Lihat ke Halaman Asli

Suyito Basuki

TERVERIFIKASI

Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pdt. Dr. Chris Marantika dan Kecintaannya pada Masyarakat Desa

Diperbarui: 10 Juni 2022   05:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pdt. Dr. Chris Marantika (Sumber Foto: doulospusat.com)

Pdt. Dr. Chris Marantika dan Kecintaanya pada Masyarakat Desa

Oleh: Suyito Basuki

Di lingkungan kampus yang dulu bernama STII (Seminary Theologia Injili Indonesia) dan sekarang bernama STTII (Sekolah Tinggi Teologia Injili Indonesia) dan UKRIM (Universitas Kristen Immanuel) Yogyakarta ini, nama Pdt. Dr. Chris Marantika sangat familiar.  Karena selain sebagai pendiri kedua lembaga pendidikan yang dinaungi oleh Yayasan Iman tersebut, gaya beliau saat berkhotbah di kapel atau gereja-gereja sangat menginspiratif para mahasiswanya.  Pak Chris, demikian kami biasa memanggil, memiliki suara khas serak-serak basah kata orang dan pada poin-poin tertentu yang ditekankan, maka suaranya bisa mencapai oktaf suara yang sangat tinggi dan sangat tajam diksi yang ia gunakan.

Ribuan mahasiswa STTII baik berstrata S1, S2, maupun S3 yang sudah lulus terinspirasi dengan cara khotbah pemikiran-pemikiran beliau dalam membangun pendidikan dan masyarakat Indonesia ini.  Saya merasa beruntung pernah diajar beberapa mata kuliah oleh Pak Chris.  Setelah saya lulus program Master of Divinity (M.Div) di tahun 1994, saya diminta beliau beberapa saat untuk menjadi asisten pengajaran mata kuliah Manajemen Kepemimpinan di Universitas Kristen Imannuel dan mengumpulkan tulisan-tulisan beliau untuk kemudian saya edit dan dipersiapkan menjadi buku.  Beberapa naskah yang saya persiapkan menjadi buku antara lain yang berkenaan dengan soteriologi dan eskatologi.

Senang sih menjadi asistennya, karena bisa dekat dan berkomunikasi langsung dengannya sehingga ada banyak hal yang bisa saya pelajari terkait pemikiran-pemikiran beliau.  Jadi teringat, suatu ketika tiba-tiba beliau datang ke kantor saya yang letaknya persis di depan kantor beliau.  Kaki kanannya diangkat menumpang kursi di depan meja saya, setelah bicara beberapa saat, lalu beliau mengajak saya untuk menemaninya makan soto ayam bangkong cabang Semarang favoritnya yang saat itu berlokasi di depan hotel Ambarukmo Yogyakarta.

The Main Thing is to Keep The Main Thing

Yang sering diajarkan oleh Pak Chris dalam mata kuliah kepemimpinan adalah prinsip: the main thing is to keep the main thing is the main thing.  Lebih kurang pengertiannya adalah yang terutama adalah melakukan yang penting-penting, itulah yang terpenting.  Kutipan bijak ini mengambil dari bukunya Stephen R. Covey dalam bukunya The Seven Habits of Highly Effective People.  Sebagaimana yang terdapat dalam bukunya Stephen R. Covey tersebut, terdapat 7 kebiasaan sangat efektif yang perlu dilakukan seseorang jika ingin mencapai kesuksesan.  Ketujuh kebiasaan tersebut: 1. Be Proactive; 2. Begin With End in The Main; 3. Put Things First Things; 4. Think Win-Win; 5. Seek First to Understand, Then to Be Understood; 6. Synergize; dan 7. Sharphen the Saw.

Bagi Pak Chris dalam hidupnya yang terpenting, sebagaimana yang acap kali disampaikan dalam pengajarannya di kelas kepada para mahasiswa dan khotbah-khotbahnya, adalah bagaimana hidupnya menjadi berguna bagi bangsa dan negara Indonesia.  Pak Chris memiliki visi Indonesia 1.1.1 yang intinya membawa bangsa Indonesia menjadi kemuliaan bagi Tuhan.  Hal inilah yang sering disuntikkan motivasi kepada mahasiswa-mahasiswanya untuk setiap akhir pekan atau weekend pergi ke desa-desa untuk melayani melalui gereja-gereja pedesaan yang ada.  Yang Pak Chris Marantika pikirkan hanya itu, sehingga ia tidak sempat memikir untuk membangun rumah tinggal baginya.  Rumah yang ia tempati adalah dari kontrakan satu ke kontrakan lainnya.

Kalau hidupnya hanya untuk mencari materi, maka Pak Chris Marantika yang lulusan S3 di Dallas Theological Seminary Texas USA ini bisa saja tetap tinggal di Amerika dan mengajar di sana sebagai orang Asia, atau mengajar di sekolah theologia di Indonesia yang memiliki pamor yang moncer saat itu.  Namun Pak Chris Marantika yang menikah dengan Ibu Saria Iswari Marantika ini lebih memilih hidup sederhana guna mewujudkan impiannya, sehingga lahirlah Yayasan Iman Indonesia yang kemudian membidani lahirnya dua lembaga pendidikan tinggi: Seminary Theologia Injili Indonesia dan Universitas Kristen Immanuel Yogyakarta.  Kedua lembaga pendidikan tinggi  ini letaknya bersebelahan dan beralamatkan di Jln. Sala Km 11 Yogyakarta.

Sarana Perhatikan Masyarakat Desa

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline