Sukarno benar. Revolusi dan terobosan besar dibidang politik sulit dilakukan oleh kalangan ahli hukum. "Sarjana hukum tidak bisa diajak revolusi", demikian kesimpulan Sukarno dengan yakin. Alasan Sukarno, para sarjana hukum selalu terpaku pada kaidah-kaidah hukum, sehingga sulit bergerak maju berorientasi tujuan dan hasil.
Kita ambil satu contoh. Jika kebuntuan penanganan kasus Simulator SIM akibat perseterusan Polri vs KPK dianggap sebagai masalah politis-ketatanegaraan dan bukan lagi murni masalah hukum, maka solusinya adalah solusi politis juga. Kongkritnya, presiden bertindak tegas kapan perlu dengan melanggar aturan.
Panggil Kapolri pagi-pagi sekali. Ultimatum ia menyelesaikan semua sengkarut kasus Simulator dalam waktu maksimal satu hari. Jika gagal siap-siap dipecat pada sore harinya. Jangan lupa, presiden berwenang mengusulkan penggantian Kapolri kepada DPR untuk disetujui. Dan, DPR saat ini masih dikuasai mayoritas oleh kubu koalisi Demokrat Cs.
Kapolri tentu akan berpikir cepat. Kumisnya mungkin sekali akan bergetar hebat dalam hitungan menit ke menit dalam hari yang sempit. Ia akan berteriak pada ajudannya supaya cepat panggil Wakapolri (Ketua Wanjakti) dan Kabareskrim sekarang juga. Tak berapa lama kemudian Wakapolri dan Kabareskrim datang tergopoh-gopoh ke ruangan Kapolri.
Kapolri segera menceritakan situasinya pada dua orang bawahannya tersebut. Ia juga menambahkan bahwa secara aturan tidak boleh mencampuri urusan teknis penyidikan projustisia. Karena itu, sebagai Kapolri, ia tidak akan mencampuri urusan penyidikan. Ia hanya akan mencampuri urusan administrastif-kepangkatan saja. Wakapolri manggut-manggut di kursinya. Wakapolri tahu bahwa pembicaraan Kapolri sebenarnya ditujukan pada Kabareskrim.
Mendengar arahan Kapolri, Kabareskrim tercekat. Sebab, jabatan Kabareskrim dipilih oleh Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) yang terdiri dari para pejabat utama di Polri. Semua pejabat utama tersebut ada di dalam "genggaman" Kapolri. Artinya, jabatan Kabareskrim sedang dipertaruhkan.
Keluar dari ruangan Kapolri, Kabareskrim langsung menelpon ajudan Ketua KPK Abraham Samad untuk minta waktu bertemu. Baru saja gagang telepon diletakkan, tiba-tiba hape Kabareskrim berbunyi dan ternyata Kapolri langsung yang telepon. Kapolri menanyakan apakah yang dimintanya sudah selesai. Dijawab oleh Kabareskrim, belum. Dengan mengajak sopir dan ajudannya, Kabareskrim langsung tergopoh-gopoh menemui Abraham Samad. Hari sudah jam tiga sore waktu itu.
Disepakatilah bahwa kasus Simulator Ujian SIM di Korlantas Mabes Polri diserahkan sepenuhnya pada KPK. Semua berkas penyidikan, tersangka dan barang bukti diserahkan pada KPK. Prosedur yang diatur dalam MoU, diterabas begitu saja. Karena penasaran Abraham Samad sempat bertanya pada Kabareskrim, apa tidak masalah menerabas MoU? Cepat dijawaab Kabareskrim, tidak masalah. Kebetulan ada seorang Kompasianer yang menulis soal ini, katanya tak masalah. MoU batal demi hukum karena bertentangan dengan undang-undang.
Tamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H