Lihat ke Halaman Asli

Satrio Wahono

magister filsafat dan pencinta komik

Dilema Presiden Tersandera Pasca Putusan MK

Diperbarui: 9 Januari 2025   09:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memasuki 2025 ini, kalangan penggiat demokrasi seakan mendapatkan kado awal tahun yang manis. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan MK no. 62 pada 2 Januari 2025 memutuskan untuk menghapuskan presidential Threshold (PT) 20 Persen, di mana sebelumnya seorang calon presiden harus diusung oleh partai atau koalisi partai yang meraih 20 Persen kursi di DPR.

Ini menggembirakan karena masyarakat akan mendapatkan calon presiden yang lebih beragam. Juga, seorang calon presiden tidak perlu bernegosiasi dengan banyak partai untuk memuluskan pencalonannya. Biaya politik pun bisa terpangkas.

Namun, di sisi lain, penghapusan PT bisa memunculkan apa yang disebut sebagai 'Dilema Presiden Tersandera'. Inilah situasi di mana seorang Presiden bisa jadi tersandera dalam merumuskan kebijakannya karena posisi minoritas dikepung oleh partai-partai lain yang kalah dalam kontestasi pemilihan presiden (pilpres).

Apalagi sistem politik Indonesia adalah presidensial yang berhadapan dengan realitas multi partai. Menurut Scott Mainwaring dalam 'Presidentialism, Multipartism, and Democracy' (1993), mayoritas sistem presidensial semacam itu menghasilkan demokrasi yang tidak stabil karena sulitnya membangun koalisi. 

Alhasil, penghapusan PT di Indonesia kian meningkatkan risiko ketidakstabilan demokrasi tersebut. Kebijakan Presiden bisa dijegal oleh DPR. Atau, lebih ekstrem lagi, Presiden bisa dijatuhkan atas rekomendasi DPR atau mengalami proses impeachment. Sejarah mencatat Presiden Abdurrahman Wahid sebagai contoh Presiden minoritas yang akhirnya dijatuhkan oleh MPR melalui rekomendasi DPR.

Akan tetapi, ada jalan keluar dari dilema ini. Disertasi Djayadi Hanan, Menakar Presidensialisme Multipartai Indonesi (2014), menunjukkan bahwa sistem presidensial yang berhadapan dengan parlemen multipartai bisa stabil jika Presiden memiliki kepiawaian personal untuk membangun 'demokrasi konsensus' demi membangun koalisi pemerintahan yang solid maupun stabil.

Berdasarkan teori Hanan ini, kita bisa mengatakan bahwa Presiden Indonesia hasil pilpres pasca putusan MK no.62 haruslah sosok yang mampu bernegosiasi dan memiliki kemampuan diplomasi ulung. 

Akan tetapi, kemampuan negosiasi itu harus dibarengi dengan keberanian sang Presiden untuk selalu mengutamakan kepentingan rakyat ketimbang kepentingan partai, jika yang disebut terakhir itu bertentangan dengan aspirasi rakyat.

Presiden tidak perlu terlalu khawatir akan risiko impeachment karena proses menjatuhkan Presiden saat ini tidaklah semudah saat di zaman Presiden Abdurrahman Wahid dulu. Proses impeachment pasca amandemen UUD 1945 jauh lebih sulit karena harus menjalani proses persidangan di MK terlebih dahulu. Jika MK memutuskan Presiden tidak bersalah, maka usulan impeachment tidak akan sampai ke MPR. Pun jika MK memutuskan Presiden bersalah, masih ada proses pemungutan suara lagi di MPR, yang belum tentu juga ingin menjatuhkan Presiden.

Dengan demikian, dilema Presiden tersandera pasca putusan MK karena potensinya sebagai Presiden minoritas bukanlah sesuatu yang perlu ditakutkan. Sejarah sudah mencatat dua contoh Presiden yang awalnya hanya mendapatkan dukungan minim di parlemen tapi mampu menuntaskan kepemimpinan mereka dengan relatif baik dan selamat, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika berpasangan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (2004 - 2009) dan Presiden Joko Widodo juga ketika berduet dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (2014 - 2019)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline