Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Setelah 4 Hari Melawan Virus FPV, Bubbu Akhirnya Pergi Untuk Selamanya

Diperbarui: 14 September 2017   07:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Bigstock/Tombstonesketch)

Padang (13/9/2017) - Setelah empat hari berjuang melawan Feline Panleukopenia Virus (FPV), yang lagi mewabah di Kota Padang, kucing remaja kesayangan keluarga kami bernama Bubbu (betina, 2 tahun) meninggal dalam penderitaan, pagi tadi, Rabu (13/9/2017). Prosesi pemakaman dilaksanakan pada hari ini juga, tanpa upacara pelepasan yang berarti, karena anak-anak harus keburu berangkat sekolah.

Selasa (12/9/2017) sore, kemaren, Bubbu sudah terlihat kritis. Saya sendiri sampai heran dengan kecepatan penyakit menggerogoti tubuh Bubbu. Karena makin mengawatirkan, akhirnya Bubbu kami bawa ke dokter hewan.

Bubbu diperiksa dokter (dokpri)

Kondisi Bubbu setelah sakit (dokpri)

Kondisinya sudah sangat lemah (dokpri)

Dokter Rita, yang memeriksa Bubbu, menyebut indikasi sejenis virus FPV menyerang Bubbu. Kebetulan virus ini sedang mewabah di Kota Padang, banyak kucing di kota ini dikabarkan meninggal. Sayang sekali kami terlambat membawa Bubbu ke dokter saat kondisinya telah kritis, suhu tubuhnya mencapai 39,5 derajat celcius dan detak jantung sudah sangat lemah.

Empat hari lalu, Bubbu kedapatan menderita gejala demam, lemah dan tidak mau makan. Jalannya sempoyongan. Mata sayu dan cuek saja saat dipanggil. Makanan, yang telah dimakan sebelumnya, dimuntahkannya.

Dokter Rita memberikan obat seperti sirup yang diminumkan sebanyak 0,5 ml tiga kali sehari, diinjeksikan ke mulut pakai tabung suntikan. Bela-belain saya bangun tengah malam supaya bisa beri Bubbu obat dan meneteskan minyak ikan ke mulutnya.

Bubbu dan Unyil saat sehat (dokpri)

Pagi tadi, masih sempat saya kasih minum susu. Tapi tak berapa lama kemudian Bubbu loncat dari kardus tempat favoritnya, berjalan sempoyongan ke bawah mobil dan tiduran di situ. Setelah itu terlihat gerakan nafas di perutnya berhenti dan semut-semut mulai berdatangan mau merubungi. Bubbu nampak telah menuntaskan janji sucinya di dunia.

Mungkin memang sudah naluri binatang seperti kucing tidak mau mati di dalam rumah. Sekalipun dibawah ke dalam rumah, dengan susah payah pakai sisa tenaga, ia bangun dan pergi ngeloyor ke luar rumah, lalu meringkuk di pinggir halaman. Begitu terus. Seperti sore kemaren, tiba-tibat ia sudah tak ada di kardusnya, setelah dicari-cari ternyata Bubbu meringkuk di bawah mobil dengan badan basah kuyub, nampaknya karena kehujanan waktu meringkuk di pinggir halaman.

Bubbu tiduran di paha saya di ruang perpustakaan (dokpri)

Bubbu lagi malas-malasan (dokpri)

Kesedihan mewarnai seluruh anggota keluarga kami atas kepergian Bubbu. Istri saya mengenang Bubbu sebagai kucing kampung yang pintar dan akrab menggemaskan. Dia suka ngintil ke mana-mana dan tak malu untuk masuk ke kamar lalu meringkuk di samping tuannya. Dari sembilan ekor kucing kampung di rumah, bekas kucing liar, Bubbu yang paling akrab dengan semua orang di rumah.

Bubbu adalah anak ke-1 dari ibunya yang bernama Kikky dengan bapak yang tidak diketahui dengan jelas siapa. Yang jelas Bubbu lahir sekitar dua tahun lalu bersama adiknya yang hampir sepantaran sehingga mirip kembaran bernama Unyil.

Bubu di liang peristirahan terakhir (dokpri)

Istirahat dalam damai (dokpri)

Bubbu dan Unyil sama-sama memiliki ekor panjang seperti ekor musang. Ekor itu berwarna belang dengan bulu yang lebat. Ketika sedang tertarik dengan sesuatu, ekor itu akan ditegakkannya dan kadang dikibas-kibaskannya. Pagi tadi adalah saat terakhir Bubbu mengibaskan ekornya, seolah kibasan selamat tinggal.

Selamat Jalan, Bubbu. Sampai jumpa di alam keabadian. Segala kenangan akan terus tertinggal, termasuk kibasan ekor belangmu yang panjang. Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, Bubbu mati meninggalkan kenangan ekor panjang.(*)

SUTOMO PAGUCI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline