Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Kasus Jessica, Pelajaran bagi Krishna Murti dan Kepolisian

Diperbarui: 24 Desember 2016   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kombes Khrisna Murti. Kompas.com

Tanpa bermaksud mendahului putusan hakim, pemirsa dapat melihat banyak kejanggalan muncul dalam perjalanan kasus "kopi sianida" di pengadilan. Kejanggalan-kejanggalan tsb "bibitnya" sudah muncul sejak penyelidikan dan penyidikan kasus ini.

Memang tidak ada larangan dalam KUHAP untuk mengumbar proses penyelidikan dan penyidikan ke hadapan media. Tetapi akan lebih baik apabila proses penyelidikan dan penyidikan tidak terlalu diumbar ke media. Setidaknya sampai perkara dinyatakan lengkap (P21), saat di mana semua barang bukti, alat bukti dan tersangkanya sudah lengkap.

Namanya juga penyelidikan. Sifatnya baru mengumpulkan informasi, data dan keterangan. Segala informasi yang didapat dari proses ini masih sangat mungkin berubah sewaktu-waktu, masih labil. 

Bayangkan bila orang-orang yang dipanggil untuk dimintai keterangan di kepolisian sudah diumbar besar-besaran. Ingat, publik tidak semuanya paham asas praduga tak bersalah. 

Sejak awal pemeriksaan di kepolisian, prosesnya sangat mudah diakses oleh media. Segala gerak-gerik Jessica menjadi berita. Dari Jessica garuk-garuk, meletakan tas di meja, menolehkan muka dst dipersepsi sebagai pelakunya. Padahal baru juga penyelidikan, belum penyidikan, artinya: waktu itu Jessica belum ditetapkan sebagai tersangka.

Belum juga penetapan tersangka, Jessica sudah "diadili" oleh media. Lalu disusul penetapan tersangka terhadap Jessica, sekalipun tidak ada alat bukti material yang langsung menyebut Jessica pelakunya; tidak ada saksi yang melihat langsung Jessica menaruh sianida ke kopi yang diminum Mirna.

Ini pelajaran penting bagi jajaran kepolisian. Sebaiknya proses penyelidikan tidak terlalu diumbar ke hadapan media. Penyidikan pun begitu, jangan terlalu diumbar. Sabar. Nanti ada saatnya, yaitu ketika persidangan di pengadilan, yang asasnya memang terbuka untuk umum.

Penyelidikan dan penyidikan itu kerja senyap. Bukan gembar-gembor. Terlalu heboh di media bisa-bisa penjahat kabur duluan, terutama saat ia tahu arah pemeriksaan mengarah padanya, atau si penjahatnya menghilangkan barang bukti. 

Selain bahwa di tahap penyelidikan dan penyidikan segalanya bisa terjadi. Sangat mungkin dengan berjalannya proses penyidikan ditemukan fakta baru bahwa seorang tersangka bukanlah pelaku yang sebenarnya atau peristiwanya sendiri bukanlah merupakan peristiwa pidana. Makanya KUHAP membuka peluang penghentian penyidikan (SP3).

Bagaimana lagi. Krishna Murti kelihatannya sangat menikmati ekspos media. Ini terlihat dari tayangan media televisi, portal berita dan media cetak. Juga terlihat dari status-statusnya di Facebook. Belakangan mulai surut, apakah Krishna Murti ditegur oleh Kabareskrim baru? Wallahu'alam.

Akan sangat ideal dan baik sekali apabila penyelidik dan penyidik "menjaga jarak" dari berbagai kepentingan, sekaligus menjaga emosi pribadi, terhadap perkara yang ditanganinya. Jangan ada kepentingan lain kecuali mengungkap kebenaran. Jangan ada pretensi seseorang yang dicurigai harus jadi tersangka, tergantung pembuktian. Dengan sikap ini memperkecil peluang rekayasa kasus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline