Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Danau Gunung Tujuh, Indah tapi Jorok

Diperbarui: 7 April 2017   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kontras antara keindahan dan kejorokan (dokpri)

Setelah cerita indah tentang Danau Gunung Tujuh 1.950 mdpl di sini, kini saatnya berkisah sisi joroknya. Katakanlah biar imbang, supaya tulisan wisata tidak melulu berkisah sisi indah, seolah tanpa celah. Harapannya ke depan mudah-mudahan berubah jadi indah tanpa celah.

Seklebatan, Danau Gunung Tujuh memang sangat indah, tinggi tempatnya dan dalam airnya. Akan tetapi jika mau mengamati sedikit lebih detail, nah, baru deh kelihatan sisi joroknya. Demikianlah penulis amati selama dua hari dua malam, Jum'at 31/3/2017 sore s/d 2 April 2017.

Merusak pemandangan saja! (dokpri)

Sisi Barat danau, tempat pertama peziarah sampai saat mengunjungi danau ini, terlihat sampah di mana-mana. Berserakan. Bergeser sedikit melongokkan pandangan ke dalam air, di bagian tepiannya, terlihat berbagai rupa sampah di dasar danau: sampah plastik, botol, kain bekas, dll. Terlihat jelas dari permukaan.

Sisi Utara danau, tempat kemping favorit peziarah, jauh lebih parah lagi. Di sini sampah berserakan merata di semua lokasi yang bisa didirikan tenda di atasnya. Selain di atas tanah, sampah juga nampak berserakan di dasar danau bagian tepi-tepinya. Ada sampah plastik kecil-kecil semisal bungkus bumbu mie, ada pula sampah plastik berukuran besar, seperti jas hujan robek, karung robek, dll.

Sampah di sisi Utara danau (dokpri)

Cukup mengherankan, para peziarah ini sanggup membawa botol air meneral berisi air yang cukup berat, dibawa pula menanjak ke atas gunung yang tinggi, akan tetapi tidak sanggup membawanya kembali turun, padahal cuma botol kosong yang super ringan.

Yang terjorok dari yang jorok adalah para peziarah yang buang air besar (BAB) di danau. Masya Allah. Tempat favorit peziarah BAB adalah di tepi danau sebelah Utara, dekat aliran air danau ke hilir yang mengalir jadi air terjun. Pada pagi atau sore hari para peziarah biasa terlihat di tepi mencangkong di atas batu sambil BAB.

Dibakar tapi tak habis (dokpri)

Tinja para peziarah yang mengandung bakteri Escherichia coli (E.coli) tersebut akan terbawa ke hilir hingga ke bak penampungan air PDAM Kabupaten Kerinci, di dekat pintu rimba jalur pendakian Gunung Tujuh, Desa Pelompek, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, Pulau Sumatera, Indonesia.

Belum ada survei memadai bagaimana sampai para peziarah cari gampang buang air di danau, apakah karena tidak tahu bahaya penyebaran bakteri E.coli dari tinja, ataukah tahu bahaya tapi tidak tahu cara BAB yang benar di alam yang masih alami.

Sisa-sisa sampah (dokpri)

Dari obrolan ringan dengan beberapa pendaki memang mereka tidak menyadari bahaya penyebaran bakteri E.coli. "Kan tainya lama-lama hilang dimakan ikan," kata seorang peziarah santai. Saya tertawa dalam hati membayangkan warga lokal meminum air PDAM yang mengandung sari tai.

Dari berbagai sumber disebutkan, bakteri E.coli yang biasa terdapat dalam usus hewan dan manusia, yang dikeluarkan dalam bentuk tinja, jika masuk kembali ke dalam tubuh lewat makanan atau minuman-terkontaminasi dapat menyebabkan diare, merusak sel darah merah, merusak ginjal, menyebabkan keracun yang merusak dinding usus kecil, dll.

Sampah di puncak gunung Tujuh, di balik semak-semak juga banyak! (dokpri)

Pada kesempatan pertama setelah turun, penulis singgah di pos pendaftaran untuk menyampaikan hal ini sekaligus menggali informasi dari para ranger dan pengelola pos pendaftaran. Cerita ranger baru sekitar tiga bulan aksi bersih sampah dilakukan. Kesan saya, masih belum maksimal advokasi terhadap peziarah bawa turun sampah dan BAB dengan cara menggali tanah dan menutupnya kembali.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline