Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Fidelis Divonis Bebas Andai Hakim Gunakan Ajaran Hukum Ini

Diperbarui: 16 Agustus 2017   08:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KOMPAS.com/Yohanes Kurnia Irawan

Para ahli hukum pidana baik dari kalangan akademisi maupun praktisi hingga kini sebenarnya sudah sepakat bahwa ajaran perbuatan melawan hukum materil (materiele wederechtelijkheid) dalam fungsi negatif dapat diterapkan dalam kasus aktual.

Ajaran hukum ini pada intinya menggariskan, meskipun suatu perbuatan telah memenuhi unsur formil suatu pasal undang-undang (perbuatannya formil melawan hukum), maka tidak selalu pelaku dapat dipidana jika ada perkecualian berdasarkan aturan hukum tidak tertulis atau materil tidak melawan hukum.

Dengan kata lain, penerapan ajaran melawan hukum materil dalam fungsi negatif merupakan alasan penghapus sifat melawan hukum suatu perbuatan (straftuitsluitings-grond) atau alasan pembenar atau menghalalkan perbuatan yang merupakan suatu tindak pidana (rechtvaardigings-grond).

Sisi materil yang dapat menghapus sifat melawan hukum suatu perbuatan adalah pandangan hukum atau kesadaran hukum masyarakat bahwa perbuatan tersebut tidaklah tercela atau dapat dibenarkan.

Adapun kriteria dan syarat penerapan ajaran hukum materil dalam fungsi positif dapat dirujuk pendapat ahli hukum terkemuka, seperti Th. W. Van Veen, Langemeyer dan J.M. Van Bemmelen.

Menurut Th. W. Van Veen, kriterianya: pendapat hakim bahwa pembentuk undang-undang sendiri andai menghadapi persoalan ini sudah pasti dibuatnya perkecualian atau hakim berpendapat perbuatan terdakwa memiliki tujuan yang baik dan dapat dibenarkan.

Sementara Langemeyer dan Van Bemmelen ajukan kriteria: perbuatan terdakwa lebih menguntungkan dibanding merugikan. 

Pada awalnya, ajaran melawan hukum materil dalam fungsi negatif pertama kali diterapkan dalam kasus aktual dalam perkara yang dikenal dengan Arrest Dokter Hewan di kota Huizen, Belanda, berdasarkan putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung Belanda) tanggal 20 Februari 1933.

Seorang dokter hewan mencampur 7 ekor sapi sehat ke dalam kumpulan sapi yang telah terjangkit penyakit, dengan pertimbangan supaya ke 7 ekor sapi tersebut tidak terjangkiti penyakit saat mengeluarkan susu, sebab jika sampai sapi-sapi itu diserang penyakit menular itu ketika mengeluarkan susu maka sapi-sapi itu akan mengalami penderitaan yang amat sangat dan lebih rawan menularkan secara lebih luas lagi. Cuma itu satu-satunya jalan.

Pemilik sapi menuntut si dokter hewan berdasarkan Pasal 82 Veetwet (undang-undang tentang Hewan) karena semua sapinya terjangkiti penyakit menular. Di tingkat pertama dan banding, si dokter hewan dinyatakan bersalah. Namun di tingkat Hoge Raad, hakim membebaskan dokter hewan tsb.

Alasan Mahkamah Agung Belanda, barang siapa melakukan suatu perbuatan yang memenuhi rumusan pasal undang-undang tidak selalu harus dijatuhi pidana, meskipun tidak terdapat pengecualian di dalam undang-undang, apabila perbuatan tersebut secara materil tidak tercela.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline