Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Isu Kode Etik Advokat yang Tawarkan Diri pada Jonru

Diperbarui: 2 September 2017   10:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ILUSTRASI (tvOne/ILC)

Menyusul pelaporan Jonru oleh advokat Muannas Al Aidid ke Polda Metro Jaya pada Kamis (31/8/2017), sejumlah advokat papan atas Indonesia disebut menawarkan diri untuk mendampingi Jonru.

Dikutip dari detik.com (1/9/2017), Jonru mengakui bahwa sejumlah pengacara papan atas Indonesia telah menawarkan diri untuk menampingi dirinya dalam kasus tersebut. Dia pun akan menyerahkan semua pernyataan terkait kasus ini lewat pengacaranya tersebut.

Bila benar beritanya demikian, artinya bukan terlebih dahulu Jonru yang menghubungi advokat papan atas tersebut untuk meminta kesediaan mendampingi dirinya, melainkan advokat papan atas yang aktif menawarkan diri, maka ada isu kode etik di sini.

Aturan Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) Tahun 2002 pada dasarnya melarang seorang advokat mengiklankan dirinya atau menawarkan dirinya kepada publik umum. Aturan ini tercantum pada Pasal 8 huruf b KEAI.

"Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah  dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran dan atau bentuk  yang berlebih-lebihan," tegas KEAI.

Itu untuk menawarkan diri dalam bentuk iklan, yang nota bene ditujukan pada publik yang anonim sifatnya. Apatah lagi menawar-nawarkan diri pada orang lain yang sedang tersangkut perkara untuk mendampingi dalam suatu kasus.

Pasal 9 Ayat (6) Kode Etik Bersama IKADIN, AAI dan IPHI Tahun 1996 sebagai cikal bakal KEAI bahkan lebih tegas lagi dengan menyebutkan, "Advokat/Penasehat Hukum harus menunggu permintaan dari klien dan tidak boleh menawarkan jasanya, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya dengan melalui orang-orang perantara."

Raison d'etre mengapa advokat secara etis dilarang menawarkan diri adalah, karena advokat merupakan profesi yang mulia (officium nobile), sehingga tidak etis menjajakan diri atau menawar-nawarkan diri langsung pada orang yang berperkara atau melalui perantara.

Beberapa kasus pernah divonis majelis kehormatan etik. Sebut saja vonis bersalah terhadap Todung Mulya Lubis karena menulis publikasi kasus yang ditanganinya di media massa (melanggar Pasal 8 huruf f KEAI).

Dalam konteks etis, advokat sifatnya pasif menunggu. Klienlah yang datang padanya untuk meminta pertolongan. Atas dasar permintaan klien itu, seorang advokat mempertimbangkan apakah kasusnya memiliki dasar hukum untuk ditangani dan apakah ia memiliki keahlian untuk mengurus perkara tersebut.

Aturan kode etik advokat tidak boleh menawarkan diri atau mengiklankan diri tidak hanya berlaku di Indonesia, pada dasarnya berlaku universal sejak dulu. Kecuali pada beberapa negara ada yang membolehkan, seperti Amerika Serikat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline