Kondisi pantai Padang hingga Bungus sudah tahap darurat sampah bertahun-tahun lamanya. Setiap kali banjir besar, ada puluhan hingga ratusan ton sampah menumpuk di sepanjang garis pantai. (Sebenarnya, dalam keadaan tidak banjir, pun, sampah tetap menggunung di mana-mana). Saat ombak datang, sampah-sampah itu terhela ke tengah lautan menjadi sampah laut.
Banjir besar yang melanda Kota Padang, Sabtu (9/9/2017) lalu, misalnya, menyisakan endapan sampah di Pantai Padang. Pemerintah kota, bekerja sama dengan beberapa BUMN, mengerahkan 12 truk pengangkut sampah, yang masing-masing truk mengangkut setidaknya 10 ton sampah, sehingga tak kurang 100 ton sampah hanya di sekitar pantai Padang saja.
Banjir besar demikian terjadi bukan sekali dua kali, melainkan sangat sering terjadi. Sampah seolah tak ada habis-habisnya. Ini masuk akal belaka.
Pasalnya, berdasarkan penelitian Tisha Fajria Eresti (FISIP Unand, 2016), dengan jumlah penduduk 889.561 jiwa penduduk (Data BPS Provinsi Sumbar, 2014), Kota Padang menghasilkan sampah setidaknya 1.823,123 m3/hari dan berkecenderungan terus meningkat tiap tahunnya. Sampah itu banyak dibuang ke sungai lantas terbawa hingga ke pantai dan tengah laut.
Berdasarkan penelitian, 80% dari sampah laut berasal dari darat. Oleh karena itu, manajemen sampah yang benar di darat adalah kunci dan berkontribusi signifikan terhadap pengurangan jumlah sampah laut. Tidak ada pilihan lain, inilah saatnya pemerintah lebih serius menangani sampah laut. Pun, peran serta dan kesadaran masyarakat mutlak diperlukan.
Jika tidak, maka bersiaplah menghadapi bom waktu dari sampah laut, berupa rusaknya ekosistem laut, yang pada gilirannya akan berdampak buruk bagi perekonomian daerah pesisir, dan Indonesia pada umumnya sebagai sebuah negara maritim.
Saat ini saja, menurut Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Indonesia menelan kerugian sebesar USD 1,2 miliar atau setara dengan 16 triliun rupiah akibat sampah laut.
Mengapa ini penting ditekankan. Untuk lingkup lokal saja, penelitian Tisha Fajria Eresti (2016) menemukan fakta yang sudah dapat diduga, bahwa terkait penanganan sampah, kinerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Padang masih jauh dari kata optimal, pun peran serta masyarakat masih sangat rendah dan memprihatinkan.
Sebenarnya, regulasi penanganan sampah sudah berjenjang mulai undang-undang di tingkat nasional hingga peraturan daerah di tingkat lokal. Contoh, sebagai tindak lanjut UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Pemerintah Kota Padang telah membuat Peraturan Daerah No 21 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah, yang dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Walikota Padang No 27 Tahun 2012 tentang Kawasan Bebas Sampah.
Lebih lanjut, dengan Keputusan Walikota Padang No 550 Tahun 2014 tentang Kawasan Bebas Sampah, ditetapkanlah 10 zona bebas sampah di Kota Padang, di mana Pantai Padang dan Pantai Air Manis salah dua zona bebas sampah menurut beleid ini.
Faktanya, bertahun-tahun setelahnya, Pantai Padang dan Pantai Air Manis tetap menjadi daerah sarat sampah. Dengan kata lain, aturan hukum terkait sampah tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.