Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Aa Gym Minus Poligami

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Aa Gym adalah salah satu orang yang kuanggap guru. Minus poligami, tentu saja. Ia guru tentang cara-cara berbusana yang keren dan memiliki ciri khas yang kuat. Ia juga guru cara bersikap santai di keramaian. Ia juga guru cara berkomunikasi lisan dan tulisan yang baik, energinya terpancar dari dalam.

Sudjewo Tedjo adalah guruku berikutnya. Matanya akan mendelik kuat seolah mau loncat dari sarangnya. Itulah mata orang yang luas dalam memandang hidup. Mata orang yang awas dan jelas memandang manusia dan lingkungannya. Mata yang jelas memandang manusia dan kebudayaannya.

Nelson Mandela jauh di seberang memakai baju batik kesukaannya. Ia nampak tua dan renta. Jalannya tertatih. 30 tahun ia mendekam dalam penjara. Sekeluar dari penjara ia lantas duduk sebagai penguasa dari orang-orang yang memenjarakannya. Apakah ia dendam? Tidak. Ia tidak dendam. Sebaliknya merangkul semua.

Sementara itu, Aung San Suu Kyi tersenyum berpadu padan dengan sanggul yang ditancapi bunga melati dan anggrek putih. Perawakannya nampak kurus tapi anggun, ringkih tapi tangguh. "Kau mungkin tidak pedulikan politik, tapi politik mempedulikanmu," kata Suu Kyi mengutip ucapan ayahnya, Jend Aung San, kepada seorang prajurit Junta yang menjaga rumahnya.

Suu Kyi seperti halnya Barack Obama. Keduanya adalah politisi yang menyeruak dari massa, hadir dari dan di tengah-tengah massa rakyat. Pada awalnya mereka adalah orang-orang biasa seperti warga kebanyakan, namun terus tumbuh berkat kerja-kerja politik yang kongkrit. Karenanya jangan heran mereka pandai sekali mengatakan apa yang ingin warganya dengar. Setiap kata-kata seperti obat bius.

Di bagian dunia lain, Dalai Lama duduk sambil menonton saluran televisi BBC. Ia bercerita santai dengan jurnalis Rusia yang mewancarainya. Sesekali para jurnalis tertawa mendengar banyolan Dalai Lama. Ia orang tua, tokoh politik, dan tokoh agama yang teguh pendirian dan punya selera humor yang baik. Sekarang ia telah damai setelah mengundurkan diri dari pimpinan politik Tibet.

Jreng! Jreng! Jreng! Suara gitar Iwan Fals. Suatu hari ia ketangkap kamera sedang duduk-duduk santai di Pantai Panjang, Bengkulu. Begitu carita kawan-kawan. Iwan memang gemar berpetualang ke tempat-tempat tertentu seraya sesekali menyamar supaya tak dikenali. Ia adalah tokoh besar, "utusan Tuhan", demikian kata Taufik Damas. Iwan meneriakkan kebenaran dengan segenap jiwa raga. Ia menggunakan bakat pemberian Tuhan untuk memperjuangkan nilai-nilai yang lebih tinggi, yakni kemanusiaan dan cinta. Ia tidak sekedar bernyanyi seperti seniman kebanyakan.

Pada saat menulis ini, aku sadar kawan-kawanku para Kompasianers di Kompasiana juga sedang berjibaku dengan aksara-aksara demi melahirkan kata dan kalimat. Aku menerawang teman-teman kompasianers. Hmm, beberapa diantaranya sedang mengklik 'publish' artikelnya.

Mereka semua adalah guru-guruku. Catatan: minus poligami.[]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline