Lihat ke Halaman Asli

Suyito Basuki

TERVERIFIKASI

Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pameran Seni Rupa "Art Reunion" Teroboson TV di Masa Pandemi

Diperbarui: 11 Februari 2022   21:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Dok.Pri)

Pameran Seni Rupa "Art Reunion" Terobosan TV di Masa Pandemi

Oleh: Suyito Basuki

Sebuah pameran seni rupa yang bertajuk "Art Reunion" diadakan di Pendapa Kang Teja TVRI Yogyakarta, 8 Februari-7 Maret 2022.  Pameran yang diikuti oleh 29 pelukis maupun pematung ini, dibuka oleh seorang kolektor seni, dr. Oei Hong Djin.  Sementara itu Dr. Drs. Hajar Pamadhi, MA, Hons, selain sebagai salah satu pelukis peserta pameran, dia juga bertindak sebagai kurator yang memberikan catatan terhadap pameran tersebut. 

Dari kiri: Ocong Suroso ketua Panitia, Godod Sutejo, dr. Oei Hong Djin dan Hendro Purwoko, peserta pameran (Dok.Pri)

Catatan Hajar Pamadhi Sebagai Kurator Seni 

Dalam tulisannya, Hajar Pamadhi memberikan catatan bahwa berkumpulnya para seniman di Pendapa Kang Teja TVRI, menurutnya memberi arti khusus, pertama, para seniman tetap berkarya walau masa pandemi, karena berkarya merupakan bagian dari hidup, kehidupan dan menjadi penghidupan. Kedua, semakin tua terjadi perubahan gerak melambat, namun kinestesis tangan para seniman justru semakin kuat dengan melepaskan gerakan Menggambar menuju Melukis. Melukis cenderung melepas kemampuan pengamatan realitas menuju pengamatan batiniah, dan menampilkan rasa dan pikiran melalui pengembaraan batin. Ketiga, Kesatuan ide dan gagasan mampu mengolah objek-objek formal. Keempat, estetika sebagai ruh berkarya memberi jawaban pentingnya membaca materi melalui ketajaman batin. Para seniman ini mampu melepaskan ekspresi yang didasari oleh batiniah sehingga mewujudkan karya imajinatif, bagaikan 'tapaking kuntul kang lagi nglayang'(bekas kaki burung camar yang sedang terbang). Sebuah perumpamaan yang menunjukkan abstraksinya seniman yang tervisualkan pada karya-karya, maksudnya karya seni itu merupakan imajinasi seorang seniman. Sehingga membaca karya-karya yang ditampilkan saat ini seperti membaca pikiran dan perasaan para seniman. Di sinilah karya-karya yang diangkat dalam pameran bukan sekedar menggambar namun melukis (adalah membayangkan), jadi karya-karya ini merupakan bayangan dari kondisi realistis. Seniman kemampuan dasar seorang seniman. Logika estetika mampu menerjemahkan objek formal menjadi simbol-simbol artistik.

Hajar Pamadhi bersama Nanang Wijaya dan Godod Sutejo, para peserta pameran (Dok.Pri)

Dalam catatannya lebih lanjut, Hajar Pamadhi mencoba menelisik karya masing-masing peserta pameran.  Karya-karya yang terpajang mulai dari tiga dimensi sampai dua dimensi; seni patung realis 'Trubador' karya Kondang Sugito dari medium brass dan patung figuratif imajinatif karya Yusman merujuk kepada kemampuan mengolah figur. Beberapa karya seni lukis menurutnya, tampak lebih memberi greget pada kemapuan ekspresi para pelukis; mereka hadir variatif dengan mengangkat tema-tema 'abstraksi' baik abstrak figurative maupun non-figurative. Menurut Hajar Pamadhi yang juga mengajar sebagai dosen di Universitas Negeri Yogyakarta tersebut menyebutkan bahwa pelukis dengan Teknik sungging wayang yang diaplikasikan ke dalam detailing karya Subandi Giyanto dan menguat pada forming. Menurutnya lebih lanjut ungkapan surealistik diangkat Suhardi dalam 'Petruk Ngigau' sebagai simbol-simbol figur wayang untuk personifikasi 'manusia saat ini'. Untuk rangkaian variasi impresionisme menurutnya, digarap oleh Godod Sutejo dengan penguatan pada Tint colours, sedangkan Watie Respati menurutnya, merujuk kepada imajinasi rasa teruntai dengan personifikasi lam 'Daun-daun pun bertasbih'. Menurut Hajar Pamadhi lebih lanjut, dia merasakan sekali imajinasi kosmologis dengan warna burn humber nya. Arfial Arsad Hakim 'Alam Irama Air, Pepohonan & Rumpun Bambu sebagai simbol ketenangan. Alam terkait dengan kosmologi ini memberi nuansa moral kedamaian. Hal senada menurutnya juga diungkapkan oleh I Gusti Nengah Nurata terinspirasi suasana 'Surealisme Magis' dalam 'Warna-warni Berkah Tuhan'. Personifikasi bunga dan tangkai sebenarnya perwujudan  simbol huruf Bali. Gaya ini menurutnya dilandasi oleh potensi nonrepresentasional sehingga ujud sebagai prosa keindahan worship and devotion. Senada impresionistik menurutnya adalah Ahmad Supono PR dengan penguatan karakter yang nonrepresentasional 'Wajah', kekuatan imajinasi pada wajah sebagai gambaran sosok yang diobjektifikasi. Menyerempet nuansa impresionisme, Tondo Suryaning Buwono menggarap rasa 'Rindu' sebagai objek formalnya; Garapan imajinasi impresif figuratif ini sebagai symbol kebutuhan kedekatan rasa. Kawit Kristanto dinilainya menggarap impresi rasa dalam figur-figur keluarga untuk menyatakan kasih sayang dengan blindspot anak dalam naungan keluarga; sama-sama menginginkan suatu kesatuan keluarga sebagai energi hidupnya seorang pelukis. Ayah sebagai simbol energi keluarga dengan katya 'Berangkat pagi' oleh Rismanto; simbol tanggungjawab ada pada kekuatan loko kereta api. Semar sebagai simbol energi keluarga Pandawa untuk kebutuhan komersial itulah 'Semar Palsu' karya Gunawan. Hanoman diangkat oleh Sumiyati Herma menurutnya lebih lanjut, sebagai simbolisasi kekuatan sosial; kejayaan negara ada pada wong cilik dengan simbol kera.

Penilaian Hajar Pamadhi lebih lanjut menyebutkan karya-karya representasional yang menguatkan pada pesan moral yang disampaikan Subroto SM Love of Tank Parade. Kekuatan fisik adalah beban berat dalam kehidupan, di situlah cintanya kepada tank-tank sebagai kendaraan perang melawan kebatilan. Karya representasional dengan kekuatan pengamatan Nanang Wijaya menurutnya memberi nuansa segar atas sapuan realismenya dalam 'Tugu Yogya'. Gerak realisme seni lukis menurutnya juga diangkat Ocong Suroso dalam 'Potret Tokoh' Sedangkan Ansori lebih menitikberatkan pada pesan moral politik dalam 'Penyeimbang' manampakkan kekuatan impresnya dengan gaya mozaik. Karya Taman mengambil objek material relief kapal di masa kejayaan Budha 'Kapal Garuda Raksa' menurutnya untuk memberi suasana 'moral'. Kapal sebagai alat transport vital pada masanya mampu memberi gambaran kehidupan luas. Lebih lanjut menurutnya, Sukadi (Ledek) mengangkat kehidupan wanita: 'Sosok dua wanita ini memberi pesan moral tentang indahnya alami. Ide ini mengingatkan kata Plato, panca indera manusia adalah alat utama untuk melihat keindahan alam. Liek Suyanto dinilainya mengangkat imajinasinya 'Mengejar Mimpi' dalam realismenya. Gaya ini menurutnya diikuti Totok Buchori dalam 'Beringin Alu-alun' sebagai simbol kekuatan Keraton Ngayogyakarta, jumlah ringin yang melingkari lapangan dan sebagai beteng pertahanannya. Ida Ratnaningrum dalam 'Imagine' menurutnya ingin menelusuri keindahan tubuh seorang wanita; secara semiotika dapat diartika bunga cantik. Sedangkan, Untung Basuki menurutnya menampilkan objek 'Bergada' sebagai simbol kekuatan seni tradisi sebagai dasar kehidupan orang Jawa.

Hajar Pamadhi selanjutnya mencatat bahwa karya-karya 'ornamen ideologi'dijadikan gaya oleh Chune Ebeg Mayong: Nogo Sui yang menggambarkan masa yang bergerak seperti kilat seperti nogo yang keluar mencarin musuhnya. Hajar Pamadhi sendiri melukis dengan lebih memilih tata warna, yang merupakan simbol organis kehidupan oleh karenanya dihadirkan harapan 'Rajah Kabegjan dua-dua'.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline