Tersebutlah sebuah kelurahan dimana orang bebas berkata-kata kasar sekasar-kasarnya. Peraturannya hanya satu: tidak boleh berbuat kriminal yang bersifat fisik. Di kelurahan ini orang bisa bebas saling menyapa dengan tersenyum serta saring merangkul sambil membisikkan asu! Ndasmu! Jancuk! Ngacukdunge (mother fucker), dst. Pokoknya--wah ini sudah mulai pokoknya nih--setiap orang bebas saling misuh dengan hangat dan ramah. Tidak perlu takut dilaporin ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Semua orang punya nama baik dan tidak akan cemar dengan teriakan asu, ndasmu, bajingan, jancuk, mother fucker, dst. Emas tidak akan berubah jadi perak dengan diteriakan bahwa emas itu adalah perak. Emas ya emas, perak ya perak. Suatu hari Presiden secara tak sengaja masuk ke kampung itu. Ia tidak membaca papan peringatan di gerbang masuk kampung, pengawalnya juga tak baca, dan mereka semua tak tahu informasi. Sesampai di sebuah warung, pak Presiden mengajak pemilik warung dialog, apa saja kesulitan selama ini, berapa orang anak, dst. Dijawab oleh pemilik warung sambil tersenyum malu, "Jancuk, pak Presiden! Kesulitannya harga tak stabil bapak...anak saya ada sepuluh..." Untungnya, Presiden yang seumur hidup terbiasa hidup jaim, segera menyadari situasi. Ia melanjutkan dialog dengan pak pemilik warung. "Asu, banyak sekali anak bapak. Mengapa tak ikut KB?". Semua orang, termasuk para paspampres yang bersyarat tegang itu, pada ketawa terpingkal-pingkal. Tiba-tiba keluar anak gadis tertua pemilik warung membawa baki berisi minuman air putih doang. Setelah minuman dihidangkan, gadis ayu tersebut langsung beraksi antijaim begini nih di depan pak Presiden... [caption id="attachment_185494" align="aligncenter" width="225" caption="Fianty Abigail, antijaim (cewequat.com)"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H