Lihat ke Halaman Asli

Hari Raya Kematian Selalu Datang Tiap Lebaran, Kenapa?

Diperbarui: 30 Juni 2016   11:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah menjadi tradisi di negeri ini, setiap hari raya Idul Fitri datang, warga berbagai daerah selalu menyambutnya dengan suka cita. Orang-orang non-muslim pun ikut serta melaksanakan tradisi mudik. Mereka berbaur tanpa pandang suku dan agama lagi. Bahkan, ada yang rela melakukan apa saja demi merayakan hari raya Lebaran bersama keluarga di kampung halaman.

Hari Raya Kematian di Tiap Lebaran

Sayangnya, setiap kali Lebaran datang, saya juga melihat adanya "Hari Raya Kematian". Faktanya, data korban tewas akibat kecelakaan  lalu-lintas selama H-7 hingga H+7 Lebaran selalu tinggi, meski ada kecenderungan penurunan. Korban meninggal dunia dalam arus mudik dan balik Lebaran pada tahun 2013 mencapai 686 jiwa. Korban meninggal dunia dalam arus mudik dan balik Lebaran tahun 2014 turun menjadi 515  jiwa. Korban meninggal dunia dalam arus mudik dan balik Lebaran tahun 2015 turun lagi menjadi 497 jiwa. Walau jumlah korban tewas selalu menurun, angka korban tewas tetap tinggi dan selalu di atas 400 jiwa. Sedang pemudik yang paling banyak menjadi korban, menurut laporan polisi, adalah pemudik dengan sepeda motor.

Tabel Korban Kecelakaan Tiap Lebaran

  • Korban meninggal dunia dalam arus mudik dan balik Lebaran tahun 2013 = 686  jiwa.
  • Korban meninggal dunia dalam arus mudik dan balik Lebaran tahun 2014 = 515  jiwa.
  • Korban meninggal dunia dalam arus mudik dan balik Lebaran tahun 2015 = 497 jiwa.
  • Korban meninggal dunia dalam arus mudik dan balik Lebaran tahun 2016?

Kenapa "Hari Raya Kematian" selalu datang tiap Lebaran datang? Banyak faktor yang mempengaruhinya. Dari sisi penggguna kendaraan ada beberapa kelemahan. Antara lain kurangnya disiplin para pengendara, pengguna sepeda motor nekat membawa beban berlebih, tidak patuh pada peraturan lalu lintas dan kelelahan. Faktor kelayakan kendaraan juga bisa menyebabkan kecelakaan, antara lain kondisi ban, rem, navigasi dan sistem lainnya. Buruknya kondisi jalan bisa juga memicu kecelakaan. Jalan yang berlubang dan banyaknya tanjakan tinggi bisa membuat mereka yang tidak mahir mengendalikan kendaraan, mudah mengalami kecelakaan.

Faktor Personal Menjadi Kunci

Pertanyaannya, haruskah "Hari Raya Kematian" datang lagi pada masa Lebaran tahun 2016 ini? Jawabnya, masih sangat mungkin terjadi.Kenapa? Faktor human error atau kesalahan manusia pengguna kendaraan banyak terjadi di tiap Lebaran.

Para aparatur pemerintah (baik itu pemerintah pusat dan daerah, termasuk Kementerian Perhubungan), tiap Lebaran selalu turun tangan melakukan persiapan antisipasi atau pencehagan timbulnya kecelakaan. Tidak hanya itu, sejumlah perusahaan swasta juga ikut serta mendirikan pos-pos peristirahatan di berbagai tempat. Kendati demikian, angka kecelakaan pada masa Lebaran selalu tinggi dengan korban tewas selalu di atas 400 orang.

Untuk itu, jika ingin mencegah datangnya  "Hari Raya Kematian" di Lebaran pada tahun 2016 ini, maka kunci utamanya ada pada para pengguna kendaraan sendiri. Artinya, para pemudik harus mau mencegah terjanya human error pada diri masing-masing pemudik. Seburuk apapun kondisi jalan, jika setiap pengendara mau berhati-hati, bersabar dan berdisiplin mematuhi aturan lalu-lintas, tentunya tidak akan memicu terjadinya human error.

Bagaimana caranya mencegah terjadinya human error pada pemudik Lebaran? Selain harus berdisiplin mematuhi aturan lalu-lintas, para pemudik harus mau mengukur kebugaran atau kondisi fisik dirinya sendiri. Sebab, faktor kelelahan juga sering memicu kecelakaan pada para pemudik.

Investigator Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) FX Nurcahyo Utomo mengatakan, setiap orang pasti akan mengantuk akibat kelelahan setelah 16 jam terjaga dari tidur. Jika seseorang bangun pukul 05.00 misalnya, maka pada pukul 22.00 pasti akan mulai mengalami kelelahan.‎ Performa tubuh akan turun setara kita minum segelas bir. Setelah 18 jam tidak tidur, performa tubuh akan turun setara dengan minum dua gelas bir. Jika orang yang 18 jam tidak tidur tapi masih mengendarai motor atau mobil, maka ibarat ada orang mabuk dibiarkan jadi sopir. Kalau orang mabuk nekat naik motor, bagaimana bisa mencegah kecelakaan? Apalagi jika membawa barang terlalu banyak, tentu hal itu sangat membahayakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline