Lihat ke Halaman Asli

Suyatno

wirawiri

Kasus Pemutusan Hubungan Kerja Akibat Cacat Fisik: Pelanggaran atau Kepentingan Bisnis?

Diperbarui: 1 Oktober 2024   18:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: DALL-E

Setiap pekerjaan yang dilakukan pasti memiliki risiko kecelakaan sehingga sangat penting untuk mengutamakan keselamatan ketika sedang bekerja.

Keselamatan kerja merupakan pengetahuan praktis dalam usaha mencegah terjadinya kecelakaan atau penyakit akibat suatu pekerjaan. Tujuan dari keselamatan kerja adalah melindungi setiap orang ketika melakukan pekerjaannya untuk menjamin kesejahteraan hidup dan produktivitas perusahaan.

Oleh karena itu, setiap pekerja yang sedang menjalankan tugasnya wajib mematuhi protokol atau aturan yang berikaitan dengan keselamatan pada suatu pekerjaan.

Lantas bagaimana jika seseorang mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat fisik? Hal ini dapat saja terjadi, seperti halnya yang dialami oleh rekan kerja dari teman penulis.

Suatu ketika pada sebuah perusahaan di Kabupaten Bekasi seorang pekerja mengalami kecelakaan yang mengakibatkan jarinya putus, kemudian perusahaan malah memecat pekerja tersebut. Padahal berdasarkan pasal 153 ayat 1 UU Ketenagakerjaan melarang pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan yang berdasarkan keterangan dokter sembuhnya belum dapat dipastikan.  

Perlindungan Hukum Pekerja dengan Cacat Fisik

Dari kasus di atas kita dapat belajar tentang hak pekerja dengan cacat fisik menurut UU Ketenagakerjaan. Secara spesifik berdasarkan kasus di atas ada beberapa hak pekerja yang mengalami kecelakaan kerja sehingga cacat fisik diantaranya:

Pertama, hak jaminan sosial dan keselamatan kerja (K3). Dalam kasus di atas tentunya pekerja berhak atas jaminan sosial yang mencakup perlindungan terhadap kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan perawatan kesehatan. Pelaksanaan hak-hak tersebut direalisasikan melalui sistem yang kita kenal BPJS. Oleh sebab itu, sebagai perusahaan diwajibkan mendaftarkan setiap pekerja sebagai anggota BPJS untuk memastikan mereka mendapatkan perlindungan yang memadai. Hak-hak ini diatur dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.

Kedua, hak atas perlindungan dari pemecatan yang tidak adil. Kasus pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja akibat kecelakaan kerja apalagi sampai cacat permanen merupakan kebijakan perusahaan yang tidak adil. Selain bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan,  hak ini juga diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE 907/Men.PHI-PPHI/X/2004. Bahwa setiap pekerja berhak atas perlindungan dan bantuan pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja jika terjadi pemecatan yang tidak adil.

Perusahaan pada dasarnya berkewajiban dan bertanggung jawab atas kecelakaan yang terjadi di lingkungan kerja. Tanggung jawab ini tidak hanya soal kerugian fisik melainkan hak pekerja yang mengalami cacat akibat kecelekaan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline