Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Wacana Hapus Kolom Agama di KTP

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1339578856110013334

[caption id="attachment_194424" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi: Petugas mengambil foto warga untuk pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Kelurahan Pagangsaan, Jakarta Pusat, Selasa (14/9/2010). (KOMPAS IMAGES/DHONI SETIAWAN)"][/caption] Beberapa pihak mewacanakan penghapusan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sebut saja di Kompasiana pernah ada reposting surat pembaca Kompas (10/10/2008) oleh Nugroho Angkasa. Alasan Surat pembaca Kompas di atas menyebutkan alasan, bahwa kolom agama di KTP bisa disalahgunakan dalam daerah konflik. Selanjutnya dikatakan bahwa di dunia hanya ada dua negara saja yang mencantumkan kolom agama dalam ID Card warganya, yaitu Indonesia dan Arab Saudi. Sementara itu, Kak Inco di politikana.com menulis artikel pendek bertajuk "Kolom Agama di KTP, Masih Perlukah?". Adapun alasan penulis (Kak Inco) mempertanyakan kolom agama di KTP antara lain disebutkan. Pertama, pada masa lalu, di saat ada kerusuhan/pertikaian antar agama di Maluku, sering terjadi razia KTP di jalan oleh kelompok yang bertikai. Jika tercantum agama yang berbeda dengan kelompok tersebut, maka orang tersebut akan dibantai beramai-ramai. Kedua, jika seseorang mengalami kecelakaan di jalan, kolom golongan darahnya akan lebih bermanfaat ketimbang kolom agama karena dengan demikian dapat diketahui dengan cepat jika dibutuhkan pertolongan transfusi darah. Ketiga, jika negara memang membebaskan rakyatnya dalam memeluk keyakinan (seperti tercantum dalam Pasal 29 UUD  1945) maka harusnya boleh ditulis selain dengan 5 agama yang diajarkan di sekolah, misalkan Konfusianisme, Taoisme, Shinto, Sikh, Saintologi, Zoroastrianisme atau bahkan yang gampang sajalah... Kejawen. Tapi tampaknya hal itu tidak pernah terjadi. Keempat, Untuk warga negara yang atheis atau agnostik juga akan membingungkan mengisi kolom tersebut. (walau memang tak sesuai dengan UUD 45 Pasal 29 ayat 1). Manfaat Alasan bahwa KTP bisa disalahgunakan di daerah konflik sudah tidak relevan lagi karena daerah-daerah konflik seperti Aceh, Maluku, dan Poso sudah relatif aman. Tidak terdengar lagi orang merazia pendatang dan minta KTP, yang beragama tertentu akan dihabisi (dibunuh). Lagi pula ini wilayah penegakan hukum, kurang pas dijadikan alasan penghapusan kolom agama. Ada manfaat lain dari pencantuman agama di KTP. Contohnya, saat seorang ditemukan meninggal di tempat yang asing dan jenazahnya sulit untuk dibawah ke alamat domisili sesuai KTP. Penyelenggaraan jenazah bisa mengikuti tata cara agama ybs karena agamanya telah tercantum dalam KTP. Saat ini, dihapus atau tidaknya kolom agama bukanlah isu penting. Tetap dipertahankan jelas ada manfaatnya. Dihapus pun tidak akan membuat dunia kiamat atau seseorang tiba-tiba kehilangan agamanya; agamanya tidak otomatis terhapus dalam dirinya. Yang justru menjadi isu penting adalah, jika masih ada ditemuinya kesulitan sebagian anak bangsa dalam mengurus dokumen kewargaan karena alasan agama. Kilas balik Asal-usul pencantuman kolom agama dalam KTP didasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No 1/PNPS/1965 jo. Instruksi Presiden No 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat-Istiadat Cina jo. Undang-Undang No 65 Tahun 1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama. Dimana disebutkan agama resmi di Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Berdasarkan Instruksi Presiden No 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat-Istiadat Cina, agama Konghucu diakui tapi hanya boleh dipraktikan intern dalam hubungan keluarga atau perorangan. Atas dasar ketentuan inilah maka agama Konghucu tidak diperkenankan dimasukan dalam kolom agama KTP. Belakangan mulai menguat desakan perubahan terhadap dasar hukum yang menjadi landasan eksistensi agama resmi di Indonesia tersebut, karena dinilai diskriminatif terhadap agama lain seperti Konghucu. Barulah pada masa pemerintahan Abrurrahman Wahid (Gus Dur) aturan hukum di atas dicabut dengan Keputusan Presiden (Keppres) No 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Celaka dua belas jika di masa pemerintahan SBY ini masih saja ada terdengar saudara kita etnis Tionghoa didiskriminasi saat mengurus dokumen kewargaan seperti KTP, terutama saat hendak memasukan agama Konghucu ke KTP. Anda punya pengalaman?[]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline