[caption id="attachment_294547" align="alignnone" width="600" caption="maps.google.com - Jalan Tan Malaka, Kota Padang"][/caption] Ironis memang. Pahlawan Nasional Tan Malaka (1897-1949) hanyalah nama jalan kecil dan pendek, lebih mirip gang, yang menghubungkan Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Padang. Panjang jalan ini belum pernah penulis ukur tapi diperkirakan sekitar 500 meter dan lebar sekitar 6 meter. Kecil dan nyempil. Waktu masih mahasiswa dulu (1990-an) saya biasa jalan kaki dari Jalan Jenderal Sudirman ke Jalan Perintis Kemerdekaan, Jati, Padang, melewati Jalan Tan Malaka, untuk selanjutnya menunggu bus ke Kampus Unand Limau Manis di Jalan H Agus Salim, Sawahan, Padang. Karena jalannya pendek maka lebih baik jalan kaki saja. Kadang-kadang saya juga melintas di Jalan Tan Malaka saat mengikuti kegiatan di RRI Padang, yang kebetulan gedungnya di persimpangan Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Tan Malaka. Dalam kesempatan lain, saya jalan kaki melewati Jalan Tan Malaka saat pergi ke Bioskop Arjuna di Jalan Perintis Kemerdekaan, Padang. [caption id="attachment_294548" align="alignnone" width="600" caption="Antarasumbar.com - Mahasiswa memasang plang Jalan Tan Malaka, Rabu (14/4/2010) lalu, dalam rangkaian acara roadshow "]
[/caption] Kecil dan pendeknya Jalan Tan Malaka kontras dengan nama-nama jalan utama yang diambil dari nama pejuang lainnya di Kota Padang, seperti Jalan Mohammad Hatta, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan H Agus Salim, Jalan M Yamin, Jalan Bagindo Aziz Chan, Jalan Khatib Sulaiman, atau jalan-jalan bernama genus seperti Jalan Veteran, Jalan Pemuda, dll. Penulis mengusulkan nama Jalan Veteran atau Jalan Pemuda, Padang, diganti saja jadi Jalan Tan Malaka. Sudah saatnya Bapak Republik Indonesia, Pahlawan Nasional, ini, ditempatkan dalam kedudukan yang pantas sesuai jasanya. Salah satu penghargaan terhadap perjuangan putra Suliki, Limapuluh Kota, Sumatera Barat ini, adalah mengabadikannya sebagai nama jalan protokol. Bukan jalan kecil dan pendek yang seolah tak penting dan terlupakan. Padahal, kurang apa jasa Tan Malaka bagi bangsa dan republik ini. Tan Malaka adalah Bapak Republik Indonesia, Pahlawan Nasional berdasarkan Keppres No 53/1963, karena telah berjuang hampir sepanjang hayatnya bagi bangsa dan negara yang dicintainya. Kebesaran Tan Malaka tak kalah dari Jenderal Sudirman, Bung Hatta, Agus Salim, dan M. Yamin, yang menjadi nama jalan utama (protokol) di Kota Padang. [caption id="attachment_294550" align="aligncenter" width="600" caption="beritajatim.com - Makam Tan Malaka"]
[/caption] Sistematisasi pemikiran menuju Indonesia merdeka bahkan lebih dahulu dicetuskan oleh Tan Malaka, melalui tulisannya berjudul Naar de Republiek Indonesia atau Menuju Republik Indonesia (1925) yang ditulisnya waktu pelarian di Tiongkok, dibandingkan Moh Hatta dan Sukarno. Tan Malaka berjuang melalui tiga jalur sekaligus: pemikiran (tulisan-tulisan), organisasi, dan perjuangan bersenjata secara gerilya. Buku berjudul Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) menjadi ilham anak bangsa untuk menghilangkan cara pikir yang gemar tahayul (gaib) menuju cara pikir ilmiah. Banyak lagi karya Tan Malaka yang menjadi ilham perjuangan bangsa menuju Indonesia merdeka. Namun lihatlah yang terjadi. Muhammad Yamin menjuluki Tan Malaka sebagai "Bapak Republik Indonesia". Namun keyataannya Tan Malaka adalah "Bapak Republik yang Dilupakan," seperti ditulis laporan khusus Majalah Tempo (17/8/2008). Hal ini tercermin dari tersingkirnya Tan Malaka dalam "peta penulisan sejarah" di Indonesia, makamnya yang terabaikan, dan nama jalan yang kecil saja. Januari 2014 lalu Kepolisian harus mengecek dan mengamankan lokasi yang diduga makam Tan Malaka di lereng Gunung Wilis, Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, dari potensi perusakan oleh massa Islam garis keras yang kontra pada Tan Malaka. (Sutomo Paguci)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H