Lihat ke Halaman Asli

Suyito Basuki

TERVERIFIKASI

Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pernikahan Duda-Janda Sangat Dimungkinkan

Diperbarui: 8 Maret 2022   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernikahan Duda-Janda Sangat Dimungkinkan

Oleh: Suyito Basuki

Sebetulnya tidak ada yang istimewa dari pernikahan duda-janda.  Orang bilang, toh semuanya dalam kondisi "single".  Hanya sedikit catatan saja, bahwa pernikahan antara duda dan janda jauh berbeda dengan pernikahan jejaka dan perawan.

Pernikahan Jejaka-Perawan

Pernikahan jejaka dan perawan ini sebuah istilah untuk pernikahan pasangan yang belum pernah menikah sama sekali.  Hal ini dibuktikan dalam dokumen kependudukan, yakni dalam KTP maupun KK yang menyatakan bahwa status mereka belum kawin.  Tidak usahlah bertanya, benarkah mereka masih perjaka atau perawan?  Itu urusan pemuka agama yang membimbing mereka dalam konseling pra nikah mereka.  Bukan sekedar masalah dosa atau tidak dosa yang dibahas terhadap masalah itu, tetapi biasanya kalau pasangan yang mau menikah terbuka dengan kondisi mereka dalam hal keperjakaan atau keperawanan, maka akan ada arahan-arahan bagaimana pasangan itu agar saling menerima kondisi masing-masing sehingga tidak mempengaruhi kelanggengan dan kebahagiaan pernikahan mereka.

Yang jelas pernikahan jejaka dan perawan ini tidak ribet dan penuh antusiasme.  Tidak ribet karena faktor yang menjadi penentu terjadinya pernikahan adalah diri mereka sendiri dan orang tua mereka masing-masing.  Ada orang tua yang memang memiliki kualifikasi ketat untuk calon menantunya, seperti misalnya di Jawa, masih ada orang tua yang dengan ketat mempertimbangkan masalah bibit (keturunan siapa), bebet (apa kedudukan dan pekerjaannya) dan bobot (seberapa besar kekayaannya).  Pertimbangan tersebut memang tidak 100 persen salah, tetapi ada orang tua yang hanya memberi kualifikasi, asal anaknya senang dan bahagia dengan pasangannya, maka orang tua akan merestui pernikahan anaknya, apalagi kalau anak sudah berumur.

Pernikahan jejaka dan perawan penuh antusiasme.  Mereka didorong oleh rasa cinta yang menggelegak di dada.  Masa pacaran yang penuh dengan romantisme, mendorong mereka untuk bersemangat menjadi pengantin sebagai pertanda awal mereka memasuki dunia rumah tangga.  Apalagi jika dalam berpacaran, pasangan tersebut belum pernah melakukan hubungan seks, maka pernikahan yang mereka lakukan, mereka nanti-nantikan dengan hati berdebar penuh pengharapan.  Ibarat orang yang menerima kado tetapi belum diperbolehkan membuka kado jika belum saatnya.  Ketika saatnya membuka kado itu, betapa antusiasnya dan harap-harap cemas terhadap isi kado yang akan dilihatnya.

Dalam istilah Jawa, pernikahan antara jejaka dan perawan ini disebut pernikahan "jakalara".  Kata "jaka" menunjuk bahwa pengantin pria adalah seorang jejaka.  Kata "lara" sama dengan kata "rara" yang berarti gadis atau perawan.  Jangan salah, arti "lara" di sini bukan berarti kesakitan.  Jika pengertian ini yang diambil, nanti pemahamannya akan jauh berbeda.  Pernikahan "jakalara" ini pernikahan yang baru pertama kali dilakukan.  Pernikahan selanjutnya yang dilakukan, karena istri atau suami meninggal dan sebab yang lain tidak bisa dikategorikan pernikahan "jakalara" ini.  Dalam dunia pewayangan ada ilustrasi, saat Arjuna menikah dengan Dewi Wara Sembadra (dikisahkan dalam pewayangan dengan lakon: Parta Krama), itu yang disebut pernikahan "jakalara".  Namun saat Arjuna menikah lagi dengan Dewi Wara Srikandi, perkawinan itu tidak lagi bisa disebut sebagai perkawinan "jakalara".

Pernikahan Duda dan Janda

Pernikahan duda dan janda sangat dimungkinkan sekali untuk dilakukan.  Sebelum dilangsungkan pernikahan, mereka harus bisa menunjukkan dokumen kependudukan KTP dan KK yang statusnya menyatakan sebagai duda/ janda cerai hidup/ cerai mati.  Duda/ janda cerai hidup adalah duda/ janda yang melakukan perceraian dalam pernikahannya karena sesuatu hal.  Duda/ janda cerai mati adalah duda/ janda yang pasangan hidupnya meninggal karena berbagai hal.  Untuk duda/ janda cerai hidup harus bisa menunjukkan surat cerai yang diberikan oleh Pengadilan Agama (bagi pemeluk Islam) atau yang dikeluarkan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil atas penetapan Pengadilan Negeri (bagi yang non Islam).  Bagi duda/ janda cerai mati harus bisa menunjukkan akte kematian pasangannya dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.  Surat kematian dari kelurahan tidak berlaku lagi dalam hal ini.

Dibanding dengan pernikahan "jakalara" di atas, pernikahan duda dan janda ini terkesan ribet dan mungkin sedikit kurang antusias.  Jika dalam pernikahan "jakalara" pertimbangan untuk menikah dari pribadi yang akan menikah dan orang tua, maka pernikahan duda dan janda, selain pertimbangan diri sendiri dan orang tua (bagi yang masih memiliki orang tua) tetapi juga pertimbangan anak-anak mereka, dan ini kadang lebih mendominasi sebuah keputusan.  Ada seorang duda yang saat ini usianya menjelang 70 tahun.  Puluhan tahun sebelumnya, saat istrinya meninggal, anak-anak masih sekolah dan kuliah.  Merasa ia butuh teman hidup untuk membantu mendidik dan membesarkan anak, maka ia menyampaikan keinginan untuk menikah lagi itu kepada anak-anaknya.  Dengan keras anak-anaknya menentang keinginan sang ayah.  Saat ini, di usia sang ayah yang mendekati renta, anak-anaknya justru yang meminta ayahnya untuk menikah lagi.  Anak-anak sudah tersebar ke luar kota dengan keluarga dan pekerjaannya masing-masing.  Mungkin mereka mendorong ayah mereka menikah lagi supaya ada yang merawat dan menemani ayah mereka dalam masa tuanya, padahal antusiasme sang ayah untuk menikah sudah tidak ada lagi dan laki-laki dengan usia menjelang 70 tahun mencari pasangan hidup tentu bukan hal yang mudah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline