Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Merantau Cina Sudah 28 Tahun

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Orang dulu sering membuat perumpamaan sebagai "merantau Cina" bagi siapapun yang merantau lama dan cukup jauh serta tidak kembali ke kampung halaman. Seperti orang Cina yang merantau ke tanah Nusantara, sekarang Indonesia, dimana mereka merantau berpuluh tahun beranak pinak dan meninggal di sini tanpa pulang lagi ke kampung halamannya.

Kuhitung-hitung sudah 28 tahun aku tak pulang ke kampung asalku di Padang Guci, Kaur, Bengkulu Selatan, Bengkulu. Terhitung sejak tahun 1984, saat kami sekeluarga migrasi meninggalkan kampung menuju tanah harapan di Kabupaten Bengkulu Utara. Beberapa tahun setelahnya semua aset tanah, rumah, kebun durian, sawah, dan sebagainya di kampung asal telah dijual semua.

Pagi ini, barusan saja, seorang sepupu di Bekasi kirim SMS ucapan selamat Idul Adha 1433 H. Kukira ia pulang kampung. Ternyata tidak. Katanya sudah lama ia tak pulang kampung, sudah 7 tahun. Aku balas dengan enteng bahwa aku lebih lama lagi, sudah 28 tahun.

Sekarang tiap pulang kampung dari merantau Cina tanggung, karena dekat, yakni di Padang, bukang ke Padang Guci melainkan ke Bengkulu Utara. Tepatnya ke daerah perkebunan kopi di Unit VI Desa Sukamulya, Kecamatan Girimulya, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Itupun sudah tiga tahun yang lalu, saat bapak meninggal. Praktis akan lama pulang kampung lagi kecuali ada momen ziarah karena kedua orang tua sudah meninggal semua. Tinggal abang kandung seorang sebagai "tunggu tubang" di Bengkulu Utara.

Dalam adat Melayu Pasemah, "tunggu tubang" adalah saudara lelaki tertua yang dipercayai untuk menetap di kampung. Tujuannya untuk semacam "jaga gawang" ketika saudara-saudara di perantauan pulang kampung atau saat momen acara syukuran dan semacamnya. Jadilah abang dengan dua anak dan satu istri jadi tunggu tubang di kampung. Sementara kakak perempuan dan adik-adiknya pada melalang buana pergi merantau ke mana-mana.

Sudah ancang-ancang jika meninggal nanti tidak akan dikubur di kampung halaman asal melainkan di tempat meninggal saja. Jika di Padang, ya, dikubur di Padang saja. Karena perantau sejati tidak pernah lupa kampung sekalipun menganggap kampung pada setiap daerah yang ditinggalinya. Soal pulang kampung lain lain lagi cerita.

Selamat Hari Raya Idul Adha 1433H.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline