Ada gejala menarik dari gerakan Wahabi di dunia dan juga Indonesia era 1980-an hingga sekarang. Hal ini sebagaimana dicatat oleh, sebut saja diantaranya, Said Agil Siraj dan Syaikh Idahram terutama dalam dua bukunya berjudul Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi: Mereka Membunuh Semuanya, Termasuk Ulama Islam (2011) dan Mereka Memalsukan Kitab-Kitab Karya Ulama Klasik: Episode Kebohongan Publik Sekte Salafi Wahabi (2011).
Wahabi sendiri merupakan salah satu sekte puritanisme garis keras dalam Islam yang didirikan oleh Syaikh Muhammad ibnu Abdul Wahab (wafat 1206 H/1792 M). Ajaran Wahabi berhasil menyebar di Arab Saudi, Timur Tengah, Asia, termasuk Indonesia.
Dinasti Saud di Arab Saudi yang didirikan Muhammad Ibnu Saud, yang disebut-sebut sekalangan sejarahwan masih keturunan Yahudi Arab, merupakan pendukung mutlak sekte ini. Muhammad Ibnu Saud memisahkan diri dari Khilafah Turki Ustmani untuk mendirikan dinasti sendiri, dengan dukungan Muhammad ibnu Abdul Wahab.
Sekte ini ekstrim dalam dakwah pembersihan unsur-unsur tahayul, bid'ah dan khurafat di tengah umat. Sampai-sampai kuburan bernisan pun tak boleh. Apalagi kearifan lokal hasil simbiosis adat dan agama, jelas-jelas mereka tentang habis-habisan.
Syahdan, begitu kota Makah ditaklukan abad ke-18 oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Muhammad Saud, cucu Muhammad Saud, setelah ia kembali dari luar negeri akibat kekalahan perang kakeknya, mereka langsung meratakan semua kuburan, termasuk kuburan Siti Khadijah, Abdullah bin Zubaer, Asma binti Abu Bakar, kuburan para sahabat Nabi Muhammad SAW, dan semua kuburan ulama di Makah.
Situs-situs sejarah Islam juga dibongkar, sebut saja rumah paman Nabi Saw dijadikan toilet, rumah Siti Khadijah dijadikan tempat pembuangan, rumah Ali bin Abithalib dijadikan kandang keledai, rumah kelahiran Nabi Saw dibongkar, dan banyak lagi.
Salah satu torehan kelam sejarah gerakan Islam garis keras ala Wahabi di Indonesia dibuat kaum Padri di Minangkabau. Gerakan dakwah garis keras mereka menyulut perang besar dengan kaum Adat di Kerajaan Pagaruyung tanah Minangkabau (1803-1838) yang menewaskan ribuan orang. Menariknya, perang Padri ini bertransformasi menjadi perang antara kaum Padri dan kaum Adat melawan Belanda.
Dengan demikian sekte Wahabi menorehkan sejarah sangat jelek dalam gerakan dakwah Islam. Karena itu, di beberapa tempat termasuk di Indonesia, aktivis dakwah gerakan ini mengaburkan penamaan manhaj dakwahnya dengan menyebut "Salafi" dan menolak dinisbahkan pada Muhammad ibnu Abdul Wahab, melainkan mereka lebih suka disebut pengikut generasi Salaf atau penerus ajaran as-salafu ash-shalih, yakni para sahabat, tabi'in dan tabi' at-tabi'in.
Hal ini dilakukan karena mereka merasa tersudut disebut Wahabi dan dakwahnya banyak mendapat penolakan dan kegagalan. Jadi intinya untuk mengambil simpati publik. Sehingga dalam literatur gerakan Islam modern biasa dikenal istilah "Wahabi-Salafi" atau "Salafi-Wahabi". Dengan demikian Salafi adalah nama lain dari Wahabi. Secara ide mereka sama.
Kekeliruan fatal gerakan pengaburan dakwah mereka, sebagaimana disebut Syaikh Idahram adalah, menahbiskan diri pada mazhab Salaf tersebut. Pasalnya, Salaf tidak satu pandangan dalam berbagai hal, begitu beragam dan tidak terkumpul dalam satu mazhab. Pendapat ulama salaf pun berbeda-beda.
Sebagaimana diketahui, kata "as-salaf" secara bahasa bermakna orang-orang yang mendahului atau hidup sebelum zaman kita. Namun kata ini sebenarnya tidak untuk diartikan "sekelompok orang yang memiliki keyakinan yang sama" atau sebuah mazhab dalam Islam.