Lihat ke Halaman Asli

Pemerintah Jangan Gegabah Menghapus Program Raskin

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah, melalui Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno, mewacanakan akan menghapus program subsidi beras untuk masyarakat miskin (Raskin) mulai tahun 2015.Program ini akan dialihkan menjadi bantuan langsung ke masyarakat kurang mampu melalui e-money.Demikian berita yang terpublish di beberapa media online awal November 2014.

Penghapusan program raskin yang akan dialihkan pada program bansos lain boleh-boleh saja, asalkan didukung dengan alasan yang kuat serta ada jaminan program yang baru benar-benar lebih bermanfaat dan lebih efektif bagi keluarga miskin.Tanpa didukung alasan kuat dan jaminan yang lebih baik, maka wacana penghapusan program raskin sangat naïf jikabetul-betul akan dilaksanakan oleh pemerintah.Pertanyaannya, apakah Menteri BUMN sudah mengkaji dengan seksama dan telah melakukan penelitian ke lapangan untuk menanyakan langsung ke keluarga miskin tentang nilai kemanfaatan bantuan beras murah (bersubsidi) ini?Apakah sudah dikaji pula dampak negatif yang akan muncul jika program ini dihapus?Sudah pulakah diteliti pola penggunaan dan pemanfaatan uang bantuan (dalam bentuktunai maupun e-money) yang diterima masyarakat miskin?Dan masih banyak lagi pertanyaan yang patut dijawab sebelum pemerintah menghapus program raskin mulai tahun depan.

Seperti diketahui, program raskin sudah berlangsung sejak tahun 1998 yang waktu itu disebut program Operasi Pasar Khusus (OPK).Sejak tahun 2002, program ini diberi nama Program Raskin, yaitu program subsidi beras untuk keluarga miskin (gakin).Tahun 2003, bahkan program raskin dimasukkan ke dalam salah satu program pengalihan subsidi BBM, atau dikenal dengan sebutan PKPS-BBM (program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM).Waktu itu program raskin dimasukkan sebagai salah satu program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin sebagai dampak kenaikan harga BBM akibat pengurangan subsidi harga BBM, bersama dengan program BOS (Bantuan Operasional Sekolah), BLT (Bantuan Tunai Langsung), PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir), dan lain-lain.Hingga tahun 2014 ini, berarti program raskin sudah 16 tahun eksis dan dibutuhkan masyarakat miskin.Dibanding program-program bansos lain yang selama ini diberikan pada masyarakat, program raskin dapat dikatakan paling lama bertahan dan terus dilakukan oleh pemerintah.Kenapa masih saja bertahan dan dilakukan pemerintah?Karena program raskin lebih bermanfaat dan dibutuhkan oleh masyarakat miskin.Terutama menghadapi gejolak ekonomi yang pasti akan timbul saat kenaikan harga BBM.

Hasil beberapa penelitian dan kajian Universitas Muhammadiyah Malang terkait program raskin sejak tahun 2003, salah satunya menunjukkan bahwa nilai kemanfaatan program raskin ini sangat tinggi, yaitu 100% masyarakat miskin penerima manfaat sangat membutuhkan dan selalu berharap agar program raskin tetap dijalankan.Bahkan mereka berharap agar jumlah beras yang diterima per bulan dapat ditambah.Walaupun ketepatan sasaran masih berkisar 78% dan tingkat pemenuhan yang belum mencapai angka 100%, namun efektivitas program raskin termasuk tinggi, yaitu mencapai sekitar 82%. Artinya, program raskin masih dikatakan sangat efektif untuk mengatasi kesulitan masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu pangan.Apalagi jika dikaitkan dengan dampak kenaikan harga BBM yang akan melambungkan harga barang termasuk harga pangan, maka bantuan beras bersubsidi dengan harga murah ini sudah jelas sangat bermanfaat dan terjangkau oleh masyarakat miskin berpenghasilan rendah.

Kenaikan harga BBM secara langsung akan menurunkan daya beli masyarakat miskin terhadap bahan pangan.Kondisi ini bertentangan dengan tujuan pembangunan nasional yang salah satunya adalah mewujudkan masyarakat yang memiliki ketahanan pangan dalam berbagai situasi dan kondisi.Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang mendukung ketahanan pangan bagi masyarakat miskin dengan menjamin ketersediaan pangan yang cukup, harga yang terjangkau serta kualitas yang memadai.Salah satu kebijakan yang telah dilakukan untuk menjamin ketahanan pangan ini adalah program raskin yang oprasionalnya diserahkan pada Perum Bulog.Dalam hal ini, program raskin yang sudah digulirkan selama 16 tahun oleh pemerintah terasa mendukung ketahanan pangan nasional, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebagai penerima manfaat.

Berdasarkan hasil beberapa penelitian dan kajian kami, maka program raskin ini tidak layak jika harus dihapuskan begitu saja dan diganti dengan program bansos lain (bantuan uang, baik tunai maupun e-money).Data dan fakta di lapang menunjukkan bahwa program bantuan subsidi harga beras bagi masyarakat miskin sangat dibutuhkan dan nilai kemanfaatannya sangat tinggi untuk menjamin kebutuhan pangan.Lebih dari 90% keluarga penerima raskin ternyata memanfaatkan beras tersebut untuk dikonsumsi sendiri, dan sisanya (kurang dari 10%) melakukan “penyelewengan” pemanfaatan, yaitu ada yang dijual atau digunakan sebagai sumbangan ke warga lain yang punya hajatan, dan lain-lain.Kondisi ini tentu akan sangat berbeda jika bantuan yang diberikan bukan beras, tapi dalam bentuk bantuan uang (tunai atau e-money).Pemerintah tentu akan sulit menjamin bahwa bantuan uang yang diterima betul-betul akan dibelikan beras untuk mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari.Mereka tentu saja akan menggunakan uang bantuan menurut kebutuhan sesaat yang ada di depan mata.Bahkan mereka yang menerima bantuan uang, tentu ada yang lebih memilih dibelikan rokok atau pulsa, walaupun perut terasa kososng karena kelaparan.

Pemerintah (baca: Bu Menteri BUMN) perlu mengerti, bahwa masyarakat miskin penerima manfaat itu adalah kelompok masyarakat yang betul-betul miskin dan betul-betul membutuhkan bantuan beras untuk dikonsumsi.Kondisi mereka tidak memungkinkan lagi untuk diarahkan agar lebih produktif, karena memang kelompok masyarakat ini tidak mempunyai usaha apa-apa dan tidak lagi dapat berusaha apa-apa, kecuali menunggu uluran tangan dari pemerintah.Mereka ini banyak yang sudah berusia lanjut, jompo, janda tua tanpa anak-cucu, cacat fisik, cacat mental, pengangguran, penghasilan sangat kecil, serta kondisi kekurangan yang lain.Apakah saudara kita yang kondisinya serba kekurangan ini akan dipaksa untuk produktif?Apanya yang akan di-produktif-kan?Lain lagi untuk kelompok masyarakat yang tidak betul-betul miskin dan masih dalam usia produktif, maka perlu diberi bantuan dalam program stimulan untuk dapat dimanfaatkan sebagai trigger agar mereka lebih produktif.

Jadi untuk saat ini dan di masa yang akan datang, sebaiknya program raskin masih tetap diberlakukan bagi masyarakat miskin.Kelemahan dan kekurangsempurnaan implementasi program yang ada justru perlu dilakukan pembenahan manajemen mulai tingkat pusat hingga titik distribusi beras.Adanya kelemahan dan kekurangan manajemen program bukan berartimenjadi alasan untuk menghapus program raskin.Namun program ini masih perlu terus dilakukan dengan selalu melakukan perbaikan, karena program raskin bukan merupakan program politis, tetapi program yang betul-betul mengena dan dirasakan manfaatnya bagi masyarakat miskin di tengah arus gulungan ombak melambung-tingginya harga barang dan bahan pangan akibat kenaikan harga BBM yang sebentar lagi akan dijalankan pemerintah.

Suyatno

Penggiat Raskin dari Universitas Muhammadiyah Malang




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline