Lihat ke Halaman Asli

PT 20 Persen Bikin Indonesia Makin Gaduh dan Otoriter?

Diperbarui: 14 Juli 2017   21:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: tribunnews

UU Pemilu tak jua kunjung disahkan. Salah satu poin krusial yang menjadi penghambat adalah presidential threshold (PT), pemerintah bersama beberapa partai pendukungnya ngotot diangka 20 persen kursi DPR dan 25 persen perolehan suara nasional. Sedangkan beberapa partai lain menginginkan PT Nol Persen.

Pemerintah menyebutkan PT 20 persen bertujuan untuk memperkuat dan menyehatkan sistem demokrasi. Dan jika UU Pemilu tidak juga disepakati, pemerintah merencanakan menerbitkan Perppu UU Pemilu atau kembali ke UU Pemilu yang lama.

Pemilu 2019 akan dilaksanakan serentak, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden bersamaan waktunya. Sesuai dengan keputusan MK bernomor 14/PUU-XI/2013 yang dibacakan Kamis 23 Januari 2014. Dalam amar putusannya, mahkamah menyatakan penyelenggaraan Pilpres tahun 2004 dan 2009 setelah Pileg ditemukan fakta calon presiden terpaksa harus bernegosiasi (bargaining) politik terlebih dahulu dengan partai politik yang pada akhirnya mempengaruhi roda pemerintahan.

Mahkamah juga menyebutkan penyelenggaraan Pilpres harus menghindari terjadinya tawar menawar politik yang bersifat taktis demi kepentingan sesaat, sehingga tercipta negosiasi dan koalisi strategis partai politik untuk kepentingan jangka panjang.

Dari amar putusan MK tersebut sangat jelas disampaikan kalau tujuan dari melaksanakan Pemilu serentak adalah tidak memaksa partai politik melakukan deal politik jelang Pilpres. Tapi yang terjadi saat ini (Pembahasan RUU Pemilu) telah terjadi deal politik dalam menentukan Pilpres.

Logikanya, jika ingin menghindari deal politik jelang Pilpres adalah menghilangkan syarat pencalonan Presiden. Siapapun partai yang ikut Pileg dapat mencalonkan kandidatnya untuk Capres, dengan demikian tidak ada pembatasan dan deal sesama partai politik, terutama dengan kandidat yang akan diusung.

Dengan ngototnya pemerintah dan beberapa partai pendukung terkait ambang batas menjadi pertanyaan, apakah pemerintah ingin memaksakan kehendak melalui deal politik atau telah terjadi. Atau mungkinkah pemerintah ingin membunuh kesempatan kandidat lain untuk mencalonkan diri?.

Jika pemerintah ingin memperkuat atau menyehatkan sistem demokrasi, seharusnya yang diperkuat adalah Parliamentary Threshold. Syarat untuk lolos ke DPR dinaikkan dan akan membuat partai yang bertahan adalah partai yang benar-benar kuat, sehingga nanti partai akan semakin sedikit.

Head to Head Bikin Gaduh

Pilpres 2014 telah menjadi contoh nyata bagi kita, saat hanya ada dua kubu yang bertarung maka tingkat perselisihan yang terjadi semakin terasa. Dampaknya hingga saat ini nampak sangat jelas, pro Jokowi versus pro Prabowo.

Meski telah tiga tahun berlalu, pertentangan antara pendukung  kedua kubu masih sangat kental. Kompetisi yang harusnya melahirkan kedewasaan dalam berpolitik, malah menjurus kearah caci maki dan saling menyakiti diantara kedua pendukung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline