Lihat ke Halaman Asli

Suyito Basuki

TERVERIFIKASI

Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Hari Puisi Nasional: Fungsi Dulce dan Utile Puisi "Aku" Chairil Anwar

Diperbarui: 29 April 2022   01:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Chairil Anwar, pelopor Angkatan 45 yang terkenal dengan puisi Aku dan tanggal wafatnya diperingati sebagai Hari Puisi Nasional di Indonesia.| Kemdikbud via Kompas.com

Oleh: Suyito Basuki

Renne Welek dan Austin Waren, dalam Theory of Literature (Terjemahan Noer Tugiman, 1970, h. 27) menyebutkan bahwa karya sastra memiliki fungsi dasar dulce dan utile. Kedua kata dulce dan utile ini merupakan rumusan Horatius untuk menyebutnya semula fungsi sebuah puisi. 

Istilah dulce mengisyaratkan bahwa puisi dapat memberi kesenangan tertentu baik bagi pencipta maupun pembacanya. Puisi yang tidak membawa kesenangan bagi penciptanya, maka tak ubahnya seperti pekerjaan tukang yang monoton dan menjemukan.

Sedangkan istilah utile menjelaskan bahwa karya seni tidak dikerjakan hanya sekadar pengisi waktu luang. Karya seni, dalam hal ini puisi dilahirkan dengan suatu maksud dan tujuan-tujuan tertentu. Dengan demikian, maka puisi atau karya sastra yang tercipta memiliki kegunaan-kegunaan bagi pembaca.

Puisi bak Agama

George Santayana, seorang filosof, novelis dan penyair Amerika kelahiran Madrid yang menghabiskan sisa hidupnya di Roma menyebutkan bahwa sastra memiliki kegunaan besar bagi pembaca.

Sastra menurutnya adalah semacam agama dalam bentuknya yang tidak jelas, tanpa memberikan petunjuk tingkah laku yang harus diperbuat pembacanya dan tanpa ekspresi ritus. (Suyitno, Sastra, Tata Nilai dan Eksegesis, Yogyakarta: Hanindita, 1986, h.4). Pada akhirnya dapat dikatakan dari segi aspek kegunaan, sastra dapat menjadi pedoman hidup bagi pembacanya.

Sastra dengan demikian memiliki tuntutan yang ideal bahwa karya sastra harus hadir sebagai bentuk yang menyenangkan bagi pembaca dan pencipta serta berguna juga bagi pembaca maupun penciptanya. 

Suatu contoh, WS Rendra ketika mencipta puisi pamfletnya Potret Pembangunan dalam Puisi, memiliki arah pemikiran yang jelas terhadap karya-karyanya. Dalam kumpulan puisinya tersebut, Rendra ingin menunjukkan realitas-realitas sosial Indonesia yang perlu lebih dipahami oleh pembaca. 

Misal saja dalam puisi "Seonggok Jagung", Rendra melukiskan suatu fenomena sosial Indonesia yang saat itu sudah tidak asing lagi bahwa banyak anak sekolah yang tercerabut dari akar kebudayaan desanya dan resah dengan masa depannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline