[caption id="attachment_214637" align="alignnone" width="620" caption="Ruhut Sitompul. Foto: KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN"][/caption] Dipecatnya Ruhut Sitompul sebagai Ketua Divisi Komunikasi Politik DPP Partai Demokrat jelas bukan semata dimaksudkan sebagai 'penyegaran organisasi' sebagaimana luas dikatakan 'badut-badut Anas'---Istilah 'badut-badut Anas' dipopulerkan pertama kali oleh Ruhut sendiri dalam rangka menangkis serangan lawan politik (pendukung Anas Urbaningrum) di internal partainya. Istilah untuk 'penyegaran' tidak hanya faktual melainkan juga politis. Komunikasi politik ala Ruhut tidak dapat diterima secara kepatutan politik di Indonesia, setidaknya di internal Partai Demokrat. Sebagaimana kita tahu, komunikasi politik ala Ruhut dicirikan sebagai berikut: ceplas-ceplos, suka menyalahkan atasan, suka menyarankan atasan (Anas Urbaningrum) mundur, suka bikin sensasi, dan suka membuat kegaduhan dengan pernyataannya, dst. Kepatutan politik kita belum dapat menerima seorang anak buah yang menyalah-nyalahkan atasan di muka umum. Termasuk, kita cenderung belum dapat menerima tindakan menyalah-nyalahkan kawan seiring di muka umum. Dalam pergaulan pertemanan saja akan disebut tidak beretiket orang yang gemar menyalah-nyalahkan teman karibnya di muka umum, sekalipun teman karibnya itu memang salah. Ini sekedar cermin kecil untuk skop yang lebih besar. Perpolitikan tanah air. Di Kompasiana ini pun, misalnya, hal yang sama juga berlaku. Orang yang sudah saling kenal dengan baik, apalagi yang sudah terhubung secara emosional, cenderung tidak akan saling menyalahkan atau saling mengeritik secara frontal di muka umum melalui artikel dan kolom komentar. Lihat saja fakta yang ada. Maka, bisa dipahami ada orang yang tidak mau menyalahkan temannya melalui sebuah artikel atau komentar, sekalipun temannya itu jelas-jelas keliru. Saya termasuk yang yakin bahwa Ruhut paham situasi sosiologis demikian. Pilihan cara komunikasi politik ala Ruhut nampaknya selain memang faktor bawaan Ruhut yang memang demikian, juga ada agenda politik yang sedang dijalankan Ruhut. Selama ini Ruhut sering bilang bahwa aksinya disetujui Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Memang belum ada tersiar berita bahwa SBY secara tegas keberatan dengan gaya politik Ruhut. Yang ada SBY baru menyampaikan kalimat-kalimat sindiran supaya santun berpolitik dan itu tidak ditujukan pada nama-nama khusus termasuk pada Ruhut. Karena itu tidak salah jika muncul spekulasi bahwa aksi Ruhut memang direstui secara penuh atau bahkan diminta khusus oleh SBY sendiri untuk membantu melakukan pembersihan partai dari dalam. Jika spekulasi ini benar maka yang terjadi adalah partarungan politik internal partai. Namanya pertarungan tentu bisa ada yang menang, kalah, atau draw. Saat ini Ruhut dalam posisi kalah. Roda mungkin sekali berputar. Benar kata Ruhut, jika Anas ditetapkan tersangka oleh KPK maka karir politik Anas akan habis. "Anas tersangka, aku lengserkan badut-badut itu," katanya sesumbar. Orang tipe Ruhut ini memang tidak cocok di Divisi Komunikasi Politik Partai. Gaya dan kedudukan tidak nyambung. Tidak cocok. Amat sangat tidak cocok. Ibarat bumi dan langit. Jadi memang harus disingkirkan, baik dengan cara halus maupun kasar. (SP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H