Lihat ke Halaman Asli

Satrio Wahono

magister filsafat dan pencinta komik

Akankah Perdamaian Abadi Terwujud di Dunia? Bisa, menurut Immanuel Kant

Diperbarui: 1 Februari 2025   16:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kover buku Menuju Perdamaian Abadi karya Immanuel Kant (Sumber: koleksi pribadi)

Salah satu ironi dunia modern saat ini adalah di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital yang mempersatukan dunia serta menyebarluasnya pengakuan akan ide demokrasi maupun hak asasi manusia, peperangan terus terjadi. Bahkan melibatkan skala tinggi kekerasan, seperti kita lihat dalam konflik Israel -- Palestina atau Rusia -- Ukraina. Jadinya, dunia saat ini tidak jauh berbeda dengan dunia abad ke-20 awal yang menyaksikan sejumlah perang dan dua perang dunia.

Maka itu, wajar jika kita merenung: apakah mungkin perdamaian abadi terwujud di dunia? Ataukah manusia memang pada fitrahnya senang berkonflik dan menjadi serigala bagi sesamanya, homo homini lupus, seperti diistilahkan filsuf Thomas Hobbes?

Jika kita memilih untuk bersikap optimistis, tentu kita harus menjawab bahwa perdamaian itu sangat mungkin tercipta di dunia. Dan, optimisme semacam itu akan menguat jika kita membaca buku kecil filsuf Jerman, Immanuel Kant, berjudul Zum Ewigen Frieden (diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi Menuju Perdamaian Abadi, Mizan, 2005.)

Menurut Kant, perdamaian abadi itu mungkin, tapi hanya bisa dicapai melalui kebijakan politik yang menempatkan diri di bawah "paham kewajiban hukum murni," artinya yang secara prinsip taat hukum. Berangkat dari keyakinan ini, Kant kemudian memberikan sejumlah resep bagi tercapainya perdamaian abadi di muka bumi.

Pertama, hanya negara-negara berbentuk republik yang dapat menciptakan perdamaian lestari. Republik di sini maksudnya adalah negara-negara demokratis. Apa itu republic yang demokratis bagi Kant? Itulah negara di mana semua warga negara bebas, berada di bawah hukum yang sama (baca: supremasi hukum), dan memiliki kedudukan setara.

Kedua, negara-negara yang ingin menciptakan perdamaian lestari harus membentuk sebuah serikat (konfederasi) yang diikat oleh hukum yang berlaku sebagai 'hukum bangsa-bangsa'.

Ketiga, orang asing harus diterima sebagai tamu. Atau, dalam bahasa Kant di bukunya, "hukum warga dunia harus terbatas pada persyaratan keramahtamahan universal." Maksudnya, negara asing silakan saling mengunjungi tapi dengan niat bersahabat, bukan menjajah. Singkat kata, Kant menolak ambisi kolonialisme.

Keempat, perdamaian abadi atau lestari membutuhkan kehendak moral untuk tetap berdamai dari para aktor politik yang bermoral atau "politisi moral". Jika kehendak moral ini ada, mekanisme atau hukum alam akan mampu menyalurkan kecenderungan-kecenderungan egois manusia ke arah upaya penjagaan perdamaian.

Sebenarnya ada sejumlah resep lain, tapi dalam pembacaan saya, keempat hal di atas yang terpenting.

Konteks saat ini 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline