Barusan saja penulis menonton persidangan Majelis Kehormatan Etik (MKK) Mahkamah Konstitusi, di Metro TV, Selasa (8/10/2013). Terlihat anggota MKK Prof Bagir Manan cs menanyai saksi dari BNN, Kombes Slamet dan rekannya seorang dokter.
Sejatinya Kombes Slamet dkk dihadirkan sebagai saksi fakta. Namun pertanyaan-pertanyaan MKK selalu mengarahkan para saksi ke pendapat pribadi. Padahal. sudah jelas-jelas Kombes Selamat dkk adalah saksi fakta, bukan Ahli. Pertanyaan ala MKK lebih tepat ditujukan pada ahli.
Pertanyaan hakim pada saksi fakta harusnya hanya apa yang saksi lihat sendiri, dengar sendiri, dan/atau alami sendiri. Pertanyaan di arahkan pada fakta, bukan pada pendapat (opini). Opini hanya boleh diberikan oleh seorang ahli yang dimintai keterangan di penyidikan dan pengadilan. Itu pertama.
Kedua, sidang etik hari ini masih saja dilaksanakan terbuka dan disiarkan ke seluruh dunia melalui berbagai media televisi. Ini bukan sidang etik namanya. Melainkan lebih cocok disebut sidang perkara pidana. Sidang etik harusnya tertutup.
Etika sifat berlaku normanya hanya untuk lingkup profesi ybs saja. Kode etik hakim tidak berlaku bagi advokat dan begitu pula sebaliknya; kode etika jurnalis tidak berlaku bagi dokter dan begitu pula sebaliknya; dst. Karena itu, pemeriksaan terhadap pelanggarannya harusnya dilakukan tertutup. Tidak ada relevansinya disebarkan ke publik luas.
Terus terang penulis heran seheran-herannya. Para hakim MKK ini 'kan bergelar profesor doktor ilmu hukum semua. Mengapa sampai teledor begitu. Menanyai saksi fakta seolah-olah ahli dan menggelar sidang kode etika secara terbuka telanjang bulat begini. Ada apa ini?
Atas dasar argumen di atas cukup alasan untuk menyeret para hakim MKK ini ke persindangan kode etik pula. Mereka disangkakan telah melanggar etika dalam pemeriksaan sidang pelanggaran kode etik.
(SP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H