Lihat ke Halaman Asli

Suyito Basuki

TERVERIFIKASI

Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Fenomena Bocil di Panggung Pementasan

Diperbarui: 4 Juli 2024   07:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak Joy saat mendendangkan lagu Prau Layar, klik videonya di bawah (dokumen pribadi) 

Fenomena Bocil di Panggung Pementasan

Oleh: Suyito Basuki

 

Bocil alias bocah kecil di panggung pementasan sudah tidak asing lagi.  Jika orang tuanya artis, maka anaknya pun digadang-gadang jadi artis.  Sehingga dalam setiap kesempatan orang tuanya manggung, maka anak akan dikasih kesempatan untuk ikut manggung.  Jika orang tuanya seniman tradisional, dalang misalnya, anaknya pun meski  bocil akan diberi kesempatan manggung bersama bapaknya, mungkin pada awal pertunjukan, memainkan sebuah adegan.

Tujuan memberi kesempatan bocil untuk naik ke pementasan sebenarnya sangat baik.  Anak dibiasakan dengan profesi yang tengah dilakoni orang tuanya.  Siapa tahu anak kemudian ngeklik dengan profesi orang tuanya itu, sehingga nanti bisa melanjutkannya.  Selain itu juga untuk melatih mental anak dalam dunia pentas.  Jika anak diminta untuk menyanyi, maka juga melatih vokalisasi anak dan penguasaan lagu.

Beberapa artis dan seniman tradisional telah membuahkan hasil dengan cara memberi kesempatan bocil-nya untuk manggung sebelumnya.  Beberapa contoh saja, Bing Slamet bisa melahirkan penyanyi cilik berbakat Adi Bing Slamet, Yok Koeswoyo mengibarkan Chicha Koeswoyo, Ki Dhalang Anom Suroto membesarkan Ki Bayu Aji, Ki Suparman menghasilkan Ki Seno Nugroho dan sebagainya.

Dunia panggung yang keras

Penonton terbiasa hanya melihat penampilan penyanyi atau artis di panggung saja.  Penyanyi atau artis saat tampil tentu berpakaian yang indah, penampilan mereka pun mempesona, wajah serba ganteng dan ayu.  Senyum tawa mereka menjadi magnit bagi penonton.  Mungkin penonton kemudian berkomentar, "Betapa bahagianya hidup mereka."

Di balik panggung, mungkin kehidupan penyanyi atau artis bisa saja berbeda.  Belum lama ini saya bertanya kepada seorang ibu yang dulu waktu pemudi menjadi penyanyi tradisional.  Setelah setahun menggeluti bidang tarik suara bersama grup campur sarinya, tiba-tiba dia menghentikan aktifitasnya yang saat itu ia sudah mendapat julukan sindhen.

Dia bercerita bahwa saat sindhen sebelum manggung, khususnya di daerahnya, saat sindhen berdandan itu pasti dikelilingi oleh laki-laki yang mabuk minuman keras.  Dia merasa jengah sehingga dia berpikir ulang dengan profesi yang hendak digelutinya itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline