Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

KPK Majulah Lebih Tegas Lagi

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1343915120187607397

[caption id="attachment_191050" align="aligncenter" width="600" caption="Korlantas Polri (Foto: Heru/Okezone)"][/caption] PADANG -- Pernyataan pers Menkopolkam Djoko Suyanto, Sabtu (4/8) sore, belum menjawab rendahnya kepercayaan publik terhadap kinerja kepolisian, khususnya dalam penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan Simulator SIM di Korlantas Mabes Polri senilai Rp.196,87 miliar tahun 2011 lalu. Selain itu, Menkopolkam belum memberi ketegasan penekanan soal kewenangan penyidikan kasus korupsi yang sama-sama disidik oleh kepolisian dan KPK. Dimana berdasarkan Pasal 50 UU No 30/2002 tentang KPK, harusnya penyidikan di kepolisian dihentikan pada saat KPK telah melakukan penyidikan dan penetapan tersangka pada hari Selasa (27/7/2012). Satu hal yang patut diapresiasi dari pernyataan Menkopolkam adalah, pendirian pemerintah bahwa pemberantasan korupsi harus menjadi fokus pada proses hukum dan bukan pada pertentangan. Sebagaimana diketahui, Jumat (3/8/2012) kemaren, Kabareskrim Komjenpol Drs Sutarman menyatakan "perlawanan" kepada KPK dengan tidak akan menyerahkan kasus Simulator SIM kepada KPK kecuali ada keputusan pengadilan. Tak pelak sikap bersikukuh Kabareskrim tersebut setidaknya melanggar tiga kelompok pasal sekaligus dalam UU No 31/1999 jo UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. UU No 30/2002 tentang KPK. Pertama, Polri cq. Kabareskrim Komjenpol Drs Sutarman melanggar Pasal 21 UU Tipikor, yang melarang setiap orang mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan kasus korupsi, dengan ancaman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun. Kedua, Polri cq. Bareskrim telah melanggar Pasal 50 UU No 30/2002 tentang KPK. Pasal ini menyatakan penyidikan kasus korupsi yang dilakukan kepolisian atau kejaksaan harus segera dihentikan pada saat penyidikan bersamaan dengan KPK. Hal ini karena kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi menyidik kasus korupsi pada saat KPK sudah mulai melakukan penyidikan. Ketiga, Polri cq. Bareskrim telah melanggar Pasal 6 dst UU No 30/2002 tentang KPK. Pada intinya, KPK berwenang melakukan supervisi kepada kepolisian terkait penanganan kasus korupsi. Dalam melaksanakan supervisi tersebut, KPK berwenang mengambil alih penyidikan yang sedang dilakukan oleh kepolisian (Pasal 8 ayat 2). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada ketentuan yang dilanggar sehubungan langkah KPK "mendahului" atau "menelikung" Polri dalam pengusutan dugaan korupsi di Korlantas Mabes Polri. Langkah KPK ini bisa dipahami sebagai strategi. Sebab, jika digembar-gemborkan terlebih dahulu dikhawatirkan penyidikan potensial mengalami hambatan para oknum di internal Polri. Dugaan saya, beberapa oknum di Polri sedang melakukan langkah penggiringan kasus ini ke ranah persengketaan antar lembaga (KPK vs Polri). Jika ini benar, maka mau tak mau penanganan kasus ini akan terdistorsi dengan sendirinya. Otomatis persengketaan ini akan memakan waktu berlarut sedangkan esensi pemberantasan korupsi diyakini akan menguap. Para pihak akan menghabiskan energi untuk bersengketa, bukan untuk memberantas korupsi. Siapa yang diuntungkan dalam hal ini? Ya, jelas pelaku dugaan korupsi yang sedang diusut atau akan diusut! Siapa lagi. Karena itu, solusi singkat dan pamungkas sebenarnya ada. Yakni, KPK bergerak lebih tegas dan berani dengan menetapkan Sutarman Cs sebagai tersangka dengan dasar pasal-pasal di atas. Lalu dengan cepat melakukan langkah penahanan pada Sutarman Cs. Selebihnya publik yang akan mendukung KPK membersihkan institusi kepolisian dari korupsi yang telah menyusahkan rakyat berpuluh-puluh tahun. Publik, saya yakin, akan siap turun ke jalan melakukan demonstrasi besar-besaran. Pun, para politisi akan dengan senang hati mendukung gerakan publik tersebut demi menuju agenda 2014.[]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline