Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Anas dan Daya Tawar Tersangka

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13891701801450733464

[caption id="attachment_314631" align="aligncenter" width="655" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption] Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum resmi ditetapkan tersangka oleh KPK per tanggal 22 Februari 2013. Artinya, hampir satu tahun status tersangka itu melekat pada diri Anas. Akan tetapi, Selasa (7/1/2014), mendadak Anas menolak panggilan KPK dan meminta penjelasan terkait alasan penetapan dirinya sebagai tersangka khususnya kalimat 'proyek lainnya' dalam surat panggilan. Padahal, berdasarkan surat panggilan dalam pemeriksaan sebelumnya, pasca penetapan tersangka tersebut, sudah disebutkan dengan jelas sangkaannya: Anas disebut melanggar Pasal 12 a, b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam kasus dugaan pemberian dan janji terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya. Adanya kata 'dan proyek lainnya' tidaklah menggugurkan proses penyidikan. Karena penyidikan perkara pidana memang dapat saja berkembang ke peristiwa-peristiwa lain dengan pasal-pasal yang baru. Karena itu, disebut 'dan proyek lainnya' dalam surat panggilan. Itu sah-sah saja. Yang dibaca dari sikap mbalelo Anas tersebut lebih ke upaya menaikkan posisi tawar saja berhadapan dengan KPK. Wakil Koordinator ICW Ade Irawan menyebut mangkirnya Anas tersebut sebagai wujud ketakutan. Bisa-bisa saja. Yang jelas mangkirnya Anas tersebut makin menguatkan alasan KPK untuk mempercepat penahanan, sebab Anas dinilai tak kooperatif. Dari sudut Anas mungkin sekali mangkir dari panggilan KPK seraya meminta penjelasan merupakan upaya menaikkan posisi tawar. Namun bagi penyidik KPK manuver begini tak berpengaruh secara berarti. Sebab, semua sudah ada prosedurnya. Dipanggil lagi tetap tak mau datang, Anas akan dipanggil secara paksa. Karena itu, siapapun dia, termasuk Anas sekalipun, tak memiliki posisi tawar berarti berhadapan dengan penyidik dalam suatu perkara pidana. Pokoknya, asal penyidik sudah menetapkan seseorang sebagai tersangka, maka otomatis terbit kewenangan pihak penyidik lakukan upaya paksa, baik terhadap diri tersangka maupun saksi-saksi. Berdasarkan kerangka demikian maka tindakan Anas mangkir tersebut dinilai sebagai langkah yang keliru fatal. Selain dinilai sebagai pengecut, Andi Mallarangeng saja lebih berani dibandingkan Anas, juga lebih ke sekedar mencari-cari alasan; yang utama memperburuk posisi Anas sendiri vis-à-vis penyidik. Cara yang benar untuk menaikkan posisi tawar di hadapan penyidik, dan ini pun harus dengan alasan hukum yang benar dan kuat, adalah dengan memanfaatkan 'pihak luar' dari penyidik. Pertama, jika terindikasi penyidik melakukan pelanggaran etika maka laporkan pada dewan kode etik, atau propam bila di kepolisian. Kedua, jika ada indikasi pelanggaran hukum acara (prosedur) penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, dst dapat ditempuh upaya hukum praperadilan ke pengadilan setempat. Putusan hakim, jika memenangkan pemohon, dapat memaksa penyidik untuk mengoreksi kesalahannya. Di luar mekanisme kode etik dan praperadilan maka upaya 'menganggu' atau menghentikan proses penyidikan dipandang sebagai tidak prosedural. Alih-alih memberikan keuntungan pada diri tersangka, malah sebaliknya memperburuk posisinya berhadapan dengan penyidik. (Sutomo Paguci)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline