Renungan Minggu: Berharga dan Mulia di mata-Nya
Oleh: Suyito Basuki
Kadang-kadang kita mengalami apa yang disebut sebagai sikap under-estimate. Yaitu sebuah sikap kurang merasa berharga. Hal ini terjadi karena kita hanya fokus pada kata orang tentang kekurangan-kekurangan kita. Mungkin orang berkata, kulit hitam itu tidak bagus, dan kebetulan kita memiliki kulit hitam dan sebagainya.
Dalam kitab Yesaya 43:4 dituliskan firman Tuhan," Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu."
Ungkapan 'berharga' dan 'mulia' (dalam Yesaya 43:4) ini terasa sangat khas dan indah. Kata berharga dalam bahasa Ibraninya adalah 'yaqar' yang berarti berharga dengan nilai sangat tinggi. Beberapa alkitab dalam bahasa Inggris menerjemahkan dengan kata 'precious', yang berarti bernilai seperti emas atau logam yang murni. Sedang kata 'mulia', dalam bahasa Ibrani adalah 'kabad' yang bisa berarti hebat, mulia, kaya.
Tuhan menunjukkan kebanggaan-Nya dan kekaguman-Nya terhadap Israel umat-Nya.Oleh karena itulah Tuhan mengasihi mereka. Mereka adalah bangsa yang telah diciptakan, ditebus, dipanggil menjadi milik-Nya (ay. 1), disertai semua perjalanannya (ay. 2), dan diberikan-Nya bangsa-bangsa kepada mereka (ay. 3-6).
Padahal siapakah Israel? Mereka adalah umat tebusan yang sering kali memberontak kepada Tuhan. Sehingga Tuhan melalui Yesaya memberi gambaran: "Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya." (1:3). Hal ini menunjukkan sikap ironis Israel kepada Tuhannya.
Umat Tuhan masa kini pun dipandang 'berharga' dan 'mulia' di hadapan Tuhan. Oleh karena itu Paulus menulis,"Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa" (Roma 5:8). Gambaran anak yang hilang, yang telah merantau dengan menghambur-hamburkan uang bapanya, tetapi sang bapa tetap menunggu dan menerima anak durhaka yang pulang kembali dengan tangan terbuka adalah ekspresi hati Tuhan kepada umatnya yang berdosa (Lukas 15:32).
Seorang penginjil India, Sundar Singh, menulis tentang kebakaran hutan di pegunungan Himalaya yang ia saksikan ketika sedang melakukan perjalanan. Dia melihat seekor induk burung yang gelisah menyaksikan anak-anak burung yang masih di dalam sarang sebuah pohon yang terbakar. Induk itu tidak meninggalkan sarangnya, melainkan kemudian menukik ke arah sarang tersebut, mungkin bermaksud menolong anak-anaknya. Alih-alih induk itu dapat menyelamatkan anaknya, melainkan induk itu ikut hangus terbakar bersama dengan anak-anaknya!