpikir sistem dan pembelajaran tim secara khusus.

Selama ini sebagian besar individu di rumah sakit memakai sistem interaksi hirarki. Setiap individu merasa bahwa mereka adalah paling penting di organisasi tersebut. Seorang dokter merasa berkuasa karena keahliannya dalam mengobati pasien. Seorang perawat merasa penting karena mampu merawat pasien. Seorang apoteker merasa tidak perlu memperhatikan lingkungan sekitar karena tanpa dia pasien tidak akan sembuh dengan obatnya. Begitu pula dengan SDM lainnya yang berada di rumah sakit sibuk dengan urusan masing-masing. Pola egosentris terasa disetiap individu, permasalahan di  rumah sakit cukup unik dengan individu yang masing-masing mempunyai keahlian tersendiri. Batasan-batasan itu perlu diterobos, siapa yang mampu memulai? Pertama, Komitmen pimpinan puncak jelas sangat menentukan guna mengubah struktur pola pikir dari bawahannya. Tanpa dukungan kepemimpinan formal, kemungkinan untuk perubahan sistematis akan terhalangi. Rumah Sakit akan sulit untuk menjadi organisasi pembelajar jika dewan atau CEO tidak bersedia meluncurkan upaya berdedikasi penuh dalam rangka mengubah seluruh budaya rumah sakit. Mengharmonisasikan semua fungsi dan operasional adalah hal yang sangat sulit. Setiap individu dituntut untuk dapat memahami arti pentingnya berjalan bersama dalam satu visi bersama. Permasalahannya adalah untuk menyatukan kesamaan tujuan dan visi ini membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Seorang pimpinan baik itu pemerintah daerah maupun CEO pasti akan bertanya seberapa besar manfaat yang akan diperoleh ketika rumah sakit akan menjadi sebuah organisasi pembelajar? Berapa lama rumah sakit akan mulai merasakan manfaatnya? Namun masalah akan terselesaikan ketika pimpinan puncak mau memahami tentang pentingnya rumah sakit menjadi organisasi pembelajar. Kedua, harmonisasi rumah sakit sebagai organisasi pembelajar tidak lepas dari memberikan kesempatan kepada semua individu untuk dapat berpartisipasi dalam lingkup pekerjaannya. Misalnya seorang dokter, ketika bagian manajemen menjelaskan hasil survey kepuasan pasien yang menyatakan bahwa rumah sakit tidak mempunyai lingkungan yang nyaman. Di ruang tunggu pasien lantai kotor, sampah berserakan serta kursi tunggu yang terbatas membuat banyak pasien yang berdiri. Para dokter di unit rawat jalan mungkin tidak merasakan hal tersebut adalah bagian dari pekerjaan mereka. Batasan yang jelas tugas mereka adalah memeriksa pasien dan selesai. Organisasi pembelajar akan mengajarkan kepada dokter bahwa rumah sakit adalah milik bersama. Ketika ada keluhan dari pasien tentang kenyamanan, mungkin dokter dapat berpartisipasi dalam hal memberikan saran kepada pihak manajemen tentang bagaimana cara menciptakan kenyamanan di ruang tunggu.

Belajar untuk berpikir sebagai satu kesatuan adalah penting, bagaimana seorang dokter mampu menyembuhkan pasiennya tanpa bantuan analis kesehatan yang siap memeriksa darah pasien ketika dokter akan menegakkan diagnosa. Bagaimana seluruh karyawan dirumah sakit merasakan kemudahan dan kenyamanan dalam bekerja ketika para cleaning service siap membantu setiap saat untuk membuat ruangan bersih dan nyaman. Bagaimana rumah sakit sangat terbantu dengan adanya para teknisi alat kesehatan, gedung, satpam, para supir ambulance yang siap mengantarkan pasien 24 jam. Semua bagaikan harmonisasi sebuah orkestra musik yang mampu memberikan irama dan nada untuk menghasilkan sebuah lagu.

Organisasi pembelajar juga mengajari individu-individu pembelajar untuk mampu bekerja dalam tim. Pembelajaran tim mengubah keahlian seseorang menjadi kemampuan untuk bisa menjadikan keahlian itu sebagai alat bersama untuk membangun pemahaman bersama dan berfikir secara menyeluruh. Ketika rumah sakit sudah menyatakan sebagai organisasi pembelajar, maka disitu kita akan menemukan harmonisasi dalam tim antar individu. Seorang dokter spesialis kandungan akan paham ketika pekerjaannya sangat terasa ringan bila pendampingan bidan dalam melaksanan antenatal care. Aura persaingan terasa sangat jauh diantara mereka. Begitu pula kerjasama tim antara dokter perawat. Dokter sangat menghargai keberadaan perawat yang membantu mereka dalam melayani pasien. Perawat akan  merasa profesi mereka adalah sama pentingnya dengan dokter. Pemikiran satu sistem, satu badan dan mereka adalah satu merupakan indikator keberhasilan rumah sakit dalam mendidik sumber daya manusianya untuk menjadi lebih baik.

Tahun 2015 ini marilah kita jadikan momentum yang tepat untuk melangkah lebih maju. Rumah sakit di Indonesia siap menghadapi pasar bebas ketika elemen-elemennya bersatu padu, satu tujuan dalam keharmonisan. Oleh karena itu segeralah melakukan perubahan dengan menjadikan rumah sakit sebagai organisasi pembelajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline