Lihat ke Halaman Asli

Sutomo Paguci

TERVERIFIKASI

Advokat

Astaga, Anak SD Digiring Unjuk Rasa Tolak Lady Gaga!?

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kaget. Itu reaksi pertama penulis saat lagi istirahat makan siang sambil nonton berita TV One, tahu-tahu terlihat tayangan sekitar 50 orang murid SD di Blitar Jawa Timur unjuk rasa menolak kedatangan Lady Gaga, Senin (21/5). Anak-anak tersebut berpawai membawa poster dan ini klimaksnya: mereka membakar dan menginjak-injak poster-poster bertulisan penolakan Lady Gaga!

Dari narasi beritanya disampaikan bahwa unjuk rasa itu adalah bentuk ajakan gurunya untuk menolak Lady Gaga demi melindungi moral anak-anak. Benarkah alasan dan cara guru tersebut dari perspektif hukum perlindungan anak?

Anak, secara hukum, dianggap belum cakap untuk bertindak hukum.  Karena itu hukum pada dasarnya melarang pelibatan anak dalam aktifitas politik praktis (seperti unjuk rasa dan kampanye) dan pelibatan anak dalam aksi yang mengandung unsur kekerasan baik kekerasan pada fisik maupun pada benda, seperti unjuk rasa yang dilakukan anak-anak SD di Blitar tersebut. "Setiap anak berhak atas perlindungan dari pelibatan dalam peristiwa yang mengadung unsur kekerasan", demikian ditegaskan oleh Pasal 15 huruf d UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Tepat apa yang dihimbaukan oleh pembawa berita TV One supaya pemirsa tidak mencontoh aksi menginjak-injak dan membakar poster seperti dilakukan anak-anak SD perserta unjuk rasa tersebut. Dalam pada itu, patut pula dikecam aksi guru yang menggiring anak-anak untuk unjuk rasa dan melakukan aksi kekerasan demikian.

Anak dipandang belum memiliki kecakapan hukum untuk bertindak menolak ekspresi seni seperti Lady Gaga dalam bentuk unjuk rasa. Secara hukum, pendapat anak memang patut untuk didengar akan tapi bukan dengan cara mempromosikan nilai-nilai kebencian dan kekerasan untuk memproduksi aksi massa yang melibatkan anak.

Cukuplah tugas pendidik membangkitkan pemahaman dan menggali rasa ingin tahu anak tentang konsep-konsep moral dan budaya. Tidak sampai terlalu jauh menggiring anak untuk melakukan aksi massa yang bernuansa kekerasan dan kebencian atas dasar indoktrinasi dan ortodoksi.

Dalam kaitan ini, mari kita cermati apa yang ditulis Kompasianer Tuty Yosenda bahwa "mendidik itu bukan menertibkan, mengendalikan, dan menyeragamkan. Mendidik adalah menggali dan membangkitkan."

Selamat bersantap siang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline