Solo mulai bersolek. Ibarat wanita, Solo tak kalah cantik dari Jogja. Solo dan Jogja bagi saya adalah kota kembar, dua kota yang sama-sama pernah (dan masih) menjadi tempat saya bekerja. Solo dan Jogja juga memiliki peninggalan sejarah yang hampir serupa : Keraton, Masjid Agung, dan Benteng. Larut dalam Kemeriahan Solo Batik Carnival Jam sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB namun rapat tak jua usai. Rapat akhir persiapan pameran dan konser Milad salah satu TV di Jogja ini sungguh sangat lama bagiku. Maklum, saya adalah koordinator panitia, mau tak mau saya harus ikut hingga akhir. Saya mulai gelisah, maklum sesuai rencana saya harus menempuh perjalanan hampir 2 jam menuju Solo untuk menyaksikan Solo Batik Carnival 5 (SBC5). Alhamdulilah tepat pukul 17.30 rapat usai, sayapun langsung ngacir dan tancap gas menyusuri jalanan Solo-Jogja.
Solo Batik Carnival merupakan salah satu acara unggulan Pemerintah Kota Surakarta. Parade kostum batik terbesar di Indonesia ini sudah memasuki gelaran yang ke-5. Sukses besar penyelenggaraan SBC pada tahun-tahun sebelumnya menjadi salah satu sebab membuat penasaran pengunjung, termasuk saya. Satu hal yang berbeda dari tahun sebelumnya yakni panitia mengokomodir penonton yang ingin menikmati SBC dengan nyaman tanpa harus berdesak-desakan dengan ribuan penonton lainnya. Panitia membuat venue khusus VIP dan VVIP di Stadion Sriwedari. Disini selama satu jam peserta satu persatu memamerkan keanggunan kostum batik mereka. Setelah berlenggak-lenggong di panggung, dilanjutkan dengan berparade menyusuri jalan Slamet Riyadi hingga kompleks Balaikota Surakarta. Saya sendiri memilih menonton di kawasan perempatan Ngarsopuro. Dari rumah memang saya sudah berencana membeli sebuah tas di Ngarsopuro Night Market, pusat kerajinan khas Solo yang buka setiap malam minggu ini. Jadi sekalian belanja sebelum menonton Batik Carnival.
Hampir disepanjang jalan Slamet Riyadi penuh sesak oleh lautan manusia, semua tertuju pada iring-iringan karnaval batik. Saat peserta karnaval melintas, pengunjung menyambut dengan luar biasa mereka merangseng ke depan hingga beberapa kali panitia harus berteriak untuk menjaga ketertiban. Rombongan karnaval pertama yakni prajurit Keraton Surakarta Hadiningrat yang di susul dengan kereta yang dinaiki oleh Liza Elly Purnamasari, Puteri Indonesia Lingkungan 2011, dan Andi Natassa, Puteri Pariwisata 2011. Selanjutnya disusul dengan penari dan parade peserta kostum batik. Ada 384 peserta yang mengenakan batik dengan corak yang berbeda. SBC 5 kali ini memang spektakuler, tak salah jika panitia mengambil tema metamorfosa. Tema ini merupakan analogi sederhana dari bukan apa-apa menjadi luar biasa. Parade ini memang tak akan sekedar pamer semata, namun lebih dari itu : membawa pesan kepada dunia, bahwa batik itu kekayaan nusantara. Sudah selayaknya masyarakat Indonesia melestarikannya. Jadi Tukang Sampah hingga Mencicipi Sego Jagung [caption id="attachment_198311" align="alignnone" width="571" caption="Kompasianer Solo turut kampanye resik-resik Car Free Day, ada P Johar, Devi, Mas Bubup Prameswara dan Umi Salamah yang nangring paling depan disamping Pak YF Sukasno, ketua DPRD Solo (memakai kaos panjang strip merah)."]
[/caption] Pukul 6 pagi handphone berdering, "Saya sudah di CFD nih" sms singkat yang langsung menggerakkan kaki saya menuju Jl. Slamet Riyadi. Ya, pagi ini saya bersama teman - teman kompasiana Solo (Kompasiana Jogja ternyata juga hadir) dan komunitas lainnya berkampanye untuk menjaga lingkungan khususnya di kawasan taman dan jalan di sepanjang area Car Free Day (kawasan bebas dari kendaraan bermotor ). Di kawasan ini setiap minggu pagi mulai pukul 05.00 - 09.00WIB, digunakan sebagai area olahraga dan bersosialisasi. Masyarakat diberi ruang untuk berekspresi melalui komunitas selama 4 jam. Maka tak heran banyak komunitas yang berkumpul disini mulai dari komunitas sepeda lipat, sepeda onthel hingga komunitas reptil. Tahun ini sudah memasuki tahun ketiga sejak digelar pada 30 Mei 2010. Dalam acara resik-resik Car Free Day ini kami berjalan dari perempatan Novotel hingga depan Pengadilan Negeri, memunguti sampah yang kami temui. Sapu, karung plastik menjadi senjata andalan kami. Ada 9 Kompasianer Solo yang hadir meramaikan acara ini.
Selesai CFD, lanjut ke Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Ada satu tanda tanya besar yang membawa saya mengarahkan kaki ke Keraton Surakarta. Saya sangat penasaran dengan mobil Benz Phaeton. Konon mobil milik raja Keraton Kasunanan Surakarta, Pakoe Boewono X ini merupakan mobil pertama di Indonesia. Mobil ini dibeli pada tahun 1894, dipesan dari Eropa seharga 10.000 gulden itu menyandang mesin 1-silinder, 2,0 liter, bertenaga 5 hp, menggunakan roda kayu dan ban mati (ban tanpa udara), serta dapat memuat delapan orang. Sayang, saya tak bisa menjumpai mobil ini. Namun penasaran saya sedikit terobati setelah berhasil mengabadikan mobil Royal Chrysler limousine berplat nomor AD 20.
Menurut KGPH Puger BA (saya kutip dari Otomotif), seorang kerabat keraton Solo: mobil keluaran tahun 1937, ini merupakan mobil yang dibeli oleh Pakoe Boewono XI. Mesinnya 6 silinder 4.000 cc karburator, konsumsi bahan bakarnya hanya 1:6. Untuk masuk ke kompleks Keraton dikenai tiket masuk Rp 4.000 serta tambahan Rp 2.000,- bagi yang membawa kamera. [caption id="attachment_198259" align="alignnone" width="640" caption="Dua abdi dalem nampak berbincang-bincang di depan bangunan kompleks Sitihinggil Keraton Kasunanan Surakarta"]
[/caption] Masih diarea yang sama, saya diajak ke Sitihinggil. Tempat ini berada di utara Kori Kamandungan, masih dalam satu kompleks Keraton Kasunanan Surakarta hadiningrat. Disini saya diajak menghadiri ultah salah satu komunitas online. Tema ultahnya "Guyup Rukun Berbudaya", suguhannya nyleneh : sego Jagung, makanan yang hampir 15 tahun tidak saya jumpai. Sayapun dibawa bernostalgia kemasa lalu. Panitia sungguh kreatif, jempol dua deh. [caption id="attachment_198255" align="alignright" width="300" caption="Bernostalgia dengan sego jagung setelah 15 tahun tak mencicipi "]
[/caption] O ya, lokasi Keraton Surakarta berdekatan dengan Pasar Klewer, pasar batik dan tekstil terbesar di Jawa Tengah. So, anda bisa berbelanja oleh-oleh batik dengan harga yang murah. Jika masih kurang puas, silahkan arahkan kaki ke gang-gang kecil di utara pasar klewer. Ya, Kampung Batik Kauman; disini kita bisa berbelanja batik dari pembuatnya langsung. Asyiknya lagi, kita bisa melihat langsung proses membati, baik yang dilakukan manual maupun batik cap. Oh ya, saya membuat video singkat rekaman perjalanan tersebut silahkan dilihat disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H