Lihat ke Halaman Asli

Satrio Wahono

magister filsafat dan pencinta komik

Menggali Genealogi Kuasa Presiden Jokowi, Suatu Kerja Arkeologi Pengetahuan

Diperbarui: 31 Januari 2025   14:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto resmi kenegaraan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Sumber: wikipedia)

Meski kekuasaannya sudah berakhir sejak peralihan kekuasaan ke Presiden Prabowo Subianto pada 20 Oktober 2024, tak bisa dimungkiri Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko "Jokowi" Widodo tetap dianggap memiliki pengaruh besar. Bahkan, banyak orang masih kerap menuding Presiden Jokowi terus memegang peranan dalam kebijakan pemerintah saat ini.

Memang sebagai tokoh politik, Presiden Jokowi boleh dibilang salah satu yang tersukses. Bayangkan saja, beliau tidak pernah kalah sepanjang mengikuti berbagai ajang kontestasi politik: dua kali menang pemilihan walikota Solo, satu kali menang pemilihan gubernur Jakarta, dan dua kali memenangi pemilihan presiden (pilpres). 

Saking suksesnya Presiden Jokowi, ada seloroh bahwa pada pilpres 2024 lalu, beliau secara implisit berhasil mengungguli tiga Presiden: Presiden Prabowo Subianto yang bertekad melanjutkan warisan Jokowi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang Partai Demokratnya menjadi anggota koalisi pengusung Prabowo - Gibran, dan Presiden Megawati Soekarnoputri yang calon presiden pilihannya Ganjar Pranowo dikalahkan oleh calon presiden dukungan Jokowi, yaitu Prabowo bersama Gibran.

Orang pun bertanya, bagaimana Presiden Jokowi dari sekadar pengusaha mebel menengah di Solo dan bukan kader utama partai bisa bertiwikrama menjadi sosok dengan kekuasaan maupun pengaruh demikian besar? Pendekatan genealogis dalam kerangka arkeologi pengetahuan bisa menjawabnya.

Genealogis

Merujuk filsuf Michel Foucault yang merupakan penggagas konsep genealogi maupun arkeologi pengetahuan, genealogi adalah "disiplin yang mencari faktor-faktor pembentuk satu artefak pemikiran" (K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX Jilid 2, 1996). Pendekatan genealogis memperlakukan satu fenomena sebagai artefak arkeologis pengetahuan sembari menggali monumen-monumen kejadian yang saling berkelindan untuk membentuk artefak tersebut.

Jika mengikuti pendekatan genealogis, pengaruh kuat Presiden Jokowi bisa kita anggap sebagai satu artefak yang ingin dijelaskan. Lalu, sesuai kerangka arkeologi pengetahuan Foucault, kita mulai menggali monumen-monumen yang mengarah ke artefak itu. Proses penggalian diskursus ini merentang mulai dari 2014 hingga saat ini, yang menemukan beberapa monumen.

Pertama, sejak pencalonan pertama Jokowi sebagai capres, dia tidak punya daya memilih calon wakil presidennya (cawapres) sendiri. Dengan label "petugas partai" yang berulang kali disematkan pada dirinya, Presiden Jokowi konon pada 2014 akhirnya mau tak mau menerima Jusuf Kalla sebagai cawapres. Fakta ini diungkap analis politik M. Qadari dalam siniarnya bersama Ahmad Sahal di kanal youtube cokrotv. Ketidakberdayaan ini terulang pada 2019 ketika Presiden Jokowi gagal mengajukan Mahfud MD sebagai cawapres dan harus memilih KH Ma'ruf Amin. 

Kedua, baru dilantik beberapa hari, Presiden Jokowi tampak kesulitan memilih personel pilihannya untuk masuk kabinet. Contohnya, kegagalan Maruarar Sirait (Ara) menjadi menteri yang sudah mendapat lampu hijau dari sang Presiden. Menurut Ara sendiri dalam wawancara di siniar Total Politik, pengangkatannya sebagai menteri kala itu terganjal izin dari petinggi partai pengusung presiden.

Ketiga, hanya beberapa bulan menjabat, Presiden Jokowi di akhir 2014 dan awal 2015 dipusingkan dengan konflik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) versus Polri akibat tindakan lembaga antirasuah itu mentersangkakan calon Kapolri rekomendasi partai pengusung. Ini disusul dengan proses hukum Polri terhadap sejumlah pimpinan KPK. Di tengah konflik panas tersebut, Presiden Jokowi sampai mengunggah pepatah Jawa, Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti, yang artinya 'segala sifat murka hanya bisa dikalahkan dengan kebijaksanaan, kesabaran, dan kelembutan'.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline