Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

SBY, Dengarkan Suara Minoritas

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

136928129774332349

[caption id="attachment_244893" align="aligncenter" width="523" caption="Ilustrasi (appealofconscience.org)"][/caption] Jelas-jelas kaum beragama minoritas yang merasakan terdiskriminasi di Indonesia, bukan kaum mayoritas mainstream, sebagai alasan kaum minoritas (juga kalangan aktivis) menolak penghargaan "Word Statesman Award" dari Appeal of Conscience Foundation (ACF) pada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun yang didengarkan malah bukan kaum minoritas. Kengototan SBY demikian tercermin dari Jubir Presiden, Julian Adrian Pasha, yang menyatakan bahwa SBY akan tetap menerima penghargaan itu, pada 30 Mei 2013 mendatang. Yang merasakan langsung bagaimana praktik diskriminasi adalah umat minoritas seperti Kristen, Ahmadiyah, Syiah, Baha'i, dan agama-agama lokal. Bukan umat mayoritas. Aneh, jika yang jadi patokan malah umat mayoritas yang mengatakan semua baik-baik saja. Ratusan umat Syiah terusir dari kampungnya di Sampang; masjid Ahmadiyah di Tasikmalaya dan Tulungagung dll dirusak dan dibakar; rumah-rumah Jemaat Ahmadiyah dirusak; pendirian gereja GKI Yasmin di Bogor dipersulit sekalipun sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang memenangkan GKI Yasmin; pembiaran aturan-aturan yang melarang kegiatan/aktivitas Jemaat Ahmadiyah; dan banyak lagi. Belum pernah terjadi dalam sejarah republik ini, kecuali di masa pemerintahan SBY, ada umat Syiah satu kampung terusir dari tempat tinggalnya hanya karena mereka penganut Syiah. Pengusiran ini difasilitasi dan didorong oleh pemerintah setempat. Dan pemerintah pusat, dalam hal ini SBY, tak bereaksi secara memadai dan meyakinkan. Dari semua praktik diskriminasi SARA yang diterima minoritas tersebut tidak ada satu kali pun SBY mengutuk tindakan tersebut secara terbuka, menegaskan kembali pentingnya toleransi, mengecam tindakan massa radikalis, bersamaan langsung bertindak nyata. Bahkan, SBY diam saja saat gubernur-gubernur mengeluarkan aturan diskriminatif dan melanggar hak asasi beragama Jemaat Ahmadiyah. Harusnya, SBY tegas "menjewer" gubernur-gubernur itu. Bahwa gubernur dilarang membuat aturan dibidang keagamaan karena merupakan wewenang pusat, selain aturan itu melanggar konstitusi. Yang terjadi SBY diam saja. Diamnya SBY terkait pergub-pergub Ahmadiyah tersebut sangat ironis. Karena gubernur merupakan tangan kanan Presiden di daerah. Gubernur merupakan pejabat daerah, wakil pemerintah pusat di daerah. SBY juga diam saja saat agama-agama lokal terdiskriminasi. Dalam hal ini, aturan-aturan dan kebijakan pemerintah bahwa yang disebut "agama" hanyalah yang memiliki Tuhan, Nabi, dan Kitab Suci, sama sekali didiamkan SBY. Efeknya, agama-agama lokal tak mendapat tempat dan terlarang dicantumkan dalam dokumen-dokumen kependudukan, sehingga penganutnya terpaksa mengikuti agama-agama mainstream. Loh, bagaimana mungkin instrumen hukum dan kebijakan pejabat publik dijadikan alat pemaksaan beragama secara tidak langsung begini akan tetapi dibiarkan saja. Memberikan penghargaan merupakan hak ACF. Sedangkan kepantasan dan hak menerima atau menolak penghargaan itu ada pada diri SBY. Karena itu, jika SBY tetap ngotot juga menerima penghargaan dari ACF, bolehlah SBY disebut bebal. Belum pantas ybs menerima penghargaan itu. ACF sendiri merupakan organisasi yang berbasis di New York, Amerika Serikat, didirikan Rabbi Arthur Schneier tahun 1965. Fokus organisasi ini adalah mempromosikan perdamaian, demokrasi, toleransi, dan dialog antarkepercayaan. Sampai tulisan ini diturunkan protes-protes dari kalangan minoritas dan aktivis kebebasan beragama masih terus berlangsung. Penggalangan dukungan terhadap gerakan penolakan penghargaan ACF terus menguat baik di media sosial, website, dan gerakan-gerakan di lapangan. Protes serupa telah dilakukan Budayawan Romo Magnis Suseno, Romo Benny Susetyo, LSM Kontras, dll. (SP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline