[caption id="attachment_196844" align="aligncenter" width="504" caption="ILUSTRASI/allietheiss.com"][/caption] Gara-gara cinta keluarga Romeo dan Juliet berseteru sampai berkorban nyawa. Hanya karena agama orang-orang menyerbu pesantren ustad Tajul Muluk di Sampang yang dikatakan pengikut Syiah. Salahkan cinta dan salahkah agama? Ini sungguh ironis. Cinta harusnya menyatukan tapi yang terjadi malah memisahkan. Agama yang seharusnya mendekatkan tapi malah menjauhkan kemanusiaan. Agama harusnya melahirkan cinta tapi malah yang lahir angkara. Cinta tak mengenal batas teritorial suatu negara. Tapi karena cinta orang rela menghadapi resiko kehilangan kewarganegaraan diri dan anak-anak demi kawin sama orang asing. Cinta kadang tak perlu dicari, ia hadir sendiri. Agama tak perlu dipaksakan karena manusia akan mencarinya. Ah, seandainya tak ada cinta dan agama. Tapi itu tak mungkin. Karena ada Tuhan maka ada cinta dan agama. Tanpa cinta maka tak ada manusia, tak ada Sutomo Paguci, dan tak ada Anda pembaca tulisan ini. Jika bukan cinta dan agama sebagai alasan manusia berperang, maka manusia akan menggunakan alasan perebutan sumber daya alam yang terbatas. Manusia akan mempertahankan diri. Mempertahankan ego dan harga diri yang subjektif. Karena itu, di atas cinta dan agama, hukum harus tegas.[] ----------------- N/b: Setiap kata 'agama' dan 'cinta' dalam tulisan ini dimaknai sebagai "perilaku beragama" dan "perilaku percintaan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H