Pilkada Jakarta 2017 memang 'gila'. Baru kali ini sejarah pilkada di Indonesia benar-benar sangat berbahaya, oleh karena gesekan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Demo bernuansa SARA berjilid-jilid. Hingga ancaman tidak menyolatkan jenazah pendukung Ahok-Djarot.
Namun demikian, segila apapun konflik politik dalam pilkada Jakarta, sekalipun berbahaya dan tidak sehat bagi demokrasi, tapi tetap saja hanya berada dalam level taktik-teknis politik. Bukan level personal dan ideologis, khususnya bila dilihat dari perspektif politik vis-a-vis Jokowi.
Anies Baswedan-Ahok-Jokowi secara ideologis adalah sama, sama-sama sosialis. Secara personal keduanya (Ahok-Anies) sama-sama dekat dengan Jokowi, sama-sama "orangnya Jokowi". Sekalipun Anies pernah "dipecat" oleh Jokowi, tetap saja Anies orang dekat Jokowi, sebagaimana juga Jonan. Pencopotan dari jabatan semata-mata alasan politik saja, bukan kebencian personal.
Bukan tipe Jokowi mencampakkan orang-orang yang pernah dekat dengannya. Mungkin 'kabinetnya', sejak walikota, gubernur, hingga presiden, dicopot atau digeser karena berbagai alasan. Namun di momen lain orang yang dicopot tsb ditempatkan lagi pada posisi lain, seperti dialami Jonan. Anies pun sangat mungkin demikian, andai tidak mencalon gubernur. Rasanya semua tahu itu.
Jokowi tidak akan seringan itu diangkat ke posisi tinggi dalam waktu relatif singkat andai ia tipe orang senang mengumpulkan musuh, pendendam, dan senang menjatuhkan lawan politik. Jokowi tipe politisi yang merangkul dan kompromistis tapi tetap tegas pada sisi lain.
Jika Ahok yang menang pada putaran kedua pilkada mendatang, itu sangat baik bagi DKI Jakarta dan Jokowi. Artinya, program Jokowi-Ahok dahulu tinggal diteruskan oleh orang yang tepat dan dekat dengan Jokowi, yaitu Ahok-Djarot. Taroklah Ahok dipenjara dan dipecat, Djarot yang menggantikan Ahok adalah orang dekat Jokowi baik secara personal, kepartaian maupun ideologis. Menurut saya, Djarot-Jokowi sama-sama sosialis.
Sebaliknya, andai Anies-Sandiaga yang menang, maka program-program utama Ahok diyakini akan diteruskannya. Secara politik, Anies-Sandiaga tidak memungkinkan untuk menghapus semua program utama Ahok-Djarot. Anies juga tidak akan kesulitan untuk berkomunikasi dengan pemerintah pusat dan presiden. Sekali lagi, karena Anies orang dekat Jokowi.
Jika mau memandang segalanya dalam perspektif optimis, kedekatan Anies dengan kelompok vigilante tidak lebih sekedar 'politik merangkul' belaka. Demi kemenangan siapapun bakal dirangkul. Tapi sisi ideologis dan konstitusi tidak akan mungkin tergadaikan, hanya karena kedekatan itu, misalnya DKI Jakarta diubah perda-perdanya menjadi syariah semua. Mustahil. Anies tetaplah Anies.(*)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H